Mendidik Ala Nabi Ditengah Pandemi

Mendidik Ala Nabi Ditengah Pandemi

Mendidik Ala Nabi Ditengah Pandemi

By: Eulis Sri Rosyidatul Badriyyah

(Guru MTs Al-Huda Sadananya Ciamis)

Salam ta’dzim, saya sampaikan untuk seluruh pedidik dimana pun berada, sungguh jasamu tiada tara, melebihi perhiasan intan permata, tidak bisa dibeli dengan harta dan tahta, karena out put dari didikan yang baik dan positif itu melahirkan surga.

WHO mengumumkan Covid-19 telah menjadi Pandemi di dunia, sedangkan di negara kita penyakit ini muncul sejak 2 Maret 2020, dan telah ditetapkan oleh Presiden sebagai bencana nasional seperti yang tertuang dalam Kepres N0. 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Penyakit ini merubah hampir seluruh sendi kehidupan, tak terkecuali dunia Pendidikan kita.

Tinggal berlama-lama di rumah memberikan tekanan psikis pada anak-anak. Terbatasnya gerak aktif dan aktivitas membuat energinya tidak tersalurkan dan mengalami kebosanan yang tinggi. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan lembaganya menerima banyak pengaduan sepanjang 16 Maret sampai 13 Mei. Pengaduannya meliputi 259 pengajuan pembelajaran jarak jauh dan 42 pengaduan terkait keluarga dan pengasuhan alternatif selama masa pandemi. Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi, Valentina Gintings menyoroti maraknya kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi selama pandemi. “Berdasarkan data SIMFONI PPA, pada 1 Januari – 19 Juni 2020 telah terjadi  3.087 kasus kekerasan terhadap anak, diantaranya 852 kekerasan fisik, 768 psikis, dan 1.848 kasus kekerasan seksual, angka ini tergolong tinggi.

Kenapa saya tertarik menulis ini? Karena jujur, saya merasa dan melihat sekarang ruh pendidikan semakin mengalami degradasi, maka tidak ada jalan lain kecuali kita kembali pada apa yang dicontohkan Nabi.

Anak merupakan Amanah dari Tuhan bagi kita para orang tua, maka mari kita didik mereka dengan sebaik mungkin dan penuh rasa tanggungjawab. Secara umum, kewajiban orang tua kepada anak-anaknya adalah 1). Mendo`akan anaknya dengan do`a yang baik (QS Al-Furqon:74 & Al-Isra`: 24) dan jangan sekali-kali mengutuk anaknya  dengan kutukan yang tidak manusiawi; 2). Memelihara anak dari api neraka (QS. At-Tahrim:6); 3). Menyerukan sholat (QS. Thaha:132); 4) menciptakan kedamaian dalam rumah tangga (QS. Annisa: 128); 5). Mencintai dan menyayanginya (QS. Ali-Imaran: 140); 6). Bersikap hati-hati terhadap anaknya (QS. Al-Tahagobun:14); 7). Mencari nafkah yang halal (QS. Al-Baqoroh: 233); 8). Mendidiknya agar berbakti pada kedua orang tuanya (QS. An-Nisa`: 36, Al-An`am: 151, Al-Isra`:23); 9). Meberinya ASI sampai dua tahun (QS.Al-BAqoroh: 233).

Karena setiap orang tua adalah guru bagi anak-anaknya, maka Nabi kita Muhammad SAW mengajarkan beberapa sifat mulia yang harus diamalkan oleh seorang guru, yakni: Ikhlas, Jujur, Walk the Talk atau kalua dalam Bahasa Abuya mendidik dengan sikap dan akhlaq, Adil dan Egaliter, Akhlaq Mulia, Tawadhu, Berani, Memiliki Jiwa Humor yang Sehat, Sabar dan Menahan Amarah, Menjaga Lisan, Sinergi serta Musyawarah.

Sebagai Nabi panutan Rasulullah Saw juga memberikan kita contoh bagaimana membangun satu keluarga yang harmonis dan Bahagia. Beliau menegaskan, istri bukan objek kesenangan dan tempat penyaluran Hasrat biologis semata, begitu pun suami tidak hanya mencari rizki untuk keluarga saja. Namun sesungguhnya, antara suami, istri dan anak-anaknya terdapat pertalian yang suci, luhur dan agung yakni munculnya rasa mawaddah dan mahabbah sehingga lahirlah rasa cinta dan kasih sayang, berlemah lembut, saling berucap yang baik serta selalu melahirkan romantisme dalam keluarga (QS. Al-Ruum:21). Salah satu contoh kemesraan rumah tangga Rasulullah SAW dengan istri dan anaknya sebagai berikut:

  1. Beliau dikenal sebagai ayah, mertua, kakek yang penuh perhatian terhadap anak, menantu dan cucu-cucunya, salah satu contoh adalah Ketika hendak berangkat ke Perang Badar, Rasul berpesan kepada Usman bin Affan menantunya, agar tidak usah pergi karena Ruqoyyah anaknya sedang sakit, tak lama kemudian Ruqoyah meninggal. Maka Ketika Rasul Kembali dari Badar, beliau langsung pergi ke pusara putrinya. Selain itu, beliau saling mengunjungi dengan anak, menantu dan cucu-cucunya. Bahkan beliau tidak melihat kekayaan calon menantu, yang penting sholeh dan bisa bertanggungjawab serta membimbing anaknya dalam beribadah kepada Sang Khaliq, selagi mereka Bahagia dengan pilihannya, maka kebahagiaan anaknya adalah kebahagiaanya.
  2. Suami yang penuh kehangatan, pengertian dan teladan. Bagaimana tidak senang coba, seorang istri jika dimanjakan oleh suaminya, seperti: dibukakan pintu rumah/kendaraan yang akan ditumpanginya, mencium istri sebelum pergi dan Ketika datang setelah bepergian, makan sepiring berdua, berlemah lembut dan menemani istrinya yang sakit, bersenda-gurau dan membangun keakraban, tetap romantis dan akrab walaupun istrinya sedang haid, mengajak istri makan di luar sambil refreshing, dan slalu menghiasi hari-harinya dengan ungkapan cinta dan sayang, olah raga bersama serta memperhatikan perasaannya.

Trus kita mencoba berkilah dengan menyatakan, itukan Rasul…. Dibimbing wahyu, kita??? Ah sudahlah….., maka sebagai orang yang beriman kepada adanya Rasul-Rasul Alloh SWT, tidak sepantasnya kita memiliki pikiran seperti itu, karena dari apa yang telah dijelaskan diatas ada banyak pelajaran yang bisa kita jadikan solusi atas problematika Covid-19 saat ini khusunya diranah keluarga.

Keluarga sebagai Lembaga Pendidikan Islam dan institusi terkecil dalam masyarakat memiliki peran yang sangat besar dalam memberikan solusi atas problematika yang terjadi akibat pandemi Covid-19. Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, maka kita sebagai orang tua harus memamahami apa yang Alloh Swt sampaikan dalam firman-firman Nya serta yang dicontohkan Rasul-Nya dalam membina dan mendidik keluarga. Selain itu, pupuklah jiwa optimisme dan kemampuan resilient/bangkit dari keterpurukan serta terus berinovasi juga memupuk kreativitas dalam rangka ikhtiar menuju perbaikan kualitas diri dan keluarga. Terbuka dengan perubahan dan tetap up to date dengan keadaan dan perkembangan zaman untuk mewarnai kehidupan bukan diwarnai atau malah terjerumus pada hal-hal yang dilarang baik oleh agama, masyarakat adat/hukum setempat bahkan negara.  Wallohu `a lam.