MEMETIK PENDIDIKAN KARAKTER DARI PETANI EDAMAME

MEMETIK PENDIDIKAN KARAKTER DARI PETANI EDAMAME

MEMETIK PENDIDIKAN KARAKTER DARI PETANI EDAMAME

Oleh Dadan Saepudin, M.Pd.

Penulis, Guru MTs Mathla’ul Anwar Sukaguna, Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat

Di masa pandemi Covid-19, saya dipertemukan dengan para petani edamame yang berlokasi di Desa Tanjungwangi Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Ketika itu, saya bermula mengunjungi kegiatan pertanian menemani salah seorang sahabat yang mencari konten untuk mengisi akun youtubenya.

Saya berkunjung ke petani edamame bersama sahabat saya memilih waktu libur. Salah satu pertimbangannya agar tidak mengganggu tugas sebagai pendidik seperti mengisi kegiatan pembelajaran daring.

Berawal dari silaturahmi serta mengambil video terkait dengan pertanian edamame, saya pun menjadi tertarik untuk mempelajari pertanian tersebut. Apalagi, pertanian tersebut dapat menjadi solusi bagi peningkatan perekonomian masyarakat terlebih kacang edamame sangat baik dikonsumsi bagi kesehatan.

Setiap kali panen, para petani berharap saya bersama sahabat datang ke perkebunan edamame. Saya pun seringkali menjawab undangan petani untuk datang ke perkebunannya. Ada yang membuat kangen, selain alamnya yang sejuk, nyaman, asri, dan ketika berada di sana seolah lupa permasalahan yang sedang dihadapi saking terbawa suasana yang menyejukkan.

Ada hal yang paling penting bagi saya ketika bersilaturahmi  ke petani edamame, bukan sekadar saya belajar memetik kacang edamame saat panen dan mencicipi rebusan edamame yang masih hangat. Namun saya memetik pendidikan karakter yang sangat berharga bagi kehidupan khususnya dalam meningkatkan profesionalisme sebagai pendidik.

Petani begitu uletnya dalam bertani, bukan hanya tanamannya yang dirawat sejak masa tanam sampai menjelang panen. Petani pun merawat kualitas kesuburan tanah seperti penggunaan pupuk organik. Ketika ikhtiar dijalani, sang petani pun berserah diri kepada Sang Pencipta.

Di sela-sela mengisi waktu, petani pun sering bercengkerama, salah satu topik pembicaraannya yaitu mengenai cara meningkatkan kualitas pertaniannya. Hal ini mengisyaratkan bahwa para petani memiliki semangat belajar, berkolaborasi, berbagi ilmu dan  pengalaman di antara sesama petani bahkan kepada masyarakat yang tertarik bertani edamame atau pun kepada tamu yang berkunjung ke perkebunan dengan sukarela berbagi ilmu dan pengalamannya.

Ternyata, saya banyak menimba pendidikan karakter di petani edamame, bahkan ada kesamaan dengan profesi sebagai pendidik terutama dalam mendidik generasi bangsa Indonesia yang tentunya membutuhkan keuletan, kesabaran, dan sikap positif lainnya.

Pendidikan karakter dewasa ini perlu untuk kita tingkatkan kembali. Di tengah berbagai persoalan bangsa yang terus menggerogoti, seperti aksi penipuan, korupsi yang dipertontonkan oleh oknum pejabat, penyebaran berita hoaks, terorisme, pengedaran narkoba, dan persoalan lainnya. Pendidikan karakter tidak hanya harus dilakukan di lembaga pendidikan. Orang tua, pemerintah, dan masyarakat pada umumnya memiliki andil untuk membangun karakter generasi bangsa sesuai dengan porsinya masing-masing (Dadan Saepudin, 2016:20).

Menumbuhkan Karakter Gemar Membaca

Salah satu yang menjadi inspirasi ketika penulis berkunjung ke pertanian kacang edamame yaitu terkait dengan motivasi untuk menulis kembali. Secara tidak langsung, penulis berdialog dengan alam, bersyukur, dan bertafakur sehingga perlu ada penguatan tulisan yang bisa menjadi sumber bacaan bagi peserta didik khususnya.

Meningkatkan budaya membaca tentunya tak seindah kata-kata namun perlu dilakukan aksi nyata. Menjawab hal itu, saya pun kembali menulis karya tulis ilmiah populer (artikel opini) di media massa baik cetak maupun media online. Artikel penulis yang dimuat dijadikan sebagai bahan ajar dalam rangka meningkatkan karakter gemar membaca bagi siswa di madrasah tempat penulis mengabdi.

Menyoal tradisi membaca ini, UNISCO pada 2012, mencatat indeks minat baca Indonesia baru mencapai 0,0001. Artinya, dalam setiap 1.000 orang masyarakat Indonesia, hanya ada satu yang mempunyai minat baca. Sementara UNDP merilis angka melek huruf orang dewasa Indonesia hanya 65,5 persen, sedangkan Malaysia sudah mencapai 86,4 persen (Dadan Saepudin, 2015:2).

Karakter gemar membaca menjadi salah satu aspek dari Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang tertera pada Permendikbud RI Nomor 20 Tahun 2018 terdapat pada pasal 2 point (1) bahwa penguatan pendidikan karakter (PPK) meliputi 18 aspek salah satunya gemar membaca.

Membaca menjadi gerbang kemajuan kebudayaan dan peradaban sebuah bangsa. Kita perlu belajar kepada dunia Islam pada abad ke-8 sampai permulaan abad ke-13 masehi, umat  Islam pada itu sangat kreatif membaca, mengasimilasikan buku-buku versi tua dan klasik Yunani, dan menulis buku. Maka, pada zaman keemasan dunia Islam telah melahirkan para ulama sekaligus ilmuwan yang sampai saat ini karyanya tetap menjadi rujukan di antaranya; Al-Kindi, Ar-Razi, Al-Khawarizmi, Ibnu Khaldun, Ibnu Sina, Ibnu Ryusd (Averroes), dan lainnya.

Kehebatan peradaban umat Islam telah mengantarkan dunia Barat kepada alam kemajuan setelah mereka mengalami alam kejumudan. Philip K Hitti (Faisal Ismail, 2004:129) mengungkapkan kebangkitan intelektual dan kebangunan kebudayaan barat terjadi setelah sarjana-sarjana Eropa mempelajari, mendalami, dan menimba ilmu-ilmu Islam dengan cara menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan Islam ke bahasa Eropa. Mereka dengan tekun mempelajari bahasa Arab untuk menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan Islam itu (serupa dengan para sarjana Islam memulai kebangunan kebudayaan klasik Yunani ke dalam bahasa Arab).

Sumbangan-sumbangan kebudayaan dan peradaban umat Islam pada masa keemasan masuk ke dunia Barat melalui jalur Syiria, Spanyol, dan Sicilia. Itulah yang menjadi dasar ilmu pengetahuan yang menguasai alam Barat pada abad pertengahan yang memicu terjadinya mata rantai Renaissance.

Begitupun ketika Negara Jepang pada tahun 1942 kota Hiroshima dan Nagasaki dibom oleh tentara Sekutu (AS) dalam perang Pasifik. Jepang hancur berantakan baik secara militer maupun secara sosial-ekonomis. Hanya dalam rentang waktu kurang 20 tahun, yakni tahun 1960-an Jepang bangkit kembali secara spektakuler dan kini menjadi negara maju di bidang ekonomi.

Prof. Sutan Takdir Alisjahbana (Faisal Ismail, 2004:111) menulis bahwa awal kebangkitan Jepang ditandai dengan penerjemahan secara besar-besaran dan intensif terhadap buku-buku Barat berbahasa Inggris ke dalam bahasa Jepang.

Atas dasar itu, penulis berusaha untuk turut serta bersama pemerintah menumbuhkan karakter gemar membaca di kalangan siswa khususnya bagi siswa yang berada di madrasah tempat penulis mengabdi.

Pada kegiatan pembelajaran setelah menyampaikan materi pembelajaran bahasa Indonesia secara daring, saya pun mengirimkan foto artikel yang dimuat di media cetak dan mengirimkan artikel yang dimuat di media online. Setelah dikirimkan, saya pun menyampaikan instrumen sebagai tindaklanjut setelah siswa membaca artikel tersebut untuk dikerjakan oleh mereka.

Ada dua aspek penting yang dikerjakan oleh siswa, yaitu menulis simpulan dan manfaat yang dirasakan oleh siswa setelah membaca artikel yang sudah dibacanya.  Semoga langkah ini menjadi bagian ikhtiar dalam peningkatan pendidikan karakter gemar membaca terutama di kalangan generasi milenial di masa pandemi Covid-19.

Mengakhiri tulisan ini ada pesan yang ingin penulis sampaikan kepada generasi milenial, “Ayo, tingkatkan budaya membaca selagi muda, insya Allah berkah di hari tua.”