ANTARA PANDEMI DENGAN HATI, SUDAHKAH MEMBUAT JATUH HATI?
ANTARA PANDEMI DENGAN HATI, SUDAHKAH MEMBUAT JATUH HATI?
Oleh: Fita Hadi Iswarti, S.Pd.
Sudah hampir satu setengah tahun pandemi datang dan masih belum ada tanda kapan akan segera berakhir. Varian demi varian covid 19 datang silih berganti bak tamu tak diundang dan membuat banyak pasang mata terpana, bahkan mungkin hingga meneteskan air mata.
Jangan ditanya tentang siapa saja yang terdampak pandemi ini. Dapat dikatakan nyaris tidak ada yang tidak merasakan bagaimana pandemi ini menyita perhatian mata, telinga, fikiran, uang, kesempatan, bahkan yang dikhawatiran oleh para pendidik adalah hingga membuat hilangnya generasi muda harapan. Sungguh hal ini menjadi hal yang sangat tidak diharapkan sebagai side effect dari pandemi.
Mulai dari usia paud hingga jenjang perguruan tinggi dipaksa untuk beralih dari pembelajaran tatap muka secara langsung ke pembelajaran berbasis online dengan berbagai media penunjangnya. Saya secara pribadi tidak pernah sekalipun menggunakan media zoom/google meet sebelum pandemi. Seiring perjalanan pandemi hingga saat ini, penggunaan aplikasi penunjang proses pembelajaran agar tetap terselenggara menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak dan akhirnya semua menjadi sangat familiar dengan berbagai aplikasi demi tetap bisa menjangkau sang generasi harapan untuk tetap bisa belajar dirumah.
Tidak dipungkiri banyak pendidik yang kemudian gerak cepat berupaya beradaptasi dengan kondisi yang terjadi hingga tersibukkan dengan mempelajari berbagai aplikasi penunjang pembelajaran baik itu untuk media penyampai materi ajar, latihan soal, juga konten belajar lainnya. Ada hal yang mungkin terlupa dalam hal ini karena domain pendidikan bukan hanya untuk membentuk generasi yang memiliki pengetahuan yang luas dan terampil mengerjakan soal, melainkan tercakup di dalamnya membentuk generasi beriman yang memiliki sikap mental tangguh dan adaptif terhadap berbagai kondisi yang dihadapi.
Satu hal yang tak akan pernah bisa tergantikan oleh aplikasi secanggih apapun yaitu transfer jiwa seorang pendidik kepada para peserta didik yang diharapkan di tahun-tahun ke depan adalah para pembawa perubahan untuk Indonesia bahkan dunia. Yang menjadi perhatian besar bagi para pendidik saat ini adalah untuk sejenak bertanya kepada diri, "Antara pandemi dan hati, sudahkah membuat jatuh hati?"
Satu doa yang terus menerus sebagai doa andalan seorang pendidik
“Allohumma innii as’aluka hubbaka wa hubba man yuhibbuka wal ‘amalal-ladzii yubbaligunii hubbaka. Allohummaj’al hubbaka ahabba ilayya min nafsii wa ahlii wa minal-maa’il-baarid.”
“Ya Allah, aku mohon pada-Mu cinta-Mu dan cinta orang yang mencintai-Mu, dan mencintai pekerjaan yang mengantarkanku menggapai cinta-Mu. Ya Allah, jadikan kecintaanku kepada-Mu lebih aku cintai daripada cintaku pada diriku sendiri, keluargaku, dan air yang sejuk.”
Satu pertanyaan yang perlu sekarang ditanyakan kepada diri-diri para pendidik termasuk saya di dalamnya adalah sudahkah mencintai profesi sebagai seorang pendidik hingga membuat kita jatuh hati pada profesi ini. Untuk sebuah kecintaan tentu saja ada perhatian, fikiran, tenaga, mata dan telinga yang tidak lelah terjaga dan berusaha. Sudah seberapa banyak intensitas doa yang terus dipanjatkan untuk sang generasi harapan agar tetap survive dalam kondisi serba tidak menentu ini, karena hakikatnya Allah lah sang pemilik, penjaga, dan pemelihara sejati. Anak-anak sungguh tidak mudah menghadapi kondisi ini, hingga yang terlahir dari seorang pendidik adalah kasih sayang dalam memproses peserta didik. Dengan dinamika yang terjadi tidak menyurutkan semangat para pendidik untuk terus membuktikan kecintaan kepada profesi yang dijalani untuk membentuk generasi yang diharapkan.
Teringat akan Rasulullah SAW yang begitu memuliakan profesi para pendidik. Pahala memuliakan guru adalah surga. Nabi SAW bersabda seperti yang dikutip dalam Lubab al-Hadits oleh Imam Jalaluddin al-Suyuthi, “Barangsiapa memuliakan orang berilmu (guru), maka sungguh ia telah memuliakan aku. Barangsiapa memulikan aku, maka sungguh ia telah memuliakan Allah. Barangsiapa memuliakan Allah, maka tempatnya di surga”. Betapa Rasulullah menempatkan kemuliaan seorang pendidik demikian tinggi.
Pada akhir juli 2021 ini saya menyaksikan tersiar kabar di grup whatsapp bahwa 35 pendidik di Jawa Barat telah Allah wafatkan di pandemi ini. Semoga para pendidik yang telah Allah panggil terlebih dahulu adalah para pendidik yang telah jatuh hati dengan profesinya hingga menghantarkan kepada kemuliaan seperti yang Rasulullah katakan.
Untuk para pendidik yang hingga saat ini masih Allah takdirkan untuk menghirup nafas kesempatan mendidik, semoga semakin tulus mencintai profesi sebagai pendidik sejati yang begitu mengharapkan lahirnya generasi harapan hingga terus berupaya menjalankan profesi ini dengan penuh tanggung jawab.
(Sebuah pengingat untuk saya dan rekan-rekan pendidik semuanya)