Masalah dan Strategi Pendidikan Madrasah pada Masa Pandemi

Masalah dan Strategi Pendidikan Madrasah pada Masa Pandemi

Masalah dan Strategi Pendidikan Madrasah pada Masa Pandemi

Irra Yusnita, S.Pd.,M.A.P.

MTsN Negeri 2 Bandung Kabupaten Bandung

irra.yusnita.mat.map@gmail.com

Rumor sebetulnya sudah menyebar sejak bulan Desember 2019 tentang sebuah virus yang melumpuhkan sebuah Kota Besar di China, Wuhan. Tapi tak ingat benar apa reaksi orang Indonesia pada waktu itu, sepertinya biasa-biasa saja. Akhirnya pada tanggal 12 Maret 2020 Presiden Jokowi mengumumkan suspect pertama Indonesia sebanyak tiga orang. Reaksi masyarakat pada waktu itu juga biasa saja, tidak ada perubahan yang berarti. Tetapi kemudian keaadaan berubah sejak Pak Budi Karya, Menteri Perhubungan, positif terpapar virus ini. Disusul dengan pengumuman Menteri Pertahanan yang meminta seluruh pegawainya mulai bekerja di rumah. Peristiwa inilah yang kemudian menjadi pemicu banyak orang Indonesia mulai memberikan perhatian yang luas terhadap virus ini, dan kemudian mereka mengenalnya sebagai covid-19.

UGM menjadi yang pertama menyatakan kampusnya ditutup karena ada seorang profesornya dinyatakan positif covid-19.  Penyebarannya melalui proses bimbingan dengan mahasiswanya. Peristiwa ini kemudian disusul oleh Universitas Negeri Yogyakarta dengan pola penyebaran yang sama. Tepat pada hari senin, hampir seluruh kampus di Yogyakarta dinyatakan tertutup. Keputusan kampus di Yogyakarta, yang merupakan barometer pendidikan di Indonesia, berdampak luas. Hari-hari berikutnya berita dipenuhi dengan makin banyak penutupan kampus. Akhirnya beberapa sekolah mulai memutuskan menghentikan proses belajar mengajar.

Keputusan penghentian proses belajar mengajar di semua jenjang pendidikan dan lembaga pendidikan ditengah-tengah semester, membuat para pengambil kebijakan tidak siap. Semester itu kemudian diputuskan untuk memberikan kelonggaran yang luar biasa dalam proses serta pelaksanakaan evaluasi pendidikan. Ketika semester kemudian berakhir, pandemik belum juga berakhir. Bagi beberapa lembaga pendidikan yang sudah terbiasa dengan pendidikan jarak jauh menggunakan internet, radio, televisi, tentu tidak ada kepanikan yang luar biasa. Mereka siap dan terbiasa menghadapi keadaan itu. Hal ini berbeda dan berbanding terbalik dengan lembaga pendidikan yang tidak memiliki budaya pembelajaran jarak jauh. Akhirnya pada akhir semester itu kementerian pendidikan, kementerian agama, kampus-kampus, sibuk dengan pelatihan-pelatihan pembelajaran jarak jauh.

Kesulitan-kesulitan ini, tak terkecuali juga dihadapi oleh Lembaga Pendidikan dibawah naungan Kementerian Agama, Madrasah. Ada tiga masalah utama yang dihadapi Madrasah. Pertama adalah masalah sistem. Sebagian besar Madrasah, tidak ada cukup pondasi kebijakan baik itu visi, misi, program apalagi budaya organisasi yang mengedepankan pembelajaran berbasis teknologi, komputer. Presentase penggunaan Teknologi Informasi sebagai media pembelajaran masih sangat rendah, apalagi untuk digunakan pembelajaran jarak jauh. Tidak ada didalam rencana strategis madrasah, maupun rencana kinerja tahunan 2019, 2020, 2021 tentang pembelajaran jarak jauh. Rencana sebagai basis dari pola tindakan guru dan murid dalam proses belajar mengajar sangat penting. Jika hal itu tidak cukup mengakomodir maka bagaimana kita bisa berharap pada evaluasinya?

Kedua adalah pemahaman, pengetahuan dan keterampilan para guru dalam bidang informatika dan penyusunan bahan ajar teks berbasis pendidikan jarak jauh. Tampaknya hanya sedikit prosentase guru yang memahami bagaimana cara menggunakan teknologi, baik itu komputer maupun handphone sebagai media pembelajaran. Peran sentral guru TIK sebenarnya sudah disiapkan sejak sebelum tahun 2019, yaitu sejak mata pelajaran TIK bukan lagi mata pelajaran wajib. Guru TIK diarahkan untuk mempersiapkan para guru memahami teknologi informatika. Para guru juga pada kurikulum itu didorong untuk memanfaatkan Teknologi Informasi dalam pembelajaran sesuai dengan bidang yang diampunya. Tetapi sayangnya visi kurikulum yang sudah sangat baik ini tidak benar-banar dilaksanakan oleh para guru. Maka ketika situasi pendemik datang dan jaga jarak menjadi kendala,  para guru menjadi tidak siap menggunakan teknologi informatika yang seharusnya menjadi solusi terbaik. Sedangkan pada persoalan penyusunan bahan ajar berbasis PJJ (Modul) para guru juga tampaknya belum sepenuhnya  memahami karena kurangnya kebudayaan dan kebiasaan menulis yang baik dikalangan para guru. Padahal sejatinya jika RPP dipersiapkan dan dibuat dengan baik, hanya dibutuhkan sedikit effort untuk kemudian mengubah fungsinya menjadi modul.

Masalah ketiga adalah tingkat ekonomi siswa problem terbesar di Madrasah pada umumnya adalah sebagain besar siswanya berada pada kategori ekonomi menengah dan mayoritas pada kategori rendah sampai tidak mampu. Hanya sekitar 1-5% siswa bisa dikategorikan ekonomi keluarganya menengah keatas. Jadi ketika pembelajaran jarak jauh terpaksa menjadi sebuah kebijakan agak sulit untuk dilakukan. Jika menggunakan teknologi internet berapa orang siswa yang memiliki laptop di rumahnya? Hampir mendekati nol. Berapa orang dari siswa yang memiliki telepon genggam di setiap kelas. Tak sampai 40%. Jika harus membeli, sudah dijelaskan tadi persoalan ekonomi menjadi berier. Persoalan ini masih bisa dikurangi dengan mempertimbangan jumlah telepon gengam dalam satu keluarga. Jadi siswa bisa meminjam telepon ibu atau ayahnya untuk belajar. Bagaimana jika dialihkan menjadi proses pembelajaran berbasis modul? Lagi-lagi masalah muncul ketika akan memperbanyak modul itu. Dan lagi-lagi masalahnya adalah persoalan ekonomi menjadi sandungannya.

Jika kita memperhatikan masalah ini dan kemudian kita lokalisisr, maka masalah pertama kali yang harus kita perbaiki adalah Kepala Madrasah dan para guru beserta komite madrasah harus memiliki program yang tercatat dan terdokumentasi baik didalam revisi renstranya dan kemudian dijawantahkan didalam kinerja tahunan. Didalam rencana kinerja tahunan inilah harus tercantum apa kebijakan bidang kurikulum atas model, strategi, media pembelajaran yang akan diambil, yang bersifat khas dan unik disesuaikan dengan situasi yang mungkin berbeda dengan madrasah lain. Para guru harus dibekali pengetahuan yang cukup tentang pembelajaran jarak jauh dan bagaimana memaksimalkan blend learning. Para guru juga harus diarahkan untuk memahami bagaimana cara merubah RPP menjadi sebuah modul yang baik.

Didalam Rencana Kinerja Tahunan hal-hal tersebut diatas juga harus dinyatakan bagaimana bidang kurikulum akan melakukan monitoring dan evaluasinya. Bidang sarana dan prasarana harus mempertimbangkan mengalihkan dua anggaran besar untuk mendukung program bidang kurikulum. Yang pertama anggaran pengadaan buku dialihkan 100% menjadi anggaran pengadaan modul. Pada sisi lain untuk menekan biaya pengadaan modul anggaran  operasional juga harus diarahkan untuk membeli mesin cetak sehingga modul 100% dicetak oleh bidang tata usaha madrasah. Logikanya berarti masih tersisa anggaran operasional sekitar 60%. Ini bisa dipergunakan oleh bidang kurikulum untuk membantu para siswa yang kesulitan membayar kuota internet.

Pandemik bukanlah sesuatu yang diharapkan dan direncanakan. Tidak ada yang pernah tahu kapan pandemik ini akan berakhir. Tetapi yang pasti jika perhatian kita terhadap pendidikan tidak maksimal, bayangkan akan ada sebuah generasi sekitar tiga atau tujuh tahun yang akan datang,  bekerja mengelola negeri ini dengan pengetahuan yang terbatas dan sekedarnya,  jika kita terus mengatakan jalankan pendidikan di madrasah semampunya karena kita sedang dalam keadaan darurat. Fikiran itu harus segera disingkirkan.