Memahami Moderasi Beragama Perspektif Islam
  • BDK Bandung
  • 17 Mei 2023
  • 235x Dilihat
  • Berita

Memahami Moderasi Beragama Perspektif Islam

K.H. Qulyubi dosen dan pembina yayasan Universitas Islam Nusantara hadir sebagai narasumber dalam pelatihan Penggerak Moderasi Beragama bagi para tenaga keagamaan atau penyuluh agama.
Tema besar yang disampaikan adalah Nilai Moderasi dalam Perspektif Teologis, dalam hal ini, Islam.

Memahami moderasi beragama dalam perspektif agama itu sendiri tentu penting. Mengingat moderasi beragama dalam perspektif kenegaraan telah memiliki definisi dan indikatornya sendiri. Tentu diberikan dalam kepentingan memelihara semangat kebersamaan dalam keragaman sekaligus saling merawat Indonesia sebagai rumah bersama.

Menurut dosen di UNU ini, term Moderasi dalam literatur Islam setidaknya mendekati pada makna wasath yang dapat dipahami sebagai adil atau fair; seimbang juga jalan tengah. Konsepsi ini dapat dilihat dalam beberapa ayat Al qur'an diantaranya Al'adiyat ayat 5; Almaidah ayat 89; Alqolam ayat 28; Albaqoroh ayat 143 serta ayat 238.

Makna moderasi dalam keseharian umat Islam, secara sederhana misalnya terlihat dalam posisi Kabah sebagai kiblat umat Islam yang ada ditengah² bumi. Tentu hal ini bisa dijadikan sebagai simbol pertengahan itu sendiri.

Umat islam pun dalam beragama dituntut untuk memiliki sikap dan karakter wasatha itu sendiri, yaitu pertengahan antara hal baru dan hal lama; Oleh karena itu, sesuai dengan prinsip ini, umat Islam terutama dari kelompok Ormas  NU sangat kenal dengan jargon Al muhafadhoh ala qodimi solih wal ahdu bil jadidil aslah.

Sikap moderat berikutnya, umat Islam hendaknya menjaga keseimbangan nalar 'aqal dengan naql. Dalam beragama dan implementasinya di kehidupan tentu ada hal hal yang perlu diselesaikan dengan sains. Akal. Tetapi juga ada kalanya hati dan akal disimpan di bawah nalar naql. Iman. Menjaga keseimbangan ini melengkapi sikap yang positif. Tidak sombong dengan akal atau sebaliknya imperior karena merasa tertinggal dari sains.

Umat islam juga penting untuk mencari ilmu namun jangan lalai dengan amalnya. Ilmu menjadi panduan dalam amal. Dan amal menjadi manifestasi dari ilmu itu sendiri. Tanpa membuat sekat dikotomis dalam ilmu karena sejatinya semua ilmu sumbernya satu. Allah.

Umat Islam kadang direpotkan dengan perdebatan antara usul dengan furu', sarana dengan tujuan, teks dengan konteks, optimis dengan pesimis. Hal ini mestinya sudah selesai dengan washatiyah. Karena umat Islam sudah sadar hal ha tersebut bukanlah sesuatu yang harus di perhadapkan. Melainkan menjadi satu paket pemahaman. Jika sudah dipahami maka kita tidak akan terjebak pada penempatannya.

Tidak kalah penting yaitu memahami hubungan agama dan negara atau ulama dan umaro yang sejatinya saling membutuhkan. Selama ini berkembang pemahaman yang keliru memisahkan kepentingan negara dengan agama. Sekuler. Namun juga bukan berarti menjadikan dua perkara ini sebagai satu identitas seperti keinginan sementara pihak. Negara agama. Untuk kita muslim Indonesia sudah cukup dengan NKRI. Negara yang menghormati agama dan agama beserta umatnya mendukung dan menjadi inspirasi dalam kehidupan berbangsa bernegara. Umat Islam Indonesia harus sadar bahwa keberadaan NKRI itu sendiri merupakan wujud dari rahmat Allah. Sesuai dengan pembukaan UUD 45. Dengan demikian maka hal serupa berlaku dalam hubungan umaro dan ulama yang saling melengkapi demi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara yang diridhai Allah swt.

Akhir akhir ini juga seringkali isu isu budaya dan agama kembali mengemuka. Umat Islam penting untuk mampu membedakan mana agama mana budaya. Agama Islam tidak hadir di ruang hampa budaya. Karena itu pasti dalam perkembangannya kemudian akan selalu ada penyesuaian penyesuaian dalam keberagamaan dengan budaya pemeluknya. Sebaliknya budaya ini pada gilirannya akan mendapatkan sentuhan nilai agama yang pada gilirannya sepintas lalu akan terlihat menjadi seperti bagian dari agama itu sendiri. Maka, kemampuan untuk menempatkan budaya sebagai hal profan, dan agama sebagai hal sakral secara proporsional akan menjadikan kita sebagai bagian dari umat pertengahan itu.

Terakhir alumni Lirboyo ini menegaskan bahwa secara umum umat Islam di Indonesia adalah bagian dari kelompok besar dalam teologis dan fikih, ahlussunah wal jama'ah. Kelompok ini adalah ciri umat wasatha.. baina syi'ah wal khawarij. [FN]