MUI Terbitkan Fatwa Pedoman Pengurusan Jenazah Muslim Terinveksi Covid-19
  • 28 Maret 2020
  • 503x Dilihat
  • Berita

MUI Terbitkan Fatwa Pedoman Pengurusan Jenazah Muslim Terinveksi Covid-19

Jakarta (Kemenag) --- Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa tentang pedoman pengurusan jenazah muslim terinveksi Covid-19. 

Pedoman ini tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah (Tajhiz Al-Jana'iz) Muslim yang Terinfeksi Covid-19.

Ada tiga poin ketentuan umum dan enam butir ketentuan hukum yang diatur dalam fatwa ini. Fatwa ini ditandatangani hari ini oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Prof. Dr. Hasanuddin AF dan Sekretaris Komisi Dr M Asrorun Ni'am Sholeh.

"Menegaskan kembali Ketentuan Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 angka 7 yang menetapkan: “Pengurusan jenazah (tajhiz al-jana’iz) yang terpapar COVID-19, terutama dalam memandikan dan mengafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar COVID-19,” demikian bunyi butir pertama ketentuan hukum sebagaimana dikutip dari siaran pers MUI, Jumat (27/03).

Selengkapnya, berikut ini ketentuan hukum yang tercakup dalam Fatwa MUI:

FATWA

MAJELIS ULAMA INDONESIA

Nomor: 18 Tahun 2020

Tentang

PEDOMAN PENGURUSAN JENAZAH (TAJHIZ AL-JANA’IZ) MUSLIM YANG TERINFEKSI COVID-19

Ketentuan Umum

Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan :

1. Petugas adalah petugas muslim yang melaksanakan pengurusan jenazah. 

2. Syahid Akhirat adalah muslim yang meninggal dunia karena kondisi tertentu (antara lain karena wabah [tha’un], tenggelam, terbakar, dan melahirkan), yang secara syar’i dihukumi dan mendapat pahala syahid (dosanya diampuni dan dimasukkan ke surga tanpa hisab), tetapi secara duniawi hak-hak jenazah-nya tetap wajib dipenuhi.

3. APD (Alat Pelindung Diri) adalah alat pelindung diri yang digunakan oleh petugas yang melaksanakan pengurusan jenazah. 

Ketentuan Hukum

1. Menegaskan kembali Ketentuan Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 angka 7 yang menetapkan: “Pengurusan jenazah (tajhiz al-jana’iz) yang terpapar COVID-19, terutama dalam memandikan dan mengafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar COVID-19.”

2. Umat Islam yang wafat karena wabah COVID-19 dalam pandangan syara’ termasuk kategori syahid akhirat dan hak-hak jenazahnya wajib dipenuhi, yaitu dimandikan, dikafani, dishalati, dan dikuburkan, yang pelaksanaannya wajib menjaga keselamatan petugas dengan  mematuhi ketentuan-ketentuan protokol medis.

3. Pedoman memandikan jenazah yang terpapar COVID-19 dilakukan sebagai berikut:

a.  Jenazah dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya

b.  petugas wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah yang dimandikan dan dikafani;

c.  Jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama, maka dimandikan oleh petugas yang ada, dengan syarat jenazah dimandikan tetap memakai pakaian. Jika tidak, maka ditayammumkan.

d.  petugas membersihkan najis (jika ada) sebelum memandikan;

e.  petugas memandikan jenazah dengan cara mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh; 

f.  jika atas pertimbangan ahli yang terpercaya bahwa jenazah tidak mungkin dimandikan, maka dapat diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah, yaitu dengan cara:

1). mengusap wajah dan kedua tangan jenazah (minimal sampai pergelangan) dengan debu.

2). untuk kepentingan perlindungan diri pada saat mengusap, petugas tetap menggunakan APD.

g.  jika menurut pendapat ahli yang terpercaya bahwa memandikan atau menayamumkan tidak mungkin dilakukan karena membahayakan petugas, maka berdasarkan ketentuan dlarurat syar’iyyah, jenazah tidak dimandikan atau ditayamumkan.

4. Pedoman mengafani jenazah yang terpapar COVID-19 dilakukan sebagai berikut:

a.  Setelah jenazah dimandikan atau ditayamumkan, atau karena dlarurah syar’iyah tidak dimandikan atau ditayamumkan, maka jenazah dikafani dengan menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh dan dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman dan tidak tembus air untuk mencegah penyebaran virus dan menjaga keselamatan petugas.

b.  Setelah pengafanan selesai, jenazah dimasukkan ke dalam peti jenazah yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan sehingga saat dikuburkan jenazah menghadap ke arah kiblat.

c.  Jika setelah dikafani masih ditemukan najis pada jenazah, maka petugas dapat mengabaikan najis tersebut.

5. Pedoman menyalatkan jenazah yang terpapar COVID-19 dilakukan sebagai berikut:

a.  Disunnahkan menyegerakan shalat jenazah setelah dikafani.

b.  Dilakukan di tempat yang aman dari penularan COVID-19.

c.  Dilakukan oleh umat Islam secara langsung (hadhir) minimal satu orang. Jika tidak memungkinkan, boleh dishalatkan di kuburan sebelum atau sesudah dimakamkan. Jika tidak dimungkinkan, maka boleh dishalatkan dari jauh (shalat ghaib).

d.  Pihak yang menyalatkan wajib menjaga diri dari penularan COVID-19.

6. Pedoman menguburkan jenazah yang terpapar COVID-19 dilakukan sebagai berikut:

a.  Dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan protokol medis.

b.  Dilakukan dengan cara memasukkan jenazah bersama petinya ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan. 

c.  Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur dibolehkan karena darurat (al-dlarurah al-syar’iyyah) sebagaimana diatur dalam ketentuan fatwa MUI nomor 34 tahun 2004 tentang Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Jana’iz) Dalam Keadaan Darurat.

 

Jakarta, 27 Maret 2020 M

MAJELIS ULAMA INDONESIA

KOMISI FATWA

 

Ketua    

PROF. DR. H. HASANUDDIN AF

 

Sekretaris

DR. HM. ASRORUN NIAM SHOLEH, MA

 

Mengetahui,

DEWAN PIMPINAN 

MAJELIS ULAMA INDONESIA

 

Wakil Ketua Umum                

KH. MUHYIDDIN JUNAEDI, MA

 

Sekretaris Jenderal

DR. H. ANWAR ABBAS, M.M, M. Ag