Pentingnya Mengemas Strategi Pendidikan Karakter Saat Pembelajaran Daring
  • 11 Agustus 2021
  • 1128x Dilihat
  • Gumeulis

Pentingnya Mengemas Strategi Pendidikan Karakter Saat Pembelajaran Daring

Pentingnya Mengemas Strategi Pendidikan Karakter Saat Pembelajaran Daring

Oleh: Maulina Ismaya Dewi, S.Pd

Mengemas sejatinya adalah membungkus sesuatu yang tersusun rapi dengan berbalut sebuah lapisan yang kokoh. Kemasan akan mempunyai makna yang berbeda dari sebuah makna yang terkandung dari kata bungkusan. Kemasan lebih terkesan terencana dan rapih serta sesuatu yang besar dan penting seperti halnya peti kemas. Adapun makna kata bungkusan seolah-olah hanya untuk benda biasa saja serta sederhana dalam menyajikannya, meskipun pada dasarnya mengandung arti yang sama.

Begitupula dalam mengemas strategi pendidikan karakter yang akan diberikan kepada peserta didik saat pembelajaran daring, maka dalam hal ini haruslah terencana dengan baik. Harus dipersiapkan dengan susunan strategi pengemasan terbaik, sehingga menjadikannya sebuah hal yang serius dan penting seperti halnya peti kemas istimewa. Adapun strategi yang akan dimunculkan di sini adalah strategi multiple intelligence.

Seperti yang kita ketahui dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional pada bab 1 pasal (1) menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Depdiknas, 2003).

Adapun pengertian karakter itu sendiri adalah watak seseorang, atau akhlak yang diperoleh dari internalisasi dengan lingkungannya. Karakter seseorang akan menjadi hak apabila didasarkan dengan nilai-nilai moral dan etika yang berlaku dan disepakati di masyarakat. Lickona (1992) “Menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components of goods character), yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral, dan moral action atau perbuatan moral”.

Karakter yang baik akan muncul setelah ketiga komponen karakter tersebut bisa terpenuhi dalam diri peserta didik. Maka sangat perlu strategi pendidikan karakter yang dikemas dengan memikat. Tentunya tak perlu secara eksplisit terucapkan, namun dapat dengan inplisit dari sebuah pemberian nasihat pesan-pesan bermakna pada sebuah tugas saat pembelajaran daring.

Observasi dengan melihat tugas portofolio dan dari data google form, pemberian nasihat dari mulai memotivasi dan mengingatkan tugas. Dengan strategi bercerita di awal motivasi pagi pada zoom. Dengan pemberian quotes motivasi pada google classroom di akhir kata-kata penugasan. Melalui form mutaba’ah kegiatan spiritual. Dimana itu semua strategi pendidikan karakter yang dikemas dalam selipan-selipan pembelajaran daring.

Keberhasilan sebuah proses pengemasan strategi pendidikan karakter tidaklah terlepas dari bagaimana teraplikasikannya proses perencanaan, implementasi maupun beragam kebijakan penunjang yang dilakukan terus menerus dan berkesinambungan tiada henti. Memerlukan proses yang cukup variative dengan segala kekurangan dan kelebihan di dalamnya. Hal rutin ini bisa dilakukan walikelas melalui zoom motivasi pagi beberapa menit sebelum peserta didik masuk ke dalam grup materi masing-masing pelajaran yang sudah terjadwal.  

Begitu pentingnya pendidikan karakter dalam menanamkan moral-moral dasar utama tentunya agar kokohnya generasi suatu bangsa untuk membangun negerinya. Karena para founding fathers sadar bahwa Pendidikan adalah sarana utama dalam mengubah suatu bangsa ke peradaban yang lebih baik lagi.

Nah, dengan Pendidikan karakter berbasis “Multiple Intelligence”, dimana merupakan suatu sistem pendidikan mulai dari input, proses dan output yang sangat menghargai setiap potensi peserta didik. Maka dalam pembelajarannya guru dipantik menjadi inspirator bagi peserta didik yang siap menghantarkan mereka untuk menemukan kompetensi terbaik lebih awal dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral kemanusiaan. Sehingga diharapkan menjadi solusi terbaik menghadapi tantangan 4.0.

Dengan adanya multiple intelligence, maka dari diri seorang peserta didik dapat memiliki lebih dari satu kecerdasan. Namun seorang peserta didik yang memiliki kecerdasan mata pelajaran matematika, belum tentu memiliki kecerdasan lainnya. Sebab setiap anak memiliki kecerdasan masing-masing. Kecerdasan itu meliputi: linguistic, matematis-logis, visual, kinestetis, musical, interpersonal, intrapersonal, natural spiritual. Sehingga tidak akan ada justifikasi bahwa anak itu bodoh.

Hal tersebut dapat tergambarkan ketika mutaba’ah harian peserta didik diisi. Merupakan sebuah penilaian ibadah kita yang patut kita pertahankan sesuai kemampuan terbaik kita dibidangnya. Ada orang yang banyak sedekah tapi salat malamnya malas. Ada yang rajin tahajudnya, tapi sedekahnya susah. Ada yang rajinnya bukan main untuk taklim, tapi urusan tilawah jarang sekali. Ada pula yang tilawahnya semangat sekali, tapi merasa berat untuk shaum sunnah, dan lain-lain permasalahan dalam karakter spiritual ini.

Mengapa hal tersebut bisa terjadi dalam dunia ini? Yaitu karena jarang ada orang yang hebat disemua cabang ibadah. Seringnya hebat pada suatu ibadah, tapi lemah pada ibadah lainnya. Maka teruslah pertahankan kebaikan yang sudah ada. Sehingga diharapkan memicu timbulnya pendidikan karakter yang sesungguhnya, memberikan pemahaman akan kemampuan diri sendiri bagi peserta didik. Tentunya dalam hal ini diperlukan Kerjasama dari pihak guru, orangtua, maupun lingkungan sekitar.

Dalam penilaian mutaba’ah timbul pertanyaan mengapa perbedaan keunggulan ibadah itu bisa terjadi, yaitu karena potensi kita memang terbatas, kecenderungan kita juga berbeda-beda, tidak bisa diseragamkan. Oleh karena itulah pintu surga bermacam-macam, ada pintu salat untuk ahli salat, ada pintu sedekah untuk ahli sedekah, ada pintu ar-Rayyan untuk ahli shaum. Allah Maha Tahu.

Menggunakan strategi dengan menceritakan kisah-kisah sejarah Islam, lalu ajukan pertanyaan terkait. Seperti halnya pada kisah Ibnu Mas’ud yang pernah ditanya, “Kenapa jarang shaum sunnah?” Kata beliau, “Saya kalau shaum jadi loyo tilawahnya, padahal tilawah adalah ibadah yang paling aku cintai.” Ujarnya. Jadi beliau fokus pada tilawahnya karena memang dalam hal itu potensi beliau. Begitulah bila pemahaman akan diri masing-masing sudah dikuasai.

Begitupula dengan Imam Malik ketika diajak “uzlah (menyepi dan fokus pada ibadah mahdhah) dengan meninggalkan kesibukan mengajar oleh Abdullah al’Umari, beliau jawab,

“Allah membagi-bagikan amalan shalih kepada setiap orang seperti membagi-bagikan rezeki. Betapa banyak orang yang dimudahkan shalat tapi susah shaum, betapa banyak yang dimudahkan bersedekah tapi shaumnya jarang, bagiku menyebarkan ilmu adalah sebaik-baik amalah shalih, aku ridha atas kemudahan yang Allah berikan ini. Dan aku tidak merasa bahwa apa yang aku lakukan ini di bawah ibadah yang kamu lakukan. Aku berharap setiap kita dalam kebaikan dan ketaatan.”

Maka sejatinya adalah yang patut disesali itu jika kita tidak tahu potensi karakter spiritual kita atau sudah tahu tapi malas mengerjakannya. Begitu juga dengan karakter lainnya di luar karakter spiritual, dimana harus dikemas oleh guru melalui strategi yang baik agar penyampaian pesan dapat dipahami dan diaplikasikan sesuai dengan multiple intelligence peserta didik masing-masing. Terlebih di era pembelajaran daring yang memerlukan ekstra perhatian lebih karena keterbatasan tatap muka. Semoga pandemic berakhir sehingga pendidikan bisa lebih bermakna, aamiin.