HIKMAH PEMBELAJARAN DARING
HIKMAH PEMBELAJARAN DARING
Oleh. MUFIDAH (MTsN 1 Kota Cirebon)
Sejak adanya pandemic Covid-19, istilah daring begitu popular di lingkungan masyarakat, terutama dalam dunia Pendidikan. Dari anak Taman Kanak-kanak (Paud), Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, hingga para Mahasiswa Perguruan Tinggi di seluruh penjuru pelosok tanah air, tahu betul istilah yang sedang naik daun itu. Sudah bukan hal yang aneh lagi bagi putra putri kita membicarakan segala sesuatunya dengan kata yang satu ini, yaitu daring. Belajar dengan daring, ngobrol dengan daring, bahkan bekerja pun dengan daring. Sebetulnya apa sih daring itu?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, DARING merupakan singkatan dari Dalam Jaringan. Hal ini menunjukan bahwa harus adanya akses jaringan atau internet disertai perangkat lainnya, seperti computer, hand phone, dan lain sebagainya. Segala sesuatu yang berkaitan dan harus menggunakan jaringan, baik itu berupa teks, foto, suara, video, atau media-media lainnya dapat dikatagorikan sebagai daring. Bagaimana dengan pembelajaran daring?
Pembelajaran daring merupakan proses komunikasi belajar yang dilakukan oleh seorang pemberi pelajaran (guru/tutor/pendidik) dan para pembelajar melalui akses jaringan internet. Hal ini biasanya dilakukan secara jarak jauh di tempat masing-masing. Artinya walaupun ada tatap muka tapi dalam koridor jarak jauh, tak bisa saling menyentuh secara fisik namun tetap hati dan pikirannya focus pada hal yang sedang dihadapi. Dalam hal ini pembelajaran daring bisa melalui media social seperti whatsApp, google meet, google classroom, video conference, zoom, telegram, Instagram, dan yang lebih di kenal warga Madrasah adalah penggunakan aplikasi E-Learning dalam setiap proses pembelajaran, serta aplikasi-aplikasi lainnya yang sangat bervariasi dan inovatif sehingga para peserta didiknya tidak merasa jenuh.
Berbagai permasalahan-pun bermunculan dari hari ke hari. Permasalahan itu datangnya baik dari peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua sampai masyarakat, sejak hari pertama dilakukannya pembelajaran daring. Reaksi mereka beraneka ragam. Seperti para pendidik yang mulai sibuk dengan hal-hal baru yang harus dilakukan, yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Mencari formula baru agar proses pembelajaran tetap berlangsung walaupun dilakukan dengan daring. Mulailah membentuk grup-grup baru di media social yang mereka miliki, saling berbagi pengetahuan terutama yang berkaitan dengan teknologi. Begitu antusias para guru mengikuti berbagai tutorial-tutorial seputar aplikasi-aplikasi yang sekiranya akan bermanfaat dan dapat membantu tanggung jawab bagi diri terhadap para siswanya demi tercapainya tujuan Pendidikan Nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dalam situasi apapun. Dari hari ke hari, semangat belajar terus meningkat seiring tuntutan zaman now yang lebih banyak menggunakan teknologi canggih. Bagi para guru millennial, mungkin hal tersebut dirasakan tidak begitu sulit. Namun untuk para guru senior, yang terbiasa dengan media pembelajaran manual akan sangat terasa begitu menguras pikiran. Karena semangat tanggung jawabnya, maka tak aka nada yang sulit selama kita masih ada keinginan dan kemauan untuk maju, sehingga tidak ada hal yang mustahil di dunia ini.
Tidak hanya siswa, para guru pun tetap terus belajar. Tak ada kata menyerah, tak mengenal waktu, dunia guru sekarang sibuk dengan gadjet dan laptopnya masing-masing. Perjuangan para guru nampaknya tidak akan berhasil tanpa dukungan dari para siswanya itu sendiri. Begitu susah payahnya usaha dari para guru membuat formula rancangan pembelajaran, terbayar sudah rasa lelahnya manakala melihat respon dari para siswanya yang antusias dan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang pelajar, walaupun masih sangat jauh dari yang diharapkan.
Pendidikan dimaknai sebagai suatu proses yang berkesinambungan, diharapkan mampu untuk mengubah pola pikir dan perilaku seseorang. Dengan adanya pembelajaran daring ini, telah mengubah pola pikir masa lalu menuju masa depan yang penuh dengan tantangan sesuai masanya. Dulu, merasa gaptek dan anti medsos, kini para guru merasa tertantang dan tergugah untuk mau belajar lagi terhadap ilmu dan pengetahuan yang baru, terutama teknologi, dan mencoba masuk ke dunia maya. Sedikit demi sedikit ahirnya guru senior dapat berdampingan dengan para guru millennial, hanya dengan bermodalkan “kemauan”. There is will there is way. Semoga tetap istiqomah dan niatkan tholabul ilmi agar bernilai ibadah. Aamiin.