GURU “PENGETUK PINTU LANGIT” DI TENGAH PANDEMI

GURU “PENGETUK PINTU LANGIT” DI TENGAH PANDEMI

GURU “PENGETUK PINTU LANGIT” DI TENGAH PANDEMI

Oleh: Siti Latifah

Perubahan sangat terasa pada dunia pendidikan semenjak masa pandemi. Pembelajaran tatap muka secara langsung (face to face) yang biasa dilakukan di masa normal seolah-olah menjadi hal yang “mustahil” dilakukan di masa pandemi ini. Guru dan siswa “terpaksa” melakukan proses pembelajaran secara daring (online). Hal ini tentu saja perlu adaptasi bukan hanya pada subjek dan objek belajar tetapi pada perangkat yang menjadi syarat terjadinya pembelajaran daring.

Masa pandemi bukanlah masa yang normal, bahkan berlangsung tidak sebentar. Namun “menyerah” bukanlah sikap yang benar dalam kondisi seperti ini. Proses pendidikan tetap harus berlangsung karena kemajuan bangsa dan negara di masa yang akan datang ditentukan oleh pendidikan generasi muda saat ini. Semua pihak diajak berpikir bagaimana pendidikan harus tetap berjalan. Proses apa yang memungkinkan untuk dilakukan sehingga tujuan pembelajaran tetap tercapai meskipun dengan berbagai tantangan.

Berbagai inovasi pembelajaran bermunculan di masa pandemi ini. Muncul istilah Integrated curriculum dimana metode ini tidak hanya melibatkan satu mata pelajaran saja namun terintegrasi dengan mata pelajaran lainnya. Ada juga pembelajaran melalui radio untuk mengatasi kesulitan akses internet dan solusi bagi orang tua siswa yang tidak memiliki smart phone. Selain itu, home visit method menjadi salah satu pilihan inovasi pembelajaran di masa pandemi dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Inovasi serupa itu, muncul istilah Blended Learning, sebuah kombinasi pembelajaran langsung melalui video converence dan pengajaran online.

Pada kenyataannya walau berbagai inovasi pembelajaran sudah dilakukan, namun tak selalu berjalan mulus. Ada saja kendala, mulai dari guru maupun orang tua yang gagap teknologi sampai dengan kesenjangan akses internet dan terbatasnya media belajar. Beralihnya model pembelajaran tatap muka lalu berubah menjadi online juga sangat membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Pro kontra pun terjadi dalam menilai pembelajaran online. Pihak yang pro menyatakan bahwa pembelajaran daring menjadikan siswa mendapat kesempatan untuk membangun skill penguasaan teknologi dan juga bisa menghindarkan siswa dari penyebaran virus karena pembelajaran dilaksanakan tanpa kontak fisik. Peran orang tua juga menjadi besar karena dalam pembelajaran online orang tua bukan hanya sekedar melakukan pengawasan namun dapat ikut berkolaborasi dengan guru untuk membangun karakter siswa. Sementara pihak yang kontra menyatakan bahwa pembelajaran online dinilai kurang efektif dan efisien dilihat dari pencapaian akademik siswanya. Belum lagi ketidakmerataan akses di berbagai daerah sangat berpengaruh dalam pembelajaran online yang mengakibatkan siswa dan mahasiswa di daerah tertentu kesulitan dalam mengakses jaringan. Selain itu, siswa juga menjadi kurang bersosialisasi dengan lingkungan.

Guru sebagai pihak yang berinteraksi langsung dengan siswa dan orang tua bukan tidak mungkin sering mendengar keluhan bahkan menyaksikan masalah mereka saat pembelajaran online. Guru tentunya harus memiliki empati yang tinggi dengan keadaan ini. Berinovasi agar bisa melaksanakan PBM dengan baik bahkan terbaik belumlah cukup. Hal itu dikarenakan manusia pada dasarnya memiliki keterbatasan dan kekurangan. Lantas apa lagi yang bisa dilakukan guru dalam situasi dan kondisi seperti ini? Jawabannya yaitu….Do’a.

Do’a bisa menjadi senjata bagi guru dalam menunaikan tugas mendidiknya. Dalam segala keadaan dan suasana, doa akan selalu penting. Terlebih di masa pandemi yang segala keadaan bisa saja dengan cepat berubah. Dengan kesadaran bahwa manusia sebagai makhluk yang tidak memiliki kekuatan menentukan hasil, maka memohon kekuatan, keteguhan hati, kesabaran dan pertolongan kepada pemilik kekuatan menjadi kebutuhan jiwa. Allah berfirman dalam Surat Ghafir ayat 60, yang artinya “Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk ke neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” Dalam tafsir Ibnu Katsir terkait ayat tersebut menjelaskan tentang perintah Allah untuk berdoa dan  janji Allah akan mengabulkan doa tersebut sesuai kehendak-Nya dan  siapa saja yang merasa tidak membutuhkan Allah dengan tidak berdoa dan beribadah kepada-Nya, Allah mengancam akan memasukkan mereka (yang sombong) ke dalam Jahannam.

Berdoa juga berguna untuk sesuatu yang telah terjadi dan akan terjadi, sebagaimana Rasulullah Saw bersabda: ”Sesungguhnya doa berguna untuk sesuatu yang telah dan akan terjadi, karena itu hendaklah kalian berdoa wahai hamba-hamba Allah.” (HR. at-Tirmidzi). Oleh karena itu, tidak ada alasan lagi bagi seorang mu’min untuk tidak memperbanyak doa.

Banyak kisah yang membuktikan dahsyatnya kekuatan doa. Seperti kisahnya Nabi Zakaria sebagaimana dituturkan Al-Qur’an pada Q.S. Maryam ayat 2 sampai ayat 11. Dalam usia senja, Nabi Zakaria belum juga dikaruniai keturunan. Siang dan malam dia terus berdoa kepada Allah agar memberinya keturunan. Subhanallah, Allah menjawab doanya. Padahal, usia Nabi Zakaria saat itu sudah lanjut dengan kondisi istrinya yang mandul. Tidak ada yang mustahil bagi Allah.

Kisah lainnya adalah mengenai seorang ulama yang populer dengan nama Imam Bukhari. Ulama besar ini hafal puluhan ribu hadis beserta detail sanadnya pernah mengalami kebutaan sewaktu kecil. Sang ibunda bersedih melihat kondisi Bukhari kecil. Ibnu Hajar dalam ‘Hadyu As-Sari’ meriwayatkan bahwa ibunda Imam Bukhari tiada henti berdoa untuk memohon kesembuhan putranya. Allah pun mengabulkan doanya. Subhanallah…

Masih banyak kisah keajaiban doa yang tidak mungkin dikutip semua di sini. Allah pasti mendengar setiap keluh kesah, sekalipun yang tidak terucap. Tidak ada relung jiwa manusia yang tidak mampu ditembus Allah. Jarak antara Allah dan manusia sangat dekat bahkan lebih dekat daripada urat lehernya (QS Qaf:16).

Guru semestinya tidak berfikir bahwa dia memiliki peran besar bagi siswanya dengan mentransfer pengetahuan dan melatihkan keahlian saja. Tidak cukup pula beranggapan bahwa dengan mengajar sesuai kompetensi dasar dan memberi nilai pada siswa maka selesailah tugasnya. Ada hal lain yang sangat dibutuhkan siswa diluar semua itu, yaitu doa dari guru sebagai orang tua mereka di sekolah meskipun saat pandemi mereka tidak berangkat ke sekolah. Berdasarkan pengalaman, banyak siswa meminta doa dari guru-gurunya dengan setulus-tulusnya permintaan. Ini membuktikan bahwa mereka begitu mengharapkan gurunya bisa mengetuk pintu langit bagi mereka untuk memohon kepada yang Maha Mendengar dan mengabulkan permohonan. Setiap doa yang keluar dari ketulusan hati dan kebersihan jiwa akan mengubah segala yang tampaknya tidak mungkin menjadi mungkin.

Doa adalah sebuah ibadah yang amat ringan. Dalam menjalankannya tidak memerlukan energi besar. Setelah mengerjakannya pun, seseorang tidak merasa lelah. Selain itu juga tidak perlu mengeluarkan biaya. Oleh karena itu, sudah selayaknya guru tidak pelit doa bagi kesuksesan siswa-siswanya. Guru sudah semestinya mengetuk pintu langit untuk memohon segala yang tampaknya sulit menjadi mudah. Guru bisa menghadirkan wajah siswa-siswanya saat dia berdoa. Atas ijin Allah, siswa akan mendapatkan keberkahan ilmu meskipun pada keadaan yang serba sulit seperti masa pandemi ini.