KESEHATAN MENTAL PESERTA DIDIK DI MASA PANDEMI
KESEHATAN MENTAL PESERTA DIDIK DI MASA PANDEMI
Oleh:
Asep Befi Hermawan, S.Pd.I
Guru MAN 2 Kota Sukabumi
Senin tanggal 02 Maret 2020 di Istana Kepresidenan Jakarta, Presiden Republik Indonesia Bapak Ir. Joko Widodo mengumumkan secara resmi bahwa Indonesia menjadi salah satu negara positif virus corona (Covid-19) (kompas.com, 03/03/2020). Dua minggu pasca diumumkannya kasus pertama Covid-19 di Indonesia, virus corona menyebar dengan cepat di negeri ini. Per tanggal 16 Maret 2020, sudah 134 kasus positif virus corona ditemukan di Indonesia (detik.com 17/03/2020). Hal ini tentu menjadi awal sebuah bencana bagi negeri ini, pandemi virus corona sudah sangat nyata di depan mata.
Dalam menghadapi situasi yang genting tersebut pemerintah melakukan berbagai macam upaya untuk menekan laju penyebaran virus corona. Salah satunya adalah dengan dikeluarkannya Surat Edaran Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 tentang Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19 yang ditandatangani oleh Mendikbud RI Nadiem Makarim pada hari Selasa 17 Maret 2020. Dengan dikeluarkannya surat edaran tersebut maka mulai tanggal 18 Maret 2020 kegiatan pembelajaran di semua jenjang pendidikan dilaksanakan secara dalam jaringan (daring) dari rumah masing-masing.
Babak baru sistem pendidikan di Indonesia pun dimulai. Kegiatan pembelajaran yang biasanya mempertemukan guru dengan peserta didik di dalam kelas kini menjadi pertemuan secara daring saja. Beragam aplikasi pun harus digunakan oleh guru dan peserta didik guna terlaksananya kegiatan pembelajaran secara daring. Guru dan peserta didik mencoba beradaptasi secara cepat dengan berbagai macam aplikasi pembelajaran dan pertemuan virtual seperti: e-learning, google classroom, google meeting, zoom meeting dan lain-lain.
Guru dan peserta didik seolah dipaksa untuk mengubah semua kebiasaan lamanya dalam kegiatan pembelajaran menjadi kebiasaan baru yang serba digital dan daring. Guru dan peserta didik yang biasanya bertegur sapa dan saling senyum secara langsung kini hanya bisa melalui layar gawai atau bahkan hanya sebatas kirim emoticon saja. Semua komunikasi dan interaksi antara guru dan peserta didik saat ini sangat terbatas pada aplikasi gawai saja. Keterbatasan interaksi ini tentu mereduksi komunikasi tubuh atau gesture yang sering guru lakukan kepada peserta didik guna bisa berempati dan mendapatkan perhatian yang sempurna saat menyampaikan pembelajaran.
Kebiasaan sehari-hari peserta didik pun berubah drastis. Kebiasaan peserta didik untuk bangun pagi kemudian sholat shubuh, mandi, bersiap dan sarapan sebelum berangkat sekolah berubah. Peserta didik yang biasanya berlarian masuk gerbang sekolah/madrasah supaya tidak terlambat sudah tidak tampak lagi. Kebiasaan peserta didik berpakaian rapih, bersih dan disiplin waktu sedikit demi sedikit semakin tergerus. Tidak bisa dipungkiri bahwa belajar dari rumah secara daring membuat peserta didik kita menjadi cenderung leha-leha, bangun siang dan santai di rumah. Bahkan sering terdengar istilah “kaum rebahan” dari mereka.
Kini kita semua menyadari, bahwa kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi tidak bisa menggantikan peran guru dan sekolah/madrasah. Pembelajaran daring yang kurang maksimal dalam mendisiplinkan peserta didik menjadi bukti bahwa sampai dengan saat ini sistem pendidikan yang terbaik adalah bertemunya guru dan peserta didik di sekolah/madrasah. Karena untuk pendidikan karakter peserta didik tidak bisa mendapatkannya hanya melalui daring saja. Peserta didik butuh teladan dan perhatian secara penuh dari guru mereka secara nyata atau tatap muka di sekolah/madrasah.
Belajar dari rumah secara daring ini membagi peserta didik sedikitnya ke dalam dua kelompok. Kelompok yang pertama adalah peserta didik yang merasa diuntungkan karena mereka merasa lebih santai, tidak terikat dengan tata tertib sekolah/madrasah dan bahkan bisa meninggalkan pembelajaran daring semaunya. Sedangkan kelompok kedua adalah peserta didik yang merasa dirugikan karena keinginan untuk mengekspresikan diri di kelas dan menggali informasi dari guru maupun buku-buku di perpustakaan menjadi sangat terbatas.
Seiring fluktuasi jumlah kasus covid-19 pemerintah berulang kali mewacanakan kegiatan pembelajaran tatap muka. Namun sampai dengan saat ini wacana tersebut hampir selalu gagal karena peningkatan kembali jumlah kasus covid-19. Kalaupun sudah dilaksanakan tatap muka di sebagian daerah di Indonesia, itu tidak berlangsung lama dan proses pembelajaran kembali dilaksanakan secara daring. Bagi peserta didik kelompok pertama hal ini menyenangkan namun bagi peserta didik kelompok kedua hal ini tentu sangat mengecewakan.
Keadaan ini tentu berpengaruh terhadap kesehatan mental kedua kelompok peserta didik tersebut. Jika pandemi ini tak kunjung usai dan pembelajaran terus menerus dilaksanakan secara daring, ini akan membuat peserta didik kelompok pertama menjadi semakin tidak disiplin, malas dan hilang motivasi belajar. Bahkan dampak negatif yang lebih buruk adalah mereka mengisi waktu luang mereka dengan hal-hal negatif seperti tawuran, narkoba dan kenakalan remaja lainnya. Sedangkan bagi peserta didik kelompok kedua jika terus menerus belajar secara daring maka dikhawatirkan mereka kehilangan semangat belajar dan kepercayaan diri mereka. Keadaan ini jelas sangat berpengaruh buruk terhadap kesehatan mental kedua kelompok peserta didik tersebut.
Kesehatan mental peserta didik sangat penting untuk diperhatikan. Karena seseorang yang bermental sehat dapat menggunakan kemampuan atau potensi dirinya secara maksimal dalam menghadapi tantangan hidup, serta menjalin hubungan positif dengan orang lain. sebaliknya, orang yang kesehatan mentalnya terganggu akan mengalami gangguan suasana hati, kemampuan berpikir, serta kendali emosi yang pada akhirnya bisa mengarah pada perilaku buruk (promkes.kemkes.go.id, 08/06/2018). Kesehatan mental peserta didik yang buruk tentu membuat tujuan pendidikan dan pembelajaran menjadi sulit tercapai.
Saat ini pemerintah tengah berupaya untuk melindungi kesehatan fisik peserta didik dari paparan virus corona melalui kebijakan belajar dari rumah secara daring. Namun kita lupa bahwa kesehatan mental peserta didik pun harus dilindungi dan diperhatikan. Maka kita sebagai guru harus berupaya melindungi kesehatan mental peserta didik. Sehingga peserta didik kita tetap dalam keadaan sehat baik dalam segi fisik maupun mental dan selanjutnya mampu menjadi generasi emas Indonesia.
Kesehatan mental yang baik adalah kondisi ketika batin kita berada dalam keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar (promkes.kemkes.go.id, 08/06/2018). Kondisi seperti inilah yang harus dialami oleh peserta didik sehingga kesehatan mental mereka tetap terjaga. Agar kondisi ini dapat terwujud kita dapat berkoordinasi dengan kedua orang tua peserta didik ataupun anggota keluarganya yang lain. Sehingga kita dapat memantau kegiatan dan perilaku peserta didik selama belajar dari rumah. Kita juga harus sering memberikan motivasi dan pemahaman kepada mereka agar mereka dapat menyikapi keadaan ini secara optimis dan selalu berfikir positif. Meskipun hanya secara daring namun mudah-mudahan bisa tetap menjaga kesehatan mental mereka, sambil berharap, berdo’a dan bersujud kepada Allah SWT agar pandemi ini segera berkahir. Aamiin Yaa Robbal’alamiin.