TANTANGAN PEMBELAJARAN DI MASA PANDEMI

TANTANGAN PEMBELAJARAN DI MASA PANDEMI

TANTANGAN PEMBELAJARAN DI MASA PANDEMI

(Ade Amalia – Guru MTs Negeri 1 Bogor)

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, menyebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan pendidikan ini, peserta didik dibekali dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar berupa kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan yang distimulasi dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran menurut Sudjana (2020) merupakan upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Pembelajaran umumnya terjadi secara tatap muka antara guru dengan peserta didik di dalam kelas. Namun, pandemi korona yang melanda dunia telah merubah bentuk pembelajaran konvensional ini. Pandemi ini menjadikan guru harus merubah format pembelajaran menjadi daring untuk mencegah penyebaran virus. Pembelajaran daring merupakan “pembelajaran yang menggunakan jaringan internet dengan aksesibilitas, konektivitas, fleksibilitas, dan kemampuan untuk memunculkan berbagai jenis interaksi pembelajaran” (Sadikin dan Hamidah: 2020).

Pembelajaran ini tentu tidak mudah dilakukan. Guru dihadapkan pada beberapa tantangan yang mungkin terjadi dalam proses pembelajaran dan membutuhkan solusi demi terlaksananya pembelajaran yang optimal.

Tantangan pertama yang dialami oleh guru adalah dari aspek peserta didik; seperti ketersediaan gawai, kuota dan jaringan internet. Seringkali didapati, peserta didik yang memiliki gawai dengan spesifikasi yang terbatas atau bahkan mesti bergantian memakai gawai tersebut dengan anggota keluarga lainnya. Belum lagi dengan jaringan internet yang sangat beragam kekuatannya tergantung kondisi lingkungan rumah, disamping kuota yang diperlukan juga tidaklah sedikit.  

Tantangan ini membuat guru diharapkan dapat merancang pembelajaran yang ramah kuota, dapat diakses oleh peserta didik, bervariasi dan menarik agar peserta didik termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran. Untuk mencapai hal tersebut, guru dituntut untuk mengikuti perkembangan teknologi, memilih serta menguasai platform tertentu yang sesuai dengan materi dan mendukung tercapainya tujuan pembelajaran serta berupaya untuk mengaplikasikannya dalam pembelajaran. Selain itu, guru juga diharapkan mampu merancang pembelajaran sesuai dengan panduan kurikulum dengan kondisi khusus dengan materi esensial dan durasi yang lebih singkat namun tetap bermakna.

Tantangan selanjutnya adalah ancaman learning loss. Dilansir dari edglossary.org, learning loss adalah hilangnya pengetahuan dan keterampilan peserta didik baik secara umum maupun khusus ataupun kemunduran akademis, yang terjadi karena kesenjangan yang berkepanjangan atau ketidakberlangsungannya proses pendidikan. Learning loss ini dapat terjadi pada peserta didik di masa pandemi ini terlebih bila mereka tidak memiliki akses untuk belajar daring.

Untuk meminimalisir masalah ini, guru hendaknya memastikan peserta didik mengikuti proses pembelajaran, menemukenali kendala yang dihadapi peserta didik dan membantu mereka mengatasinya agar mereka dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Guru dapat berkoordinasi dengan orangtua siswa dalam pembelajaran. Komunikasi yang sinergis ini diharapkan dapat mendeteksi kesulitan yang dialami peserta didik sehingga bisa lebih cepat ditangani bersama.

Maka, peserta didik yang terkendala mengikuti pembelajaran daring diharapkan tetap memiliki kesempatan belajar baik itu melalui modul, atau dengan menyediakan tatap muka terbatas dengan protokol kesehatan yang ketat. Guru memiliki tanggung jawab untuk melibatkan seluruh peserta didik dalam pembelajaran dengan berbagai opsi agar learning loss tidak sampai terjadi pada peserta didiknya.

Tantangan berikutnya adalah masalah netiquette, etika berinternet. Netiket merupakan seperangkat aturan untuk berperilaku di dunia maya (Yovita: 2014). Belum lama ini, kita dikejutkan dengan laporan hasil penelitian yang dilakukan Microsoft dalam Indeks Keberadaban Digital atau Digital Civility Index (DCI) yang menempatkan netizen Indonesia di urutan ke-29 dari 32 negara untuk tingkat keberadaban netizen. Laporan itu berdasarkan survei yang diikuti oleh 16.000 responden di 32 negara antara April-Mei 2020 (voaindonesia.com). Kenyataan ini tentu sangat ironis mengingat Indonesia terkenal dengan warganya yang ramah.

Problematika netiket ini tentu menjadi tugas lain bagi guru dalam pembelajaran. Dengan momentum pandemi ini, guru dapat menanamkan etika berinternet dalam proses pembelajaran daring. Osguthorpe (2008) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa pembelajaran yang baik membutuhkan guru yang tidak hanya memiliki pengetahuan materi, keterampilan memilih metode melainkan juga berkepribadian mulia. Sehingga, guru dapat menyampaikan dan menanamkan nilai moral yang baik dalam pembelajaran baik secara langsung maupun tidak langsung.

Untuk menanamkan nilai karakter dan mengembangkan netiket ini, ada beberapa yang dapat diterapkan oleh guru, seperti dalam memilih bahan ajar yang kontekstual dan mencerminkan karakter yang baik, metode yang mendukung interaksi antar peserta didik, serta kesempatan untuk mendiskusikan fenomena yang aktual.

Guru dapat memberikan rambu-rambu berkomunikasi dengan bahasa santun ketika percakapan kelas maya berlangsung, baik ketika komunikasi tertulis dalam chat ataupun lisan melalui pertemuan virtual. Peserta didik perlu diingatkan untuk saling menghormati orang lain, memberikan komentar yang baik dan menghindari ujaran kebencian antarsesama ketika berinteraksi serta membatasi waktu berinternet agar mereka tetap dapat memanfaatkan waktu semaksimal mungkin untuk mengembangkan potensi mereka bersama keluarga di rumah.

Hal ini perlu dilakukan secara bersama-sama dengan orangtua agar peserta didik dapat terhindar dari perundungan siber (cyber bullying) baik sebagai pelaku maupun korban. Guru dan orangtua hendaknya memantau dan mengawasi peserta didik dan meminta mereka untuk melapor bila mereka mengalami perundungan.

Tantangan-tantangan tersebut tidaklah mudah dihadapi guru dalam pembelajaran. Sebagai man behind the gun, guru akan berusaha melakukan yang terbaik bagi para peserta didiknya. Namun, kesuksesan pembelajaran tentu membutuhkan dukungan dari berbagai pihak agar tercapai hasil yang diharapkan. Dengan ikhtiar dan kerjasama yang baik dalam menerapkan protokol kesehatan dan vaksinasi, semoga kita segera keluar dari pandemi ini sehingga pembelajaran tatap muka dapat kembali berlangsung, aamiin.