GOTONG ROYONG PENDIDIKAN

GOTONG ROYONG PENDIDIKAN

GOTONG ROYONG PENDIDIKAN

Oleh: Ade Hidayat, S.Pd.

Akibat pandemi, saat ini dunia pendidikan kita tidak diragukan lagi menghadapi kondisi dilematis yang kompleks. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menemukan solusi yang paling tepat, termasuk memindahkan aktivitas belajar siswa dari sekolah ke rumah melalui skema Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Terhitung sejak Maret 2020 lalu, skema tersebut telah dilaksanakan, nyaris oleh seluruh satuan pendidikan di Indonesia. Dan, tentu saja, dalam kondisi krisis yang serba mendesak ini, harus kita akui bahwa PJJ tidak sepenuhnya mampu menjawab persoalan yang dihadapi oleh dunia pendidikan kita di masa pandemi ini.

Melihat itu, tidak sedikit di antara kita memandang secara pesimistis tumbuh-kembang generasi kita di masa mendatang. Mereka yang pesimistis cenderung memandang keadaan yang mendesak dan kurang persiapan itu sebagai keadaan menghambat tercapainya cita-cita pendidikan kita. Benarkah bagi kita bersikap seperti itu? Sebenarnya mampukah dunia pendidikan kita melewati krisis pendidikan di masa pandemi ini? Penulis meyakini kita pasti mampu. Bahkan kita bisa mengambil peluang dari fenomena ini. Tetapi, untuk merealisasikannya, keyakinan akan masa depan dan peluang tersebut tentu saja mesti disusul dengan pertanyaan-pertanyaan lanjutan: dari mana kita memulainya? Dan, bagaimana? Jawabannya ada pada diri kita sendiri sebagai satu bangsa.

Sejak ratusan tahun lalu, bangsa kita telah mengalami sejarah panjang perjuangan menghadapi krisis, dan yang paling besar tentu saja krisis kemanusiaan akibat penjajahan—yang juga berdampak pada krisis pendidikan. Dan tidak bisa dimungkiri bahwa beragam krisis yang datang silih berganti di masa lalu itu, rupanya turut membentuk identitas kita sebagai bangsa hingga saat ini (Winarno: 2015: 11).

Kesatuan nasib dan sejarah itu kemudian dimanfaatkan oleh para perumus negara kita di masa prakemerdekaan—baik dari kalangan ‘Ulama maupun politisi—dengan menyusun satu ideologi bangsa bernama Pancasila. Oleh karenanya, nilai-nilai Pancasila merupakan ideologi yang dapat kita gunakan sebagai titik pijak perjuangan melawan krisis pendidikan akibat pandemi saat ini. Salah satu nilai utama Pancasila yang dapat kita serap untuk menghadapi krisis pendidikan akibat pandemi saat ini adalah semangat gotong royong.

Gotong Royong Pendidikan dan Masa Depan Anak-Anak Kita

Masalah-masalah pendidikan yang diakibatkan oleh pandemi bersifat multidimensi. Permasalahan seperti itu menuntut penyelesaian yang saling terkait antara satu unsur dengan unsur lainnya. Krisis yang dunia pendidikan kita hadapi saat ini tentu tidak bisa diselesikan—misalnya—hanya bergantung pada peran satuan pendidikan, tanpa keterlibatan orang tua serta masyarakat secara aktif; begitupun sebaliknya, krisis ini juga tidak bisa diselesaikan hanya bertumpu pada peran orang tua saja tanpa keterlibatan satuan pendidikan dan masyarakat secara aktif.

Demi mengamankan generasi masa depan dari krisis pendidikan akibat pandemi saat ini, tidak ada cara lain kecuali dengan upaya gotong royong dari berbagai pihak untuk memperkuat hubungan antara sekolah dengan rumah. Penulis optimis, bahwa hikmah dari fenomena pandemi ini ialah terbentuknnya proses saling memperkuat hubungan antara sekolah dan rumah dalam konteks kegiatan belajar sepanjang hayat.

Jika sebelum fenomena pandemi, aktivitas belajar kita cenderung terfokus pada ruang-ruang kelas di sekolah atau kampus, maka saat ini pandemi secara alami telah menciptakan—kalau bukan mengembalikan—fungsi rumah sebagai ruang belajar. Dan, itu artinya pandemi telah menjadikan semua pihak terlibat secara aktif dalam aktivitas pendidikan. Menurut Wan Daud dalam bukunya yang berjudul Budaya Ilmu: Makna dan Manifestasi dalam Sejarah dan Masa Kini, kondisi yang merefleksikan keterlibatan setiap lapisan masyarakat dalam aktivitas belajar seperti itu, sebenarnya menjadi bekal yang amat baik untuk pembentukan budaya ilmu di tengah-tengah masyarakat (Wan Daud: 2019: 43). Sehingga, jika direnungkan secara positif, sejatinya ini merupakan peluang.

Bukan hanya itu, masih menurut Wan Daud, sejarah juga telah menjelaskan bahwa kehadiran tokoh-tokoh besar seperti Ibnu Sina hingga George Washington adalah bermula dari aktivitas pendidikan yang diperoleh dari rumah, melalui peran serta orang tua sebagai pendidik (Wan Daud: 2019: 69-76). Rumah, yang ditempati oleh para tokoh besar tersebut, bukan semata berfungsi sebagai tempat istirahat dan makan. Lebih dari itu, keluarga tersebut juga aktif mengisi rumah-rumah mereka dengan kegiatan-kegiatan belajar yang merefleksikan budaya ilmu yang tinggi.

Maka belajar dari penjelasan dan sejarah di atas, pandemi sejatinya telah mendorong dunia kita untuk menghadirkan rumah yang juga berfungsi sebagai ruang belajar. Jika ini dipandang secara positif sebagai peluang, kita bisa membayangkan di masa depan akan terwujud cita-cita masyarakat pembelajar sepanjang hayat, dan kita akan dapat menghindari krisis pendidikan akibat pandemi saat ini. Sehingga, tidak diragukan lagi bahwa fungsi rumah di tengah kondisi saat ini merupakan pengaman utama dari ancaman krisis generasi masa depan kita; serta sebagai tempat penyemaian masyarakat pembelajar sepanjang hayat.

Perlu diakui memang, bahwa tidak semua keluarga memiliki kemampuan untuk mewujudkan rumah sebagai ruang belajar. Maka perlu juga kiranya negara—melalui sekolah sebagai lembaga masyarakat, dan melalui komite sekolah sebagai partner pendidikan—berpartisipasi memberikan semacam pembekalan kepada orang tua, baik yang bersifat paradigmatik, misalnya berupa pemahaman mengenai penyemaian budaya ilmu melalui peran keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama; serta yang bersifat praktis, misalnya metode belajar yang efektif. Kesemua itu bisa disampaikan melalui webinar, diklat online, atau media-media lain yang disesuaikan dengan konteks yang dihadapi.

Penutup

Tidak ada satu bangsa pun yang luput dari dampak buruk pandemi saat ini, dan, tidak pula yang terbebas dari ancaman krisis pendidikan. Tetapi barangkali, kelak, ada di antara bangsa itu yang—melalui gotong royong berbagai pihak—mampu survive dengan kepala tegak, dan melahirkan generasi masa depan yang terbebas dari bayang-bayang gelap pandemi. Mereka adalah bangsa yang mampu menggali hikmah, dengan berpikir positif, dan memandang pandemi sebagai peluang, sebagaimana firman Allah, “… Dan barangsiapa yang dianugerahi kihmah, ia telah benar-benar dianugerahi karunia yang banyak….” (Q.S. al-Baqarah [2]: 269)

Tentu saja, kita berharap kita bersama anak-anak kita termasuk di antara bangsa itu.