IMPLEMENTASI BLANDED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN AL-QUR’AN HADIS; PASTI ANTI “BURNOUT”
IMPLEMENTASI BLANDED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN AL-QUR’AN HADIS; PASTI ANTI “BURNOUT”
Oleh : Dian Wildan, A.Md. TBA,. S.Pd.I., M.Pd.
Awas, suara sirine tanda bahaya di dunia pendidikan telah berbunyi. Ini lebih mengkhawatirkan dari suara mobil ambulance yang tiap hari terdengar akhir-akhir ini. Tanda bahaya ini karena peserta didik kita saat ini tengah mengidap “burnout”, yaitu kejenuhan dalam belajar.
“Burnout” atau kejenuhan belajar disebabkan berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain media atau materi yang kurang menarik karena penyajian materi selama proses pembelajaran daring dilakukan secara monoton. Banyaknya tugas yang diberikan dengan disertai pemberian materi tanpa penjelasan mendalam. Hal tersebut menimbulkan ketidakpahaman materi pada peserta didik. Akibatnya, timbul rasa malas, kehilangan semangat, stress, susah tidur, lelah dan bosan terhadap materi pelajaran. Selain itu pengaruh lingkungan belajar di rumah yang kurang mendukung seperti ramai, berisik, dan tidak nyaman juga menimbulkan kejenuhan dalam belajar (Ruci Pawicara dan Maharani Conilie, 2020).
“Burnout” atau kejenuhan belajar berakibat negatif terhadap kelangsungan belajar dan pendidikan anak, sehingga terjadi kasus putus sekolah. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyebutkan, jumlah anak putus sekolah cukup tinggi selama pandemi Covid-19 (Kompas. 2021).
“Burnout” dapat berakibat perubahan perilaku. Peserta didik yang mengalami kejenuhan belajar cenderung mudah marah, mudah kecewa, dan rasa frustasi. Perubahan perilaku buruk ini berakibat menurunnya konsentrasi dan daya serap belajar. Karena kejenuhan adalah letak titik buntu dari perasaan dan otak akibat tekanan belajar yang berkelanjutan (Arirahmanto, 2018).
Tantangan mengajar terasa semakin berat bagi guru mata pelajaran Al-Qur’an Hadis. Mata pelajaran ini menuntut kompetensi membaca dengan fasih, menerjemahkan, memahami, menyalin, menghafal, dan menyimpulkan, serta mengamalkan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis pilihan. Maka sudah dapat dipastikan bahwa peserta didik akan mengalami kejenuhan belajar Al-Qur’an Hadis atau “burnout” yang berat.
Qadarullah, ternyata ditemukan model pembelajaran yang menyenangkan dan anti “burnout”. Model pembelajaran anti “burnout” jawabannya adalah model “Blended Learning”. Apa itu Blended Learning? Model Blended Learning pada dasarnya merupakan gabungan keunggulan pembelajaran yang dilakukan secara tatap-muka dan secara virtual. Blended Learning adalah pembelajaran yang menggabungkan berbagai cara penyampaian, model pengajaran, dan gaya pembelajaran, memperkenalkan berbagai pilihan media dialog antara fasilitator dengan orang yang mendapat pengajaran (Savima.com, 2020).
Menurut Semler (2005) “Blended learning combines the best aspects of online learning, structured face-to-face activities, and real world practice. Online learning systems, classroom training, and on-the-job experience have major drawbacks by themselves. The blended learning approach uses the strengths of each to counter the others’ weaknesses.”
Dari pengertian di atas, penulis berpendapat bahwa model pembelajaran Blended Learning pada prinsipnya guru harus berani menggabungkan, memadukan, dan mengkolaborasikan berbagai media, kompetensi guru, skill, dan fasilitas sekolah ataupun di luar sekolah menjadi satu sajian proses belajar yang menarik, atraktif, modern, tanpa menghilangkan esensi materi atau tujuan pembelajaran.
Bagaimana implementasi Blended Learning dalam mata pelajaran Al-Qur’an Hadis? Seorang guru Al-Qur’an Hadis wajib memiliki empat kompetensi tambahan berikut: (1) mampu mengelola kelas virtual, (2) memiliki e-learning, (3) memiliki skill mengaplikasikan berbagai media digital, seperti video editing, edit gambar, mampu men-delivery ke media sosial (FB, YT, Istagram, Tiktok, dan lain-lain), dan (4) menguasai materi esensial mata pelajaran Al-Qur’an Hadis.
Bagaimana mengaplikasikan Blended Learning dalam pembelajaran? Sesuai dengan namanya Blended Learning, maka guru mata pelajaran Al-Qur’an Hadis harus memadukan seluruh kompetensi tambahan di atas. Guru Al-Qur’an Hadis memulai dari menentukan materi esensial. Materi Al-Qur’an Hadis yang akan disajikan tidak boleh terlalu banyak, maksimal 50% dari seluruh materi pelajaran dari keseluruhan. Bila dihitung jumlah Al-Qur’an dan Hadis yang akan dipelajari dalam satu semester itu sekitar dua sampai dengan tiga ayat Al-Qur’an dan Hadis sudah cukup, jangan terlalu banyak.
Selanjutnya, guru mata pelajaran Al-Qur’an Hadis membuat e-learning. Media ini memuat materi keseluruhan mata pelajaran Al-Qur’an Hadis dalam satu tahun kalender akademik. Materi dapat disalurkan atau disajikan dengan berbagai media, sesuai dengan karakter media yang akan digunakan. Seperti, untuk penjelasan lengkap sebuah tema yang terkandung di dalamnya ayat-ayat Al-Qur’an sebagai rujukan ataupun hadis, maka dilevery-nya melalui Facebook. Melalui FB, dapat disusun tulisan yang menjelaskan tentang penjelasan ayat Al-Qur’an dan Hadis. Apabila penjelasannya melalui lisan lebih digemari peserta didik, maka guru dapat membuat video creator untuk di-upload di Youtube. Untuk membuat ringkasan dapat digunakan media Instagram atau yang lagi populer, pakai saja Tiktok.
Penjelasan tiga alinea di atas merupakan tahap persiapan. Ibaratnya, guru yang mengajar dengan daring dituntut seperti pilot pesawat terbang, bukan driver ojol. Di dalam ruangan kabin pesawat terbang, begitu banyak tool yang harus dikuasi supaya dapat mengorprasikan. Saking banyaknya, dibutuhkan co-pilot untuk membantu supaya pesawat bisa terbang dengan selamat, penumpangpun senang.
Disinilah kuncinya, kompetensi “digital terapan” menjadi kompetensi tambahan guru yang akan menentukan apakah pembelajaran online-nya diminati oleh peserta didik atau sebaliknya malah menjadi penyebab peserta didik putus sekolah. Wow… dahsyat sekali pengaruhnya.
Kita lanjut pada tahap in-action. Guru Al-Qur’an Hadis menyajikan pertemuan on-line dengan tatap muka melalui media Zoom atau yang lainnya seperti Webex. Pakailah Zoom Premium (paling tidak pakai Zoom education), jangan pakai Zoom yang hanya 40 menit (gratis sih…). Gunakan pula aplikasi OBS (Open Broadcast Software), supaya kerja dan layanan Zoom dapat tampil dengan optimal. Fitur OBS akan memanjakan mata peserta didik serasa mereka menyaksikan konten video creator para gamers yang sudah menyajikan tayangan video dengan sangat menarik.
Mindset yang harus dirubah dari para guru adalah bahwa dalam pembelajaran online atau lebih khusus lagi dengan menggunakan model Blended Learning, mengajar tidak lagi pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh seorang diri, melainkan harus menjadi menjadi team teaching. Contohnya dalam mengajar Qur’an Hadis melalui Zoom maka membutuhkan guru yang mengoprasikan tayangan OBS. Kemudian ada guru yang mengoprasikan dan mengendalikan aplikasi Zoom. Sedangkan guru mata pelajaran Al-Qur’an Hadis berperan sebagai artisnya, dengan penampilan yang powerfull.
Memang tidak murah dan tidak mudah untuk menyajikan pembelajaran daring yang menarik, tidak garing. Guru wajib memiliki kompetensi “digital terapan” dengan mengikuti pelatihan-pelatihan. Sekolah wajib menyediakan perangkat yang mumpuni, seperti studio pembelajaran. Semuanya merupakan kebutuhan di era sekarang, masa pandemi ataupun masa normal. Saat ini, perpaduan media digital dan pertemuan real merupakan kelas untuk melahirkan manusia modern yang bertaqwa. Allah berfiman dalam QS Al-Baqarah: 282, “Bertaqwalah kepada Allah, maka Allah akan mengajarkan pengetahuan kepadamu.”