Dilema Pendidikan di Masa Pandemi
Dilema Pendidikan di Masa Pandemi
Rizka Setianingsih, S.Pd
MA YPP Sukamiskin
Pada permulaan tahun 2020, Covid 19 masuk ke Indonesia. Masyarakat pun dipaksa untuk mengubah rutinitas mereka seperti dilarang keluar rumah, dilarang bekerja di kantor, dilarang berlibur, dilarang melakukan kegiatan belajar mengajar di sekolah, dsb. Covid 19 merambat sangat cepat, banyak korban berjatuhan bahkan tak sedikit yang sampai meninggal. Jumlah korban terus meningkat secara signifikan, virus pun terus bermutasi menjadi beberapa varian dari gejala rendah hingga berat. Oleh karena itu, pemerintah pun membatasi gerak masyarakat demi memutus mata rantai penyebaran Covid 19.
Akibatnya, beberapa sektor terdampak, termasuk pendidikan. Para siswa dituntut untuk belajar di rumah bersama orang tua. Hal itu pun menciptakan permasalahan baru di dunia pendidikan. Siswa, guru, dan orang tua dipaksa untuk cepat beradaptasi dengan sistem belajar daring (dibaca online), yang berarti belajar jarak jauh memanfaatkan teknologi yang sudah berkembang saat ini.
Berdasarkan data yang dikutip dari situs berita ayobandung.com, hasil dari suvey kepala seksi kurikulum disdik kota Bandung kepada guru, siswa, dan orang tua periode april hingga Juli yang melibatkan 44 ribu siswa, 4.000 orang tua siswa, dan 7.000 guru yang menjadi responden. Hasilnya, 89,6 % siswa menyatakan bosan disebabkan terlalu banyak tugas dari guru.
Disamping itu, para siswa tidak bisa bermain dengan teman sekelas. Saya sebagai guru yang mengajar di jenjang SMA pun merasa kasihan, mereka kehilangan momen putih abu-abu yang biasa kita kenang sepanjang usia. Beberapa siswa bahkan ada yang tidak memiliki gadget dan ada pula yang kesulitan membeli kuota. Apalagi yang tinggal di wilayah perdusunan yang jaringan internetnya tidak merata. Pembelajaran mereka pun semakin terbatas.
Orang tua pun mengalami kesulitan yang sama, mereka harus bekerja sambil mengajari anaknya. Bahkan ada pula yang menganggap anaknya sudah cukup dewasa-karena sudah SMA, sehingga tidak memantau kegiatan belajar di rumah. Ada pula orang tua yang masih gaptek (gagap teknologi) sehingga sulit mengikuti perubahan zaman. Masih dalam survey yang sama, 16,7% orang tua tidak mengerti konten dan 6,8% merasa terbebani. Selebihnya biasa-biasa.
Guru pun dituntut untuk lebih kreatif dan menciptakan inovasi pembelajaran agar belajar di rumah bisa berjalan dengan baik dan tetap menyenangkan. Namun kebanyakan belum siap menghadapi tantangan tersebut, 91,9% guru hanya memberi tugas selama masa belajar daring (masih dalam survey yang sama).
Sebetulnya ada beberapa platform pembelajaran daring yang bisa diakses oleh guru dan siswa secara gratis. Seperti Zenius Education, Quipper School, Ruangguru, Edmodo, dll. Platform pembelajaran daring tersebut diharapkan mampu mengantisipasi terhambatnya siswa dan guru melakukan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) di sekolah. Namun masalahnya apakah semua guru mampu mengoprasikan platform pembelajaran daring tersebut. Tak semua guru bisa teknologi. Belum lagi soal keadaan ekonomi guru terutama guru honorer yang gajinya hanya cukup untuk makan tiga hari. Semua platform pembelajaran daring harus terhubung ke internet dan itu memerlukan kuota yang cukup banyak. Itulah dilema pendidikan di masa pandemi ini.
Dari permasalahan-permasalahan di atas, saya sedikit memiliki saran, diantaranya:
- Perlu diadakannya pelatihan-pelatihan guru dan sosialisasi penggunaan platform pembelajaran online.
- Subsidi kuota untuk guru dan siswa harus lebih terasa di lapangan.
- Guru dan orang tua siswa harus lebih kompak demi kemajuan pendidikan siswa selama belajar di rumah.
- Guru harus lebih kreatif dan inovatif sehingga siswa tidak bosan belajar.
- Siswa harus lebih bijak menggunakan kuota internet. Utamakan mengerjakan tugas dibandingkan bersosial media.
Pandemi Covid 19 mengajarkan kita untuk lebih kreatif dan inovatif di tengah keterbatasan, melatih kesabaran kita, juga memaksa kita agar melek teknologi di tengah kondisi abad 21 yang segalanya serba cepat. Semoga pandemi ini cepat berlalu dan kita bisa kembali belajar di sekolah seperti biasanya.