Learning From Home Sebagai Living Kurikulum di Masa Pandemi

Learning From Home Sebagai Living Kurikulum di Masa Pandemi

Learning From Home Sebagai Living Kurikulum di Masa Pandemi

Oleh : Anjar Siswo Saputro, S.Pd.Gr

Guru MTs N 3 Kota Bekasi

Mengawali tahun pelajaran 2021/ 2022 seluruh kegiatan pembelajaran pada jenjang sekolah dasar maupun menengah  masih tetap menggunakan model pembelajaran dari rumah atau sering disebut dengan istilah Learning From Home (LFH). Dalam kegiatan pembelajaran secara virtual dengan menggunakan model daring (dalam jaringan) ini, peserta didik tetap diwajibkan untuk tertib, sopan, dan rapi. Tidak sedikit sekolah yang meawjibkan peserta didiknya untuk menggunakan seragam sekolah lengkap saat mengikuti pembelajaran virtual, misalnya saat tatap muka dengan zoom, Gmeet maupun platform pembelajaran virtual lainnya. Tentu saja sebelum pembelajaran dimulai para siswa harus mempersiapkan diri dengan baik mulai dari bangun pagi, mandi, sarapan, memakai seragam dengan rapi dan sebagainya layaknya mereka bersekolah secara off line (klasikal).

Beberapa peristiwa tersebut hanyalah sebagian contoh kecil dari perubahan pola perilaku positif peserta didik akibat adanya gelombang pandemi Covid 19, di sisi lain kondisi ini menjadi semakin tidak nyaman ketika semua informasi di ruang publik sedemikian rupa mengeksplor berita-berita tentang meledaknya angka penyebaran virus Covid 19 yang semakin mengkhawatirkan, sepertinya di lorong bumi ini tidak ada tempat yang steril dari virus Covid 19.

Sejak wabah Covid 19 dinyatakan oleh WHO sebagai pandemi yang bersifat global, pemerintah mengambil kebijakan seluruh sekolah harus melaksanakan pembelajaran secara online, hampir dua tahun ini mereka tidak lagi bertemu dengan teman, guru, maupun warga di lingkungan sekolahnya, terkecuali untuk hal yang mendesak dan memperoleh ijin dari sekolah. Belajar di rumah pada masa pandemi harus dipahami sebagai peristiwa kedaruratan yang tidak biasa, oleh karenanya banyak aspek-aspek ideal yang tidak semuanya dapat terpenuhi.  

Meskipun demikian, pendidikan harus tetap menciptakan suatu optimisme baru, keniscayaan itu terlihat dengan adaanya ekosistem teknologi informasi yang berkembang sangat pesat, semua ranah dalam bidang pendidikan pasti bergantung pada peran teknologi informasi ini. Pembelajaran dengan sistem online secara alamiah telah memunculkan berbagai ide-ide kreatif (perubahan) dan inovatif (penemuan) baru yang lebih efektif dan efisien dalam meningkatkan mutu pembelajaran, sebut saja platform pembelajaran seperti learning management system (LMS) yang telah banyak membantu guru dan peserta didik dalam mengakses berbagai informasi. Dengan menggunakan link mereka bisa berselancar mencari dan membaca berbagai referensi belajar yang saling terkait antara informasi yang satu dengan yang lainnya, walaupun memang harus diakui bahwa pembelajaran dengan sistem online tidak mudah untuk membentuk karakter peserta didik.

Penggunaan teknologi tersebut tentu saja memiliki efek samping seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi memiliki efek positif cepat menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman khususnya dalam kegiatan pembelajaran kurikulum 2013 yang mengacu pada keterampilan abad 21 (kreatif, kritis, komunikatif, dan kolaboratif). Di sisi yang lain penggunaannya secara terus-menerus bukan tanpa resiko, selain efek negatif yang menyebabkan ketergantungan teknologi, juga dapat menimbulkan dampak perilaku negatif yang berasal dari arus globalisasi seperti individualisme, konsumerisme, westerniasai, hedonisme, rendahnya kepekaan sosial, serta efek psikologis dan fisiologis lainnya.

Disparitas ekonomi kadang juga membatasi kemampuan orang tua dalam menyediakan jaringan internet yang baik bagi peserta didik. Selain permasalahan tersebut, perlu juga kesiapan mental dan kemampuan orang tua sebagai role model yang akan menggantikan peran guru dalam Learning From Home, terutama bagi siswa kelas rendah. Kegiatan belajar siswa di rumah juga tetap mengikuti kebijakan yang ditetapkan sekolah dengan berbagai model dan metode pembelajarannya, hal ini tentu saja membutuhkan peran orang tua sebagai pendamping belajar.

Orang tua juga dituntut untuk mempersiapkan sarana belajar yang mendukung kegiatan pembelajaran di rumah agar efektivitas belajar anak dapat tercapai dengan baik dan anak memiliki rasa percaya diri saat mengikuti pembelajaran online; memastikan anak dapat mengikuti proses pembelajaran dengan aman, misalnya dengan membiasakan pola hidup sehat; menjalin komunikasi yang harmonis antara guru dan orang tua, misalnya orang tua harus berperan aktif membantu mencari informasi tentang materi ataupun tugas yang hendak disampaikan dalam pembelajaran, yang demikian ini tentu saja membutuhkan manajemen waktu yang baik antara bekerja dan mendampingi kegiatan belajar anak; dan yang terakhir adalah tidak membebani anak dengan tuntutan hasil belajar yang terlalu tinggi.

Sering muncul istilah yang sangat retorik saat kegiatan pembelajaran berpusat di rumah, yaitu ungkapan “orang tua sebagai guru sejati di masa pandemi”, bahkan dapat disebut sebagai “living curriculum” atau kurikulum yang hidup di luar sekolah dan “real curriculum” atau kurikulum yang sesungguhnya bagi anak-anak, karena belajar adalah suatu proses yang kompleks yang berlangsung seumur hidup. Belajar adalah suatu perubahan pada diri individu sebagai akibat atau hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya.

Meminjam istilah Trilogi Pendidikan Ki Hajar Dewantara, kondisi saat ini sangat selaras dengan pemikiran yang digagas oleh Bapak Pendidikan tersebut. Posisi keluarga memagang peranan yang sangat mendasar sebagai pusat pendidikan, berikutnya sekolah dan masyarakat. Dengan demikian pembentukan karakter siswa di masa pandemi sangat bergantung pada sikap mental dan budaya yang dikembangkan dalam keluarga tersebut. Senada dengan pandangan Thomas Lickona (2012: 8) bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan sepanjang hayat, sebagai proses perkembangan ke arah manusia kafah. Oleh karena itu pendidikan karakter memerlukan keteladanan dan sentuhan mulai sejak dini sampai dewasa.

Jadi sangat penting bagi orang tua dan guru untuk menanamkan nilai-nilai dasar tersebut, tidak hanya saja butir hafalan tetapi juga menantang siswa untuk menguji nilai nilai mereka dalam kehidupan sehari hari sehingga mampu merefleksikan dalam kehidupan nyata di lingkungan rumah maupun sekolah. Pengalaman belajar inilah yang sebenarnya hendak dicapai dalam Learning From Home, bukan berarti memindahkan sekolah ke rumah tetapi lebih menekankan pada pengalaman belajar yang bermakna kepada seluruh peserta didik secara simultan dari aspek pengetahuan maupun keterampilan (softs skill). Jika dicermati lebih lanjut, terdapat dua aspek yang hendak dicapai  dalam pembelajaran bermakna yaitu penguatan karakter dan pendidikan kecakapan hidup.Dengan kata lain, starting point yang hendak dicapai dalam pembelajaran di masa darurat ini adalah pembiasaan dan penanaman kecakapan hidup agae anak mampu memaknai proses kegiatan belajar dan mengambil manfaat dalam kehidupan sehari-hari.

Di sisi lain, kegiatan belajar secara online dalam jangka waktu tertentu juga akan memberikan berbagai dampak pada peserta didik, dampak yang paling terasa adalah tingkat kebosanan yang semakin tinggi (psikologis), kemudian perasaan sepi (feeling of lonelines). Kebiasaan baru masyarakat kita di masa pandemi yaitu selalu terhubung atau memiliki hubungan luas dengan siapapun meskipun secara online (alone together). Semoga pendidikan di Indonesia dapat melewati masa ketidaknormalan dengan baik, karena sesungguhnya kebijakan ini merupakan solusi darurat selama pandemi.