Keluarga Sebagai Pintu Utama Pendidikan Karakter di Masa Pembelajaran Online

Keluarga Sebagai Pintu Utama Pendidikan Karakter di Masa Pembelajaran Online

Keluarga Sebagai Pintu Utama Pendidikan Karakter di Masa Pembelajaran Online

Yeni Iryani, S.Ag., M.Pd.I.

MIN BANDUNG

 

Saat ini pendidikan di Indonesia sedang menghadapi tantangan yang sangat berat. Dengan merebaknya virus Pandemi Covid 19, untuk memutus mata rantai penyebaran virus Kementerian Pendidikan mengeluarkan kebijakan yaitu dengan meliburkan sekolah dan mengganti proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dengan menggunakan sistem dalam jaringan (daring). Dengan menggunakan sistem pembelajaran secara daring membuat para pendidik berpikir kembali, mengenai model dan metode pembelajaran yang akan digunakan.

Tidak semudah yang dibayangkan, pembelajaran daring mengalami berbagai tantangan dan hambatan. Selain masalah jaringan dan media (gadget) , Siswa dan guru yang belum terbiasa melakukan pembelajaran daring  cukup kebingungan dalam penyampaian materi, terutama untuk pendidikan di tingkat dasar, orang tua yang tidak terbiasa dengan mendampingi pembelajaran anak-anaknya  menimbulkan banyak pro dan kontra yang seakan memojokan para guru dalam proses pembelajaran daring karena para orang tua kebingungan dengan tugas-tugas yang diberikan dari guru. 

Dengan adanya kebijakan pemerintah meliburkan kegiatan pembelajaran di sekolah, maka keluarga (orang tua) memiliki peranan yang sangat penting dalam keberlangsungan proses pembelajaran. Lingkungan keluarga itu amat dominan dalam memberikan pengaruh-pengaruh terhadap anak-anak, sehingga dapat dikatakan bahwa lingkungan keluarga dalam kaitannya dengan pendidikan sangat menentukan keberhasilannya. Sehingga amat disayangkan kalau kesempatan yang baik dari lingkungan pertama yaitu keluarga itu disia-siakan atau dilalui anak tanpa pendampingan. 

Pembelajaran di rumah juga memberikan peluang yang cukup banyak bagi para orang tua untuk penanaman pendidikan karater bagi anak. Oleh karena, pembangunan sumber daya manusia harus dilandasi karakter yang kuat. Agus Wibowo (2012) dalam bukunya Pendidikan Karkater: Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban, mengatakan bahwa orang tua itu seorang panutan yang baik manakala ia selalu bersikap konsisten pada apa yang ditanamkannya. Terlebih, kebiasaan belajar yang diasah bersama akan menjadi sesuatu yang tak ternilai. 

Dalam hubungannya dengan kelanjutan pendidikan atau kehidupan anak di masa mendatang, maka pendidikan di lingkungan keluarga, termasuk di dalamnya pendidikan agama, hal itu merupakan sebagai tindakan pemberian bekal kemampuan dari orang tua terhadap anak-anaknya. Dalam hubungannya dengan pendidikan di sekolah maka sebagai persiapan untuk mengikuti pendidikan atau sebagai pelengkap dari pendidikan yang berlangsung di bangku sekolah. Dan sebagai upaya untuk mempersiapkan diri agar anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Pada dasarnya dorongan pelaksanaan pendidikan dalam keluarga itu atas dasar cinta kasih seseorang terhadap darah dagingnya (anak), dorongan sosial dan dorongan moral. Akan tetapi dorongan yang lebih mendasar lagi bagi umat Islam khususnya adalah karena dorongan syara (ajaran Islam), yang mewajibkan bagi orang tua untuk mendidik anak-anak mereka, lebih-lebih pendidikan agama. Sebagaimana firman Allah dalam surat At Tahrim, ayat enam sebagai berikut:

يَأيُّهَاالّذِيْنَ أمَنُوْا قُوْاأَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًاوَّقُودُهَاالنَّاسُ وَاْلحِجَارَةُ عَلَيْهَامَلئِكَةٌ غِلاَ ذٌاشِدَادٌلاَّ يَعْصُوْنَ اللهَ مَآأَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَايُؤْمَرُنَ

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya Malaikat-Malaikat yang keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkannya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkannya”.

Dan hadits Rasulullah saw, sebagai berikut:

مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلى اْلفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْيُنَصِّرَانِهِ أَوْيُمَجِسَّانِهِ.

Artinya:

“Dari Abu Huraerah radhiallahu anha, sesungguhnya Rasulullah saw, bersabda: “Tiada seorang anak pun dilahirkan, melainkan dilahirkan dalam atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (Hadits Riwayat Bukhory).

Dari ayat-ayat di atas, yang diikuti oleh sabda Rasulullah saw, memberikan isyarat bahwa ibu dan bapak mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anak mereka baik dalam kaitannya dengan proses belajar-mengajar yang sedang dialaminya di lingkungan sekolah maupun dalam upaya memberikan kesiapan untuk menghadapi pendidikan di sekolah atau sebagai upaya sosialisasi terhadap anak-anak, sehingga menjadi generasi penerus yang berguna dan mampu menyesuaikan diri.

Ketika ada orangtua mengeluh tentang pola pembelajaran jarak jauh dengan pemberian tugas, dan lainnya. Mari bermuhasabah diri,  pemberian tugas itu dimaksudkan untuk anak tetap belajar di rumah. Anak tetap menerima pembelajaran dari gurunya di sekolah. Walaupun orangtua kewalahan, merasa jengkel dan lainnya. Tapi mari kita sadari itulah yang dialami oleh bapak ibu guru anak-anak kita di sekolah, seandainya mereka tidak mau mengerjakan tugas, tidak memperhatikan, dsbnya, pasti gurunya marah dan kesal. Dengan adanya pembelajaran daring ini para orang tua harus berkolaborasi dengan guru dalam hal pembelajaran dan kemajuan anak-anaknya. Memang ini bukanlah hal yang mudah tapi kerjasama antara guru dan orang tua sangatlah penting dan memiliki peranan yang utama dalam hal pendidikan. Pembangunan karakter disiplin anak semakin hari semakin meningkat karena mereka dituntut harus mengerjakan tugas. Dalam hal ini tidak dipungkiri orang tua yang sangat berperan. 

Ada dua peran yang paling bertanggung jawab dalam mengemban tugas untuk pendidikan karakter anak, yaitu orang tua dan guru. Seorang guru mempunyai peran sebagai orang tua anak di sekolah. Sehingga menjadi guru bukan hanya bertanggung jawab memberikan asupan pelajaran, melainkan harus mampu mendidik moral, etika, dan karakter pada anak didiknya.  Melalui konsep Trilogi pendidikan yang di kemukakan Ki Hadjar Dewantara, orang tua juga harus dapat mengatasi permasalahan pendidikan karakter pada di rumah. Trilogi pendidikan tersebut berisi tiga semboyan yaitu, Ing Ngarsa Sung Tuladha berarti di depan memberi teladan atau contoh yang baik, Ing Madya Mangun Karsa yang berarti di tengah anak, orang tua harus mampu menciptakan prakarsa serta ide, dan Tut Wuri Handyani berarti dari belakang orang tua harus mampu memberikan dorongan dan arahan. Sehingga orang tua guru bukan mendidik tetapi juga menanamkan pendidikan karakter.

Dengan adanya pandemi covid 19 para orang tua sekarang berperan aktif mengawasi anak-anaknya dalam pembelajaran, mereka tidak lagi acuh terhadap anaknya. Mereka selalu memeriksa bahkan menanyakan tugas apa saja yang hari ini sudah dikerjakan atau mereka juga ikut membantu mengarahkan anaknya dalam mengerjakan tugas. Sikap tanggung jawab pada diri anakpun makin hari makin meningkat, anak- anak lebih bisa berkomunikasi dan saling bertukar pendapat dengan teman dan gurunya. Cara beribadahpun lebih disiplin karena anak- anak selalu dalam pengawasan orang tua. Dari uraian singkat diatas makin jelas terlihat kalau peran orang tua sangat berpengaruh terhadap kemajuan pendidikan anak dan peran orang tua juga sangat penting dalam membangun karakter anak. Anak memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, akhlak yang baik, atitude yang baik pula, harus dibangun sejak dini dimulai dari keluarganya. Sekolah menjadi jembatan unuk menambah keilmuan para siwa dalam melengkapi ilmu pengetahuan.