Kegagapan Pembelajaran Online dengan Sekejap Tugas Menumpuk
Kegagapan Pembelajaran Online dengan Sekejap Tugas Menumpuk
Oleh
Heri Hendriana
Terhitung sejak diumumkannya wabah covid-19 sebagai pandemi, dan diberlakukannya rotokol kesehatan di berbagai negara yang berimbas pada pengurangan aktifitas kontak fisik secara langsung, menyebabkan berbagai Institusi yang ada harus menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut. Institusi pendidikan adalah salah satu yang harus melakukan penyesuaian dengan mengalihkan kegiatan belajar-mengajar ke sistem daring. Metode permbelajaran secara daring ini adalah cara yang paling efektif dan yang terbaik sejauh ini dalam menghadapi situasi wabah covid-19. Namun ada pertanyaan lanjutan yang perlu kita ketahui, yaitu apakah metode pembelajaran secara daring harus terus diterapkan setidaknya hingga akhir tahun, atau hingga virus corona benar-benar menghilang ?
Penyebaran virus Sars-Cov-19 di Indonesia memberikan dampak besar terhadap pendidikan. Menteri Pendidikan melalui Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19), menghendaki agar seluruh peserta didik bisa mendapatkan layanan pendidikan yang optimal namun tetap mengutamakan protokol kesehatan, guna memutus rantai Covid-19 semaksimal mungkin.. Proses pembelajaran yang semula bersifat konvensional (tatap muka di kelas) harus bertransformasi menjadi pembelajaran daring (online) yang dapat dilakukan tanpa terbatas tempat dan waktu. Perubahan sistem pembelajaran yang mendadak membuat banyak pihak belum siap sarana prasarananya khususnya pengadaan gawai, sepenuhnya untuk melakukan pembelajaran secara daring (online). Selama pembelajaran daring, banyak peserta didik yang mengeluh bosan dan jenuh karena metode pengajaran dirasa semakin monoton dan tidak efektif, dan sebagian orang tua yang terbebani untuk menami anaknya belajar daring, juga kesulitan dalam biaya untuk paket internet. Disamping itu banyak pendidik yang masih gagap dalam melakukan pengajaran menggunakan sistem online, karena terbiasa melakukan pembelajaran secara konvensional.
Pembelajaran online atau daring menjadi alternatif yang kian membias di tengah merebaknya virus corona. Pandemi ini menuntut semua lembaga, tanpa pengecualian untuk menggunakan sarana media digital dalam kegiatan belajarnya semaksimal mungkin. Berbagai sekolah berlomba-lomba menelisik cara-cara yang efektif dalam mentransmisikan sistem pengajarannya. Perkembangan teknologi yang kian canggih mengakomodasi dan memobilisasi sistem pembelajaran ini.
Media bisa menjadi tolok ukur sejauh mana pembelajaran online dinyatakan masih minim atau telah maksimal. Selain itu, kegagapan para pendidik dan peserta didik dalam mengakses daring. Bisa saja jaringan dan fasilitas lengkap, tetapi kemampuan kedua belah-pihak sangat dan hal amat sangat ini berpengaruh dalam penerapan sistem daring. Kegagapan dari keduanya atau salah satu dari keduanya akan membuat kecanduan minimalis daring tak terobati. Kerentanan-kerentanan ini yang menghadirkan berbagai potret ketidakpuasaan dan ketidakefektivan dari sistem daring darurat selama pandemi Covid-19.
Pembelajaran online hanyalah judul belaka. Banyak pendidik kebingungan, dalam waktu singkat harus mempelajari macam-macam sarana pembelajaran daring. Karena tuntutan segera melanjutkan proses pembelajaran, metode ralat dan galat (trial and error) terpaksa di terapkan. Dan yang terjadi adalah para pendidik hanya dan selalu memberikan tugas online setiap kali jam pelajarannya, tanpa mengadakan tatap muka dengan menggunakan berbagai aplikasi yang ada. Tanggungjawab utama dari para pendidik bahwa mereka tidak hanya sadar, akan prinsip-prinsip umum pembentukan pengalaman saat ini dengan menciptakan kondisi, tetapi mereka juga menerima dalam bentuk konkret hal-hal di sekitarnya yang sangat kondusif bagi perolehan pengalaman yang menuntun pada pertumbuhan dan pencapaian ilmu yang diperoleh peserta didik. Namun situasi sekaramg sangat memberi beban pada peserta didik dan membuat pengalaman belajar menjadi sesuatu yang membosankan, bahkan bisa sampai pada titik kejenuhan dan berdampak pada tidak berkualitasnya pendidikan yang diperoleh. Peserta didik terengah-engah mengikuti proses pembelajaran, sementara tugas menumpuk. Mereka dituntut bertransformasi jadi pembelajar mandiri dalam waktu semalam. Ini didasarkan kegagapan para pengajar yang tidak mempunyai skill khusus dalam bidang ini atau tidak adanya keseriusan dari pihak sekolah dalam merespon dan memaksimalkan perkembangan teknologi dalam dunia pendidikan. Hal ini nyata ketika dunia pendidikan berhadapan dengan situasi pandemi. Ada begitu banyak lembaga pendidikan yang tidak siap untuk melaksanakan sistem pembelajarannya secara online. Jika terjadi, maka itu bisa saja ikut-ikutan dan terpaksa. Rasanya pendidikan gaya lama masih sangat dominan.
Pembelajaran daring di tengah pandemi Covid-19 sering dikatakan sebagai kurikulum darurat. Kurikulum ini bisa dikatakan sebagai babak baru dalam sistem pendidikan di Indonesia. Ketersediaan software (piranti lunak), website, akses internet, listrik, gadget, dan komputer menjadi ciri khas implementasi model ini. Karakteristik proses pendidikan abad ke-21 selalu menemui tantangan dan juga sekaligus mendatangkan peluang baru. Gejala ini hadir sebagai konsekuensi dari perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.Yang lebih penting bagaimana orang tua menemani anak-anaknya saat belajar hal ini guna mendorong kesadaran para orang tua lebih berperan dan memberikan dukungan pada anak-anak dengan membudayakan membaca.
Semoga wabah Covid-19 ini tidak hanya membawa kepanikan di ruang publik, tetapi ini menjadi salah satu titik pacu bagi bangsa Indonesia, khususnya pemerintah dan kementerian terkait untuk berkonsentrasi penuh mengerahkan seluruh anggaran pendidikan tahun ini untuk menciptakan kurikulum virtual, proses belajar mengajar via teknologi daring, sambil menyiapkan sarana prasarana pendukung, ketersediaan jejaring internet, manajerial demokratis yang berdaya saing, sampai pada keterlibatan masyarakat secara berkelanjutan. Pemerataan kualitas dan kuantitas pendidikan di Indonesia menjadi kewajiban yang mesti diprioritaskan, sesuai amanat sila ke-5 Pancasila; keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Indonesia yang adil; sama rasa–satu rasa, proses pendidikan wajib memberi kenyamanan bagi seluruh peserta didik dan pendidik.