Dua Sisi Dunia Pendidikan di Masa Pandemi
Dua Sisi Dunia Pendidikan di Masa Pandemi
Oleh: Yayan Sopian
Pandemi yang melanda bumi pertiwi, telah menyerang semua lini kehidupan. Covid-19 yang menyerang dan bersarang di tubuh manusia justru berdampak kepada semua sektor kehidupan. Pada manusia, Covid-19 menyerang dengan berbagai gejala. Dimulai demam tinggi, sakit tenggorokan, sesak pernapasan dan yang terkini gejala dari Covid-19 adalah anosmia, hilangnya indra rasa penciuman dan pengecap.
Ribuan nyawa telah melayang, dari yang tua, balita dan pemuda harapan bangsa menjadikan Covid-19 begitu mengerikan sehingga ditakuti oleh masyarakat bumi. Demi mencegah dan melindungi nyawa-nyawa yang tersisa, pemerintah mengeluarkan banyak kebijakan dimulai dari 5M (Mencuci tangan, Memakai masker, Menjaga jarak, Menjauhi kerumunan dan Mengurangi mobilitas), 3T (Testing, Tracing dan Treatment), Vaksinasi hingga PSBB. Upaya-upaya pencegahan memang berdampak positif untuk mencegah merebahnya wabah. Tapi disamping itu, PSBB juga menimbulkan gejolak lain di kehidupan masyarakat. Kalangan masyarakat pedagang kecil hingga pengusaha besar menjerit, karena aktifitas usaha dibatasi bahkan ada yang dipaksa ditutup sementara. Tentu, salah satu upaya agar mereka bertahan adalah dengan mengurangi beban operasional. Dimulai dari pengurangan upah hingga mengurangi pekerja meski dengan berat hati.
Di sektor pendidikan pemerintah mengeluarkan kebijakan agar kegiatan pembelajaran dilaksanakan secara daring (dalam jaringan). Sebuah kebijakan yang berdampak positif pada kemajuan literasi digital pada guru dan siswa. Dengan kebijakan pembelajaran secara daring, guru dan siswa dipaksa untuk terbiasa menggunakan berbagai flatform digital demi menjangkau satu sama lain meski tinggal masing-masing.
Namun,bumi pertiwi dengan bhineka tunggal ika-nya memang selalu menghadirkan berbagai problema. Tidak semua siswa mampu beradaftasi dengan kebijakan pembelajaran daring. Siswa dan orang tua dengan latar belakang ekonomi bawah justru menjerit karena kebijakan ini mengharuskan orang tua menyediakan perangkat gadget dan kuota untuk belajar anaknya yang harganya tidak murah bagi mereka.
Dengan kondisi pandemi yang menggoncang ekonomi orang tua siswa, hal itu justru bertolak belakang dengan kebijakan lembaga-lembaga pendidikan yang memiliki sensitifitas rendah. Dengan keadaan orang tua siswa yang penghasilannya berkurang, bahkan ada yang mengalami PHK tapi ada beberapa lembaga pendidikan yang tetap meminta biaya daftar ulang.
Namun, dalam kondisi seperti ini juga muncul sosok-sosok guru yang tersentuh nuraninya. Dengan segala keterbatasan yang ada, ada sosok-sosok yang turun ke bawah, mendatangi tempat-tempat tinggal siswa demi menyampaikan ilmu kepada mereka. Memang tidak masksimal seperti tidak maksimalnya belajar secara daring. Tapi sosok-sosok mereka justru menjadi obat rindu untuk siswa yang mengharapkan bertemu Bapak Ibu guru.
Andaipun pandemi ini sudah berakhir, dua sisi dalam kehidupan memang akan selalu ada. Namun kita semua pasti sama-sama berharap agar pandemi ini segera berhenti. Mari kita saling menjaga diri dan menjaga sesama, agar dunia pendidikan kembali bergairah.