Menjaga Kesehatan Mental Peserta Didik Dengan SEL (Social Emitional Learning) Ditengah Pandemi

Menjaga Kesehatan Mental Peserta Didik Dengan SEL (Social Emitional Learning) Ditengah Pandemi

Menjaga Kesehatan Mental Peserta Didik Dengan SEL (Social Emitional Learning) Ditengah Pandemi

Oleh : Eka Chandra Oktaviani, S.Kom.I (MTSN 2 Kota Bekasi)

Pandemi Covid-19 belum berakhir dan angka sebaran kasus masih fluktuatif, hal ini berpengaruh juga pada proses pembelajaran yang mau tidak mau harus tetap setia dengan pembelajaran daringnya. Meskipun kita tahu dalam pelaksanaannya pembelajaran daring ini masih banyak kendala dan kekurangannya baik dalam sistem ataupun pengaplikasiannya. Tak hanya itu pembelajaran daring ini sudah sangat berpengaruh pada sisi psikologis peserta didik dan bahkan pengajar itu sendiri. Mulai munculnya sikap apatis terhadap pembelajaran daring yang diakibatan dari kejenuhan, pengaruh lingkungan, dan berbagai kendala lainnya memang menjadi tantangan besar disamping tuntutan inovasi dan kreatifitas pendidik memberikan pembelajaran agar para peserta didik tetap antusias mengikuti pemlajaran daring ini. Akan tetapi ada bagian yang sangat penting dan tidak boleh kita lewatkan, yaitu kesehatan mental peserta didik dalam menjalani sistem pembelajaran daring ini. Karena tidak dapat dipungkiri situasi ini berpengaruh pada fisik dan psikolgis peserta didik dimulai situasi yang terus berubah serta belum pasti, kecemasan diri dan keluarga  terutama saat ada keluarga yang terdampak, terlalu lama memakai HP atau Laptop, tugas yang menumpuk, kurang aktifitas fisik dan sosialisasi dengan teman-temannya.

Berdasarkan data Satgas Covid-19 per tanggal 27 September 2020 (Protokol DKJPS AR 2020:1-2), didapatkan terjadi peningkatan tekanan psikososial pada anak selama pandemi Covid-19. Hal ini terjadi antara lain akibat minimnya fasilitas pendukung untuk pembelajaran daring maupun luring (68% anak yang memiliki akses; 32% tidak mendapatkan program belajar dalam bentuk apapun), anak tidak bisa belajar sendiri/mandiri, 47% anak merasa bosan, 35% khawatir merasa tertinggal, 15% merasa tidak aman, 34% takut terkena penyakit termasuk Covid-19, 20% merasa rindu teman-teman, 10% merasa khawatir dengan penghasilan orang tua dan kekurangan makanan, 11% mengalami kekerasan fisik dan 62% mengalami kekerasan verbal. Dari data tersebut tentunya kita harus memahami bahwa sistem pembelajaran daring tidak hanya melibatkan peserta didik dengan para pendidiknya saja akan tetapi orang tua karena peran guru atau pendidik tentunya digantikan oleh orang tua dirumah untuk menemani peserta didik belajar dan tidak jarang orang tua harus bekerja, adanya tuntutan menyediakan fasilitas pembelajaran untuk anak mengikuti daring, ataupun permasalahan lainnya sehingga hal tersebut memicu permasalahan eksternal tidak sehatnya mental peserta didik. Maka sebagai pendidik kita dituntut bukan lagi mencari bagaimana metode pembelajaran agar dimengerti dan bisa diikuti, tetapi bagaimana cara kita memberikan metode pembelajaran yang berfokus pada pengembangan diri baik secara emosional dan sosial yang bisa berkolaborasi dengan orang tua.

Berangkat dari berbagai permasalahan diatas mengenai bagaimana menjaga kesehatan mental peserta didik dimasa pandemi Covid-19 ini terutama dalam memberikan metode pembelajaran yang berfokus pada pengembangan diri baik secara emosional dan sosial, metode SEL (Social and Emotional Learning) yang saat ini booming dibicarakan menjadi pilihan terbaik untuk mengatasi permasalahan ini. Metode SEL (Social and Emotional Learning) ini dikembangkan menjadi sebuah program dan dikenal hingga saat ini oleh CASEL (2015) atau Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning, mendefisinikan SEL (Social and Emotional Learning) sebagai salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengaplikasikan pengetahuan, mengembangkan keterampilan sosial dan emosional guna membangun interaksi yang lebih postitif dan menumbuhkan empati dalam diri anak. Terdapat beberapa komponen yang terdapat di dalam SEL (Social and Emotional Learning) yaitu:

  1. Self-awareness, adalah kemampuan seseorang untuk mengenali perasaan, pikiran dan dampak dari perilaku yang dilakukannya. Kesadaran diri ini perlu ditumbuhkan sedini mungkin untuk membentuk rasa percaya diri, mindset, dan optimis yang kuat.
  2. Social-awareness, adalah kemampuan untuk mengolah perspective taking, membangun empati dan kemampuan untuk beradaptasi sesuai dengan norma dan perilaku sosial, sehingga tercipta hubungan yang kooperatif dan positif.
  3. Self-management, adalah kondisi dimana seseorang mampu mengatur pikiran, perasaan dan perilakunya dalam situasi yang berbeda-beda. Termasuk dalam komponen ini adalah kemampuan seseorang dalam melakukan manajeman stres serta mampu mengkspresikan emosi yang dirasakan secara tepat.
  4. Relationship skill, merupakan kemampuan dalam hal membangun dan mengembangkan hubungan yang baik dan sehat serta kemampuan seseorang dalam menyelesaikan konflik.
  5. Responsible decision making, adalah keterampilan seseorang dalam membuat suatu keputusan yang membangun tanpa menjatuhkan orang lain.

Dengan SEL (Social and Emotional Learning) kita dapat mengajarkan peserta didik lebih memahami dirinya dan mengelola emosinya sendiri, orang sekitar serta mengasah empati dan simpati, meningkatkan kemampuan peserta didik dalam bersosialisasi, mampu membuat keputusan dengan bertanggung jawab. Mengutip dari laman Gerakan Sekolah Menyenangkan (GMS) menerapkan SEL dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan memperhatikan 4 elemen utama, yaitu membuat instruksi belajar yang mampu memancing siswa untuk berefleksi dan berinteraksi, melibatkan pendapat dan aspirasi siswa dalam keputusan-keputusan di kelas, menciptakan disiplin yang membangun, anti kekerasan disertai dengan alasan bagi perilaku, serta menggandeng orang tua dan komunitas untuk memperluas pertumbuhan SEL (Social and Emotional Learning) di luar sekolah.

Banyak hal yang bisa kita lakukan dalam menerapkan SEL (Social and Emotional Learning)  misalnya dengan mengadakan refleksi pada setiap selesai pembelajaran, sharing mengenai permasalahan dan kendala daring, memberikan kegiatan ice breaking sebagai kegiatan selingan dalam pembelajaran, memberikan inovasi kuis yang dirancang seperti permainan misal menggunakan aplikasi Quizizz atau WordWall. Jangan lupa berikan aktivitas-aktivitas yang menunjang SEL (Social and Emotional Learning) seperti menulis jurnal setiap hari untuk menuangkan perasaan dan emosinya sehingga self awareness dan self management pada anak akan meningkat, membuat to do list yang berisi urutan hal yang harus dikerjakan serta menyusun prioritas dengan baik, melatih mindful breathing atau bernafas sembari menenangkan pikiran dan mengingat hal-hal yang menyenangkan, dan yang terpenting selalu mengingatkan peserta didik memberikan afirmasi positif dengan dukungan dan kata-kata yang baik kepada diri sendiri misalnya “Saya bisa / Saya mampu / Saya kuat, dll”.

Bagian yang tidak boleh dilewatkan adalah sosialisasi SEL (Social and Emotional Learning) kepada orang tua ikut terlibat didalam kegiatan belajar anak, sehingga dapat mengerti kondisi dan tantangan yang harus dihadapi anak sebagai seorang peserta didik. Hal yang perlu dilakukan oleh orang tua adalah memperkuan bounding dengan cara melakukan aktivitas dirumah bersama-sama seperti makan, membersihkan rumah, bercerita sebelum tidur, dan memberikan physical touch  atau sentuhan fisik seperti memeluk, mengelus rambut, mencium pipi ataupun melakukan role play untuk menjalin komunikasi yang aktif. Metode SEL ini memerlukan penerapan jangka panjang sehingga kerjasama antar pendidik dan orang tua sangat diperlukan, semoga bisa menjaga kesehatan mental peserta didik.