CORONA DAN DUNIA PENDIDIKAN “SIAPAKAH YANG JADI KORBAN?”
  • 5 Agustus 2021
  • 41892x Dilihat
  • Gumeulis

CORONA DAN DUNIA PENDIDIKAN “SIAPAKAH YANG JADI KORBAN?”

CORONA DAN DUNIA PENDIDIKAN

“SIAPAKAH YANG JADI KORBAN?”

Oleh: Dewi Utari

Dengan mengucapkan “Basmallah”, Bismillahirahmanirrahim, yang secara umum adalah untuk meniatkan segala sesuatu yang dilakukan atas nama Allah SWT. Sejalan dengan tulisan ini, yang ditulis dengan memohon restu atas kelancaran proses penulisan ini hanya kepada Allah semata.

Pada bulan Desember di tahun 2019, tepatnya di Kota Wuhan, Tiongkok, ditemukan sebuah kasus dalam dunia medis yaitu pneumonia penyakit yang menyerang organ pernapasan manusia (paru-paru), setelah diselidiki virus ini disebabkan oleh virus dari golongan virus corona. Selama hampir 2 tahun kebelakang hingga saat ini berita terkait virus corona yang penularannya lewat manusia dan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti didunia medis tentang obat penyakit corona msih dilakukan hingga akhirnya kasus ini menjadi buah bibir di masyarakat luas termasuk di Indonesia sendiri.

Siapakah yang menjadi korban? Pertanyaan yang singkat padat, dan jelas. Namun, memunculkan jawaban yang begitu panjang. Semua lapisan masyarakat, dari Sabang sampai Merauke, dari lapisan atas hingga bawah, dari seluruh profesi, dari Indonesia hingga dunia, semua merasakan dampak dari munculnya suatu kejadian pandemi Covid ini. Semua aspek kehidupan dari ekonomi, sosial, budaya, terlebih dalam dunia pendidikan merasakan dampak yang luar biasa dengan munculnya virus corona ini.

Bu, berangkatnya kapan? Bu, kapan ke sekolah pakai seragamnya? Pertanyaan yang selalu dilontarkan lewat whatssapp dari murid tingkat dasar kepada salah seorang guru yang dijawab dengan jawaban yang sama, “nanti, Coronanya masih ada, kita tunggu keputusan dari pemerintah ya, nanti di infokan lagi di grup whatssapp.” Setiap pagi guru secara kontinue memberikan pelajaran lewat daring, Ketika guru melewatkan waktu pemberian tugas ada sebagian wali murid yang mengingantkan gurunya. Mirisnya, ketika hasil tugas daring dikumpulkan lewat whatssapp tidak sedikit tugas tersebut dikerjakan bukan oleh murid bersangkutan. Hal ini sejalan dengan hasil penelusuran hasil tugas murid dengan tulisan tangan bukan tulisannya sendiri.

Strategi PAIKEM (Pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan) sekarang tidak lagi digunakan guru didalam kelas kepada muridnya, namun situasi saat ini mau tidak mau memaksa guru menerapkan strategi PAIKEM di dunia maya tanpa tatap muka dan hanya terjamah oleh mata saja.

Semua guru pada hakikatnya mengharapkan muridnya sukses, dan ingin mempermudah dalam belajar daring. Tidak sedikit gurupun harus belajar lagi tentang dunia digital dan aplikasi penunjang belajar dalam jaringan (daring), guru belajar penjalankan aplikasi google classroom, Zoom, Google Meet, Google Site, dan lain sebagainya dengan tujuan agar murid tidak bosan atau jenuh belajar daring. Guru memutar otak mencari informasi, menggali ide supaya PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) yang dilakukan tidak terkesan monoton.

Dari pengamatan saya, banyak sekali pro dan kontra atas pemberlakuan penggunaan aplikasi online diatas. Ada yang menyanjung karna putra-putrinya menjadi melek internet, tidak sedikit yang mencemoh bahkan menghujat dengan berdalih aplikasi tersebut rumit dan membuang waktu serta kuota untuk menginstallnya.

Argumen guru atas pemberlakuan aplikasi tersebut disampaikannya secara gamblang kepada kubu yang kontra. Bagai dua sisi mata uang yang saling berlawanan satu menghadap keatas dan sisi lainnya tertutup kebawah. Begitulah keterkaitan hubungan antara Corona dan dunia pendidikan.