KONTRIBUSI NYATA PENCEGAHAN COVID-19 MELALUI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DENGAN MODEL STUDYSASTER DAN BLENDED LEARNING

KONTRIBUSI NYATA PENCEGAHAN COVID-19 MELALUI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DENGAN MODEL STUDYSASTER DAN BLENDED LEARNING

KONTRIBUSI NYATA PENCEGAHAN COVID-19 MELALUI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DENGAN MODEL STUDYSASTER DAN BLENDED LEARNING

Oleh

Dahlan Toyib, S.Pd

Penulis adalah Guru Bahasa Indonesia di MTsN I Bandung Barat

Kondisi pembelajaran pada masa pandemi harus dapat dimanfaatkan dengan perubahan pola berpikir, pola belajar, pola inteksi ilmiah yang lebih bermakna sehingga kekakuan dalam menyikapi masa Covid 19 dapat dimaksimalkan dengan produktivitas yang mencirikan kebermaknaan. Perasaan pobia diminimalisir dengan optimis bahwa seluruh aktivitas tetap berlangsung dengan protokol kesehatan tatanan baru (new normal), khususnya dalam segmen penyelenggaraan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah hingga pendidikan tinggi. Setiap individu harus tanggap terhadap keterbatasan di masa pandemi untuk tetap produktif dalam bidangnya dan memaknai kondisi pandemi ini sebagai bagian dari perubahan yang tetap harus mengedepankan sikap dan prilaku representatif pada tatanan baru untuk menciptakan ruang belajar bervariasi.

Dalam kesejarahan, islam pernah membuktikan diri sebagai umat yang memiliki peradaban gemilang dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengungguli kejayaan eropa pada masa lalu. Islam telah mewariskan tokoh ilmuwan besar seperti al jabir, al khawarizmi, ibnu Sina, ibnu Rusydi, al kindi dan lainnya. oleh karenanya, keharusan kembali melihat khazanah dan etos keilmuan di masa lalu itu menjadi salah satu penekanan, mengingat khazanah pengetahuan islam masa lalu yang kaya dengan semangat inklusivismenya dan juga kekayaan nuansa spiritual.

Studysaster diambil dari dua suku kata yaitu “study” yang artinya belajar dan “disaster” yang berarti bencana. Jadi secara garis besar studysaster adalah model pembelajaran yang dilakukan saat bencana. Dilansir dari laman guruberbagi.kemdikbud.go.id yang menyebutkan bahwa metode studysaster merupakan wujud kontribusi langsung dunia pendidikan dalam pencegahan dan penanggulangan Covid-19, menyinergikan pendidikan tentang bencana kesehatan dalam pembelajaran.

Pada Pelajaran Bahasa Indonesia kelas 8 terdapat Kompetensi Dasar Menelaah Pola Penyajian dan Kebahasaan Teks Iklan, Slogan atau Poster dari berbagai sumber yang dibaca dan didengar, Penulis sebagai Guru Bahasa Indonesia di MTs Negeri I Bandung Barat menggunakan metode ini dengan cara menggabungkan, mencampurkan, mengombinasikan sistem pendidikan konvensional dengan sistem pendidikan berbasis digital, karena lebih efektif meningkatkan minat belajar siswa. Siswa tidak hanya belajar dari berbagai macam e-book dan buku saja tanpa tatap muka sama sekali. Namun sistem tatap muka masih bisa dilakukan via video conference untuk memacu semangat siswa dan sebagai pengawasan langsung terhadap siswa.

Lewat metode ini siswa diharapkan mampu mengedukasi dirinya sendiri maupun orang lain untuk berperan mencegah dan melawan wabah Covid-19 melalui hasil karya dari proses pembelajaran. Karya yang dihasilkan bisa berbentuk video edukasi pencegahan Covid-19, poster kampanye kesehatan, foto, maupun komik, tentunya hasil karya tersebut tetap di bawah pengawasan dan bimbingan para guru.

Ada enam tahapan yang dilakukan dalam model studysaster ini, yaitu: identifikasi, mencari, merencanakan, mencipta, membagi, dan mempraktikkan. Harapan penerapan model ini adalah terwujudnya mata rantai edukasi pencegahan dan penanggulangan wabah Covid-19 dalam komponen masyarakat. Ibaratkan, apabila satu guru yang membimbing puluhan bahkan bisa ratusan siswa, kemudian satu siswa mempunyai bekal kampanye pencegahan yang diteruskan kepada orang di sekitarnya, masyarakat luas, melalui media sosial, dan dari masyarakat akan tersebar luas hingga mungkin satu negara. Jika sudah seperti itu, maka peran penting dan kontribusi nyata dunia pendidikan dalam pencegahan wabah Covid-19 benar-benar nyata terasa.

Pada akhirnya, tulisan ini menegaskan bahwa setiap perubahan dalam sistem pembelajaran dapat mendesain kondisi baru dan memiliki distingsi dengan kondisi sebelum dan yang akan datang maka setiap unsur terkait harus dapat menyesuaiakan dengan perubahan tersebut untuk mewujudkan keberhasilan pembelajaran secara komprehensif.