Tantangan Guru di Era Digital
Tasikmalaya (06/02/23). Kasubbag Tata Usaha Kankemenag Kab. Tasikmalaya, H. Dedi Anwar Muhtadin, S.Ag., M.Pd.I mengutip astar Sayyidina Ali RA /KW "Allimu auladakum, fainnahum Makhluukuna lijamaanin goiro zamaanikum" yang berarti didiklah anak- anak mu, karena sesungguhnya mereka adalah makhluk yg hidup di jamannya bukan pada jamanmu. Dengan demikian, imbuh Kasubag TU, tantangan mengajar masa lalu berbeda hari ini.
Hal ini disampaikan oleh Kasubag TU dalam pembukaan Pelatihan Metodologi Pembelajaran yang dilaksanakan Balai Diklat Keagamaan (BDK Bandung) di aula Kanmenag. Pelatihan ini akan dilaksanakan selama enam hari dimulai tanggal 6 – 11 Februari 2023. Pelatihan ini diikuti oleh tiga puluh orang peserta.
Menurut Kasubag TU, cara guru mengajar hari ini perlu disesuaikan dengan zaman Revolusi Industri 4.0. Zaman Revolusi industri pertama (1.0) dimulai pada abad ke-18, ketika mesin uap diketemukan James Watt. Kehidupan manusia mulai diperkenalkan pada mekanisasi alat industri. Selanjutnya Edison menemukan listrik pada revoluisi industri ke-dua di abad ke 19, mekanisasi industri pun mulai mengenal elektrifikasi. Automisasi industri pada masyarakat mulai diperkenalkan ketika komputer marak di abad ke-20 awal. Ini dikenal sebagai revolusi Industri 3.0. Diakhir abad ke-20, internet mulai hadir ditengah Dampak dari Digitalisasi lahir disrupsi yaitu manusia dipaksa dari cara lama untuk pindah ke cara yang baru. Contoh: Ketika masa pandemi rapat lewat zoom meeting, ojeg online, mobil online dst. Lebih lanjut, menurutnya hari ini guru dipaksa untuk menyesuaikan dengan konteks zaman, “kalau kita tidak bisa menyesuaikan diri, maka kita akan ditinggalkan oleh siswa.”
Untuk dapat menyesuaikan diri, Dede memberikan tips, yaitu penyesuaian tiga kompetensi dasar (MATHOOLIBUL ASAASIYYAH).
Pertama, Bihaajatin lilquwwah/Need of power. Artinya guru dituntut kompeten. Menurutnya dalam hal ini kompetensi guru minimal ada dua, Yakni penguasaan konten (materi belajar) dan penguasaan metedologi. “Nah konten atau materi dan metodologi sekarang sudah berbasis digital.”
Terkait dengan hal tersebut, menurutnya lahir program Kemenag yang hari ini dilaksanakan di seluruh jenjang pendidikan yaitu REP (Realizing Edukation Promise/merealisasikan janji-janji Pendidikan) salah satunya adalah PKB (Program Keprofesionalan Berkelanjuta ). Jadi, seorang guru tidak ada hentinya untuk terus belajar dan belajar terus.
Kedua, Bihaajatin lil injaaz/ Need of achievement. Guru memerlukan prestasi, baik prestasi akademik ataupun non akademik. Prestasi akademik seperti guru menulis, menemukan, guru pandai Bahasa Inggris, Bahasa Arab dan sebagainya. Sementara itu prestasi non akademik Guru mampu menciptakan inovasi, komunikasi dengan stake holder. Pada tatanan ini, maka akan selalu ada jalan keluar. bisa memudahkan yang sulit, bisa mendekatkan yang jauh dan bisa meringankan yang berat.
Terkait dengan penyesuaian kedua ini, Dede mengingatkan pentingnya melaksanakan Konsep 4C dalam pembelajaran abad 21 seperti : Creativity and Innovation, guru harus kreatif dan inovatif. Almuhafadhoh alal qodiimisshshoolih wal akhdu bil jadiidil ashlah, mempertahankan nilai lama yg baik dan mengambil nilai baru yg lebih baik. Kemudian Colaboration, dimana guru harus mampu membangun kerja sama dengan lingkungannya. Selanjutnya adalah Communication yaitu guru mampu komunikasi dengan baik. Terakhir adalah Critical Thinking and Problem Solving, guru memiliki Kecerdasan dan mampu memberikan solusi bagi peserta didik.
Ketiga, Bihaajatin lil i'tirof /Need of Recognition. Perlu pengakuan dari Masyarakat. Seandainya guru sudah profesional dalam bekerja akan ada pengakuan dari masyarakat terhadap profesi tersebut. Pengakuan ini akan bermuara pada kepercayaan masyarakat pada profesi guru sehingga berdampak pada kesejahteraan guru.