IMPLIKASI PERGAULAN DIGITAL TERHADAP PESERTA DIDIK
IMPLIKASI PERGAULAN DIGITAL TERHADAP PESERTA DIDIK
Oleh: Ruslan Zaenudin, S.Pd.I, MM
Pergaulan digital merupakan salah satu bentuk perilaku yang berbasis media mainstream. Pergaulan digital berarti bergaul dengan menggunakan internet dengan beberapa contoh platform digital seperti facebook, twitter, whatshapp, telegram, bip dan lain sebagainya.
Pergaulan digital ini dapat menggiring peserta didik kearah positif maupun negatif. Jika saringan akal dan imannya baik, maka pilihan peserta didik akan mengarah kepada hal positif begitu pula sebaliknya.
Implikasi yang senantiasa diperbincangkan oleh masyarakat di lingkungan tempat tinggal saya. Banyak peserta didik yang mulai kecanduan game online. Muncul pula budaya narsisme, budaya menjustifikasi, budaya selfi, budaya meluapkan emosi di beranda facebook. Adapula budaya jualan, budaya share kalimat positif, budaya youtuber, budaya mencari tambahan finansial dari pengelolaan website, budaya daring dan seminar online.
Implikasi yang diakibatkan dari migrasinya pergaulan manusia secara tatap muka kedalam bentuk digital yang sangat liberal akan berbenturan dengan adat ketimuran bangsa Indonesia jika tidak disikapi secara arif dan bijaksana.
Pesan moral yang harus ditanamkan kepada peserta didik diantaranya “Berkatalah yang baik jika tidak bisa diamlah”, “Jagalah lisan dan tulisan karena akan dipertanggungjawabkan di akhirat”, “Hindarilah jeratan UU ITE”.
Dimana peran pendidik terhadap implikasi pergaulan digital peserta didik?
Tanggung jawab terbesar bagi para pendidik di era digital ini adalah tanggung jawab moral bukan hanya tanggung jawab viral. Pendidik bertanggung jawab terhadap siapa saja yang menjadi tanggung jawabnya bukan hanya sekedar mengajari, mengarahkan, dan mendidik. Pendidik bertanggung jawab pada peserta didiknya terlebih lagi pada masa pra pubertas dan oubertas hingga menjadi mukallaf (terbebani kewajiban). Generasi yang terbimbing akan menemukan jalan kehidupannya yang terukur terarah dan terkendali.
Saat teknologi menggerus peran para pendidik yang berimplikasi pada nilai individu peserta didik yang tergerus oleh pergaulan digital yang sedikit demi sediki menjadi tuntunan. Daya baca peserta didik kian menurun, sebagi akibat hilangnya konsentrasi berfikir mereka. Pendidik kembali harus melakukan dialog, diskusi, muhasabah agar anak mampu menguasai literasi digital yang tidak berbenturan dengan norma agama.
Para pendidik sebaiknya menggali nilai tanggung jawab atas amanah yang Allah bebankan pada dirinya. Sebagaimana firman Allah Swt.
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya ….” (QS. Thaha:32)
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka ….”(QS. At-Tahrim: 6)
“…. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan (QS. An-Nahl :93).
Sungguh pendidik punya tanggung jawab besar untuk menanamkan jiwa rabbani pada diri peserta didiknya dalam pergaulan digital saat ini. Melalui shalat untuk menjaga hubungan baik dengan Allah Swt. (hablumminalloh). Melalui penanaman jiwa sabar dalam menjaga hubungan baik dengan diri sendiri (hablumminannafsi). Melalui praktek sosial dengan saling memelihara diri dan keluarga dari pengaruh liberalism platform digital (hablumminannas). Karena semua hubungan tersebut akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah Swt.
Nabi Muhammad Saw bersabda: “Seorang lelaki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan ia bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Dan seorang wanita juga pemimpin dirunah suaminya dan ia bertanggung jawab atas kepemimpinannya”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Diriwayatkan oleh Al-Jahizh bahwa ‘Uqbah bin Abi Sufyan tatkala mengantarkan anaknya kepada seorang guru ia berkata; “hendaklah kamu memulai dalam mendidik anakku nanti dengan memperbaiki pribadi Anda, karena sesungguhnya mata mereka (anak didik) itu terkait dengan mata Anda, kebaikan menurut mereka adalah yang menurut mereka baik, dan kejelekan menurut mereka adalah yang menurut Anda jelek. Ajarilah mereka sejarah orang-orang bijak, akhlak para pemilik adab. Ancamlah mereka denganku, ajarilah ia tanpa aku, jadilah bagi mereka seorang dokter yang tidak akan mengobati sebelum mengetahui penyakitnya, dan janganlah engkau pasrahkan ia di
atas ketidakmampuanku karena sesungguhnya aku telah menyerahkannya kepadamu”.
Pendidik di rumah, di sekolah, di masyarakat, di lingkungan kerja semuanya akan dimintai tanggung jawab. Di era pandemi jangan kehilangan arah mendidik, mulailah dengan ibdabinafsik (mulai dari diri sendiri). Suri tauladan pendidik harus menjadi ruh saat mendidik, untuk menemukan kebenaran yang otentik yaitu keimanan yang akan mampu menghadapi masa pandemi.
Beberapa implikasi di atas merupakan realita di masyarakat kita saat ini semoga peran pendidik yang memiliki tanggung jawab moral untuk perkembangan generasi penerus bangsa tidak menyerah dan kalah dengan tantangan zaman yang memaksa para pendidik untuk menguasai teknologi informasi.