Komunikasi Efektif Orang Tua Siswa dan Guru di Masa Pandemi
Komunikasi Efektif Orang Tua Siswa dan Guru di Masa Pandemi
Oleh: Jazzy Hisphia Eka S.A.,S.Pd.
Pandemi Covid-19 telah berlangsung hampir dua tahun. Sungguh di luar dugaan, penyebaran wabah ini ternyata mengacaukan berbagai bidang termasuk pendidikan. Beberapa tahun lalu, mungkin tidak akan pernah terbayang kegiatan sekolah dikendalikan secara “jarak jauh”. Sekolah adalah tempat dimana siswa dan guru bertatap muka untuk mengadakan KBM, ya, itu beberapa tahun lalu. Hingga pandemi yang datang tiba-tiba membuat kaget semua stakeholder sekolah; siswa, guru dan orang tua. Beberapa gelombang menerpa tatanan yang sudah puluhan tahun dibangun itu.
Gelombang pertama, guru dan siswa tidak lagi bertemu di sekolah. Awalnya guru dan siswa sedikit bahagia, karena sepertinya mereka bisa bersantai sejenak dari kesibukan pergi pagi, pulang sore. Para siswa bisa bangun agak siang. Tidak dikejar-kejar ketakutan terlambat sekolah. Begitupun guru, bisa sedikit santai mempersiapkan bahan pembelajaran. Namun, lama dirasakan, keadaan ini ternyata agak sedikit ganjil. Guru merasa ada yang kurang ketika mengajar siswa tanpa berinteraksi langsung. Begitupun siswa, meskipun di rumah bisa belajar sambil rebahan, namun suasana sekolah langsung adalah keadaan yang lambat laun sangat dirindukan.
Pihak yang kecewa dari awal dengan hal ini mungkin orang tua, karena bimbingan kepada siswa, sembilan puluh persen menjadi kewajiban orang tua. Para orang tua yang tadinya menyerahkan pendidikan anak-anaknya pada sekolah, terutama sekolah dengan sistem full-day, akan terguncang. Para orang tua yang biasanya “tahu beres”; anak pintar, tugas sekolah; anak sholeh, tugas sekolah; anak berprestasi, tugas sekolah, tentu akan mendapatkan kekagetan yang sangat.
Gelombang ke dua yaitu pembelajaran dialihkan menjadi sistem online. Siswa diwajibkan mempunyai smartphone. Guru diwajibkan menguasai aplikasi digital. Orang tua diwajibkan melek digital. Hal ini tidak menjadi masalah bagi guru dan siswa serta orang tua modern yang tinggal di kota besar dengan kemampuan finansial mapan. Namun, bagaimana dengan nasib sekolah di daerah, guru, siswa dan orang tua yang berada di tempat terpencil dan berasal dari golongan ekonomi lemah? Ini adalah keadaan yang sangat sangat sulit bagi mereka.
Kedua gelombang besar di dunia pendidikan ini tidak bisa dianggap sepele. Guru, siswa dan orang tua mempunyai beban berat untuk menciptakan suasana pembelajaran yang ideal demi mencapai tujuan pendidikan dalam kondisi sulit. Masing-masing stakeholder ini tidak bisa berdiri sendiri. Ketiganya harus bekerja sama untuk menciptakan situasi kondusif dalam pembelajaran. Guru dan orang tua adalah pilar yang paling utama untuk mengemban tugas ini. Karena, keduanya berperan untuk membimbing dan mendidik siswa.
Dalam prakteknya tak jarang kita temui terjadi kesalahpahaman guru dan orang tua dalam menjalankan pembelajaran online. Hal ini terutama ketika siswa mendapatkan hasil yang tidak diharapkan dalam hal kognitif, afektif, psikomotor, bahkan emosional dan spiritualnya. Guru terkadang menyalahkan orang tua, karena berpendapat, bahwa siswa selama pandemi berada di bawah kendali orang tua. Begitupun orang tua, tak jarang menyalahkan guru atau sekolah, ketika hasil pembelajaran anak-anaknya jauh dari harapan. Bagaimana dengan siswa? mereka pun terkadang ingin melampiaskan kekecewaannya pada guru dan orang tua. Namun, posisi mereka yang inferior dalam artian lebih muda, maka hanya bisa menyembunyikannya.
Untuk mengurai masalah ini, maka guru dan orang tua harus bisa membuka ruang diskusi atau komunikasi yang efektif. Langkah-langkahnya bisa disimak dalam penjelasan berikut:
- Pemaparan program sekolah secara gamblang kepada orang tua siswa.
Memang sulit untuk mengadakan rapat langsung dengan orang tua di masa pandemi ini. Jangankan di saat pandemi, di saat normal pun terkadang beberapa orang tua mengabaikan agenda rapat di sekolah. Namun, hal ini jangan jadi hambatan. Pihak sekolah harus menyediakan fasilitas online untuk menyelenggarakannya.
Sampaikan hal-hal terkait pembelajaran, yaitu kurikulum darurat covid dari pemerintah, target prioritas siswa, serta panduan tugas untuk orang tua di rumah selama KBM daring. Selain itu dalam agenda ini, guru dan orang tua juga bisa berdiskusi tentang hambatan-hambatan KBM daring dan bagaimana mencari solusinya.
2. Orang tua dan guru bersepakat bahwa kenyamanan dan kesehatan siswa secara fisik dan mental adalah yang utama.
Sekali lagi, bahwa pandemi ini adalah masa-masa sulit bagi semua orang, tak terkecuali para siswa yang notabene masih belia. Dalam hal ini, para siswa yang mungkin masih anak-anak atau remaja, bisa jadi mengalami mental-shock. Hal ini dikarenakan aktivitas sosial mereka terganggu. Padahal usia-usia seperti itu, sangat memerlukan kegiatan sosial secara langsung, baik di sekolah atau di lingkungan pertemanannya.
Tugas sekolah pun menjadi hal yang menambah beban mereka. Banyak guru yang menjadikan aplikasi digital sebagai media pembelajaran, sehingga tugas-tugas pun, menggunakan media tersebut. Bagi siswa yang mempunyai kemampuan dan fasilitas memadai, hal ini mungkin bukan sesuatu yang berat. Namun, bagi siswa yang masih gagap teknologi dan terkendala fasilitas, maka hal ini menjadi sesuatu yang membuat stress.
Selain itu, beberapa siswa kehilangan orang-orang tercinta di sekeliling mereka yang meninggal karena covid-19 seperti saudara-saudaranya, atau bahkan kedua orang tuanya. Ini bukanlah keadaan yang mudah untuk dihadapi siswa. Malah lebih jauhnya, perlu penanganan psikolog dan psikiatri jika terdapat kasus depresi berat pada mereka.
Untuk mencegah terjadinya penyakit mental pada siswa, maka guru dan orang tua harus bisa memotivasi siswa dengan cara-cara yang nyaman. Guru dan orang tua bisa mengadakan kegiatan-kegiatan parenting online untuk mendapatkan pencerhan tentang hal ini. Selain itu, guru dan orang tua juga harus senantiasa membuka ruang konsultasi bagi siswa yang bermasalah.
3. Guru dan siswa saling berfikir positif atas tugas masing-masing.
Dalam kenyataannya, komunikasi guru dan orang tua bisa jadi banyak hambatan. Hal ini dikarenakan kesibukan masing-masing atau bahkan hambatan teknis, misalnya orang tua atau guru yang tidak mempunyai alat komunikasi memadai.
Maka untuk menyikapinya, guru dan orang tua siswa harus saling berfikir positif. Lebih jauhnya saling memberi empati, bahwa tugas kedua belah pihak semakin berat di masa ini, akan membuat keduanya selalu menemukan titik temu dalam setiap permasalahan siswa.
Komunikasi orang tua dan guru yang efektif adalah salah satu kunci demi terlaksananya pendidikan yang bermutu bagi siswa. Oleh karena itu, terutama di era pandemi sekarang, hal tersebut harus menjadi prioritas dalam penyusunan program sekolah.
Wallahu ‘Alam Bishawab