PANDEMI COVID-19 DAN STRATEGI PEMBELAJARAN JARAK JAUH
  • 5 Agustus 2021
  • 10918x Dilihat
  • Gumeulis

PANDEMI COVID-19 DAN STRATEGI PEMBELAJARAN JARAK JAUH

PANDEMI COVID-19 DAN STRATEGI PEMBELAJARAN JARAK JAUH

(ditulis oleh Angga Febriyatko, S.Hum.)

Sudah hampir dua tahun masyarakat dunia hidup dalam suasana pandemi COVID-19. Banyak sektor terkena dampaknya, tidak hanya di sektor kesehatan, tetapi juga di sektor sosial, ekonomi, dan pendidikan. Pemerintah telah mengupayakan berbagai hal dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan seperti menggalakkan work from home (WFH), social and physical distancing, dan mengharuskan masyarakat untuk tetap di rumah saja; bekerja, beribadah, dan belajar dari rumah. Melihat kondisi ini, kita harus bangkit dari keterpurukan dan menyusun langkah-langkah strategis untuk dapat mengembalikan keadaan menjadi “normal”. Pemerintah juga terus berusaha dengan memberikan vaksin secara bertahap. Namun vaksin tidak serta-merta memberikan jaminan terbebas dari virus ini. Untuk itu, langkah terbaik yang dapat dilakukan adalah tetap konsisten menjalankan protokol kesehatan yang ketat.

Lalu, bagaimana dengan sektor pendidikan? Tercatat sekitar 188 negara, termasuk Indonesia, terdampak COVID-19 dan harus menutup kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Berdasarkan data Kemendikbud pada Juni 2020, ada lebih dari 600 ribu satuan pendidikan, 68 juta siswa dan hampir 5 juta tenaga pendidik (guru dan dosen) yang terdampak COVID-19 di Indonesia. Dengan adanya fakta tersebut, pada tanggal 16 Maret 2020 pemerintah mengeluarkan SE Mendikbud No. 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan pada Masa Darurat Penyebaran COVID-19. Sejak surat edaran tersebut dipublikasikan, hampir seluruh sekolah di Indonesia mengambil kebijakan untuk melaksanakan pembelajaran daring atau pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Kondisi ini menuntut lembaga pendidikan melakukan inovasi dalam proses pembelajaran. Belajar dari rumah melalui aplikasi tertentu, kuliah daring, bimbingan, dan seminar daring merupakan contoh pelayanan bidang pendidikan di era revolusi industri 4.0. Dengan adanya pembelajaran daring, guru dan siswa diharapkan untuk sama-sama belajar menyesuaikan diri dalam memanfaatkan teknologi sebagai media pembelajaran. Dengan pembelajaran jarak jauh, risiko penyebaran virus relatif kecil sebab tidak melibatkan aktivitas tatap muka dan kontak fisik.

Kupas Tuntas Pembelajaran Jarak Jauh

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) merupakan suatu bentuk metode pendidikan formal yang menggunakan sistem telekomunikasi interaktif dan didukung dengan berbagai sumber daya yang diperlukan sebagai penghubung antara siswa dengan guru. Saat ini pembelajaran jarak jauh lebih dikenal sebagai pembelajaran elektronik (e-learning) atau pembelajaran daring (online) yang secara khusus menggabungkan teknologi elektronika dengan teknologi berbasis internet.

Pro dan kontra timbul dengan adanya kebijakan pembelajaran jarak jauh ini. Mereka yang pro menjadikan kebijakan pembelajaran jarak jauh ini sebagai sarana untuk memajukan teknologi komunikasi dan informasi di dunia pendidikan. Dunia pendidikan tidak lagi terbatas oleh ruang dan waktu. Akses menjadi lebih terbuka dengan adanya konten-konten inovasi pembelajaran yang lebih kaya. Namun, bagi mereka yang kontra, kebijakan pembelajaran jarak jauh ini dianggap masih belum memadai dan menyeluruh dalam berbagai aspek, terutama bagi penyelenggara pendidikan untuk terus menyesuaikan sumber daya dan infrastruktur pendidikan.

 

Kendala Pembelajaran Jarak Jauh

Proses pembelajaran jarak jauh tidak luput dari kendala yang dihadapi. Kendala utama saat pelaksanaan pembelajaran jarak jauh adalah penguasaan bidang teknologi informasi (TI) dan adaptasi bagi guru, siswa, dan orang tua siswa. Penguasaan teknologi dan berbagai jenis media untuk melaksanakan pembelajaran daring menjadi hal yang sangat penting. Berbagai cara dilakukan agar proses pembelajaran dapat berlangsung dan siswa tetap merasakan pendidikan meskipun tidak menuntut ketuntasan kurikulum.

Berkaitan dengan penguasaan pengetahuan bidang TI oleh guru, Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengungkapkan bahwa tercatat ada 60% guru memiliki kemampuan sangat buruk dalam penggunaan teknologi informasi saat mengajar dengan sistem pembelajaran jarak jauh yang diterapkan dalam waktu tiga bulan terakhir. Akibatnya adalah guru hanya memberi buku untuk dibaca dan memberikan tugas. Siswa mengalami kejenuhan belajar karena merasa tidak mendapat pengalaman belajar yang mengesankan. Padahal pelaksanaan pembelajaran daring harus diupayakan dengan baik agar proses transformasi ilmu pengetahuan kepada siswa tidak terganggu.

Kondisi di atas diamini oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam artikel CNN Indonesia (27/4) yang menyebutkan bahwa mayoritas siswa menyatakan tak ada interaksi yang dilakukan guru selama kegiatan belajar dari rumah di tengah pandemi. Hal itu berdasarkan hasil survei terkait pembelajaran jarak jauh yang melibatkan 1.700 responden siswa, dari jenjang SMA hingga TK di 20 provinsi dan 54 kabupaten/kota) dalam kurun waktu 13-20 April 2020. Kesulitan yang dihadapi siswa selama belajar di rumah, yakni 77,8 persen tugas menumpuk karena guru lain juga memberikan tugas, 42,2 persen tak memiliki kuota internet, 15,6 persen tak memiliki peralatan yang dibutuhkan, dan 37,1 persen waktu belajar yang sempit.

Pemberian tugas yang menumpuk tanpa adanya bimbingan dan pendampingan, siswa mungkin saja memiliki kompetensi pengetahuan yang baik. Padahal, terkait dengan kompetensi siswa, ada empat kompetensi dasar yang dapat diperoleh oleh siswa, yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai. Idealnya keempat kompetensi ini dapat diperoleh melalui pembelajaran tatap muka. Di masa pandemi ini, kompetensi pengetahuan dan keterampilan masih memungkinkan untuk dapat diberikan sebab siswa dapat mempelajarinya secara mandiri. Berbeda halnya dengan kompetensi sikap dan nilai yang hanya dapat siswa peroleh melalui teladan. Penanaman nilai dan teladan yang baik hanya dapat diperoleh melalui adanya interaksi sosial antara siswa dengan guru dan teman-temannya. Untuk itu, tenaga guru juga harus mempersiapkan materi pembelajaran daring yang mencakup keseluruhan aspek kompetensi siswa, yaitu tidak hanya kompetensi pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga kompetensi sikap dan nilai.

Jika siswa hanya mampu mencapai salah satu kompetensi saja, Mendikbud RI, mengatakan bahwa kegiatan pembelajaran jarak jauh dinilai tidak maksimal. Hal ini juga berdampak dengan adanya perubahan persepsi orang tua terkait peran sekolah di masa pandemi. Belum lagi bila dikaitkan dengan kondisi sosial dan ekonomi siswa, ketiadaan fasilitas pendukung dan akses kemudahan jaringan internet. Siswa akan mengalami stres dan bosan. Kondisi psikis dan sosial siswa juga harus dijadikan perhatian.

Kiat-kiat Pembelajaran Jarak Jauh

Untuk dapat mengatasi berbagai kendala yang telah disebutkan di atas, ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Di antaranya adalah sebagai berikut.

Pertama, guru harus siap dengan perubahan moda pembelajaran klasikal dengan moda pembelajaran jarak jauh. Dalam hal ini, guru harus membekali diri dengan pengetahuan dan penguasaan di bidang teknologi informasi. Unesco menyarankan bahwa setidaknya guru harus memiliki kompetensi TIK tingkat 2 berdasarkan Teacher ICT Framework. Kompetensi TIK tingkat 2 merupakan kemampuan guru menyiapkan sistem, metode, dan bahan pembelajaran secara digital atau daring.

Kedua, guru mampu membuat bahan ajar daring yang menarik dengan melibatkan berbagai aktivitas siswa. Hal ini dimaksudkan agar siswa aktif, interaktif, dan tetap termotivasi dengan pembelajaran daring. Fitur bahan ajar daring yang dapat disiapkan misalnya forum diskusi baik berupa percakapan daring maupun berbasis video, membuat variasi kuis, video conference, workshop, dan sebagainya.

Ketiga, selain mempersiapkan konten pembelajaran daring yang menarik, proses pembelajaran campuran (blended learning) dinilai dapat menjawab berbagai hambatan di atas. Model pembelajaran campuran merupakan kombinasi pembelajaran jarak jauh dan pembelajaran tatap muka. Model pembelajaran campuran sangat tepat diterapkan hampir di setiap wilayah, termasuk wilayah yang sama sekali belum memiliki akses internet. Intensitas kehadiran siswa di lingkungan sekolah berkurang dengan adanya penerapan jadwal bergantian (shifting) antara daring dan luring, tentunya dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Dengan demikian, penyebaran virus COVID-19 dapat dikendalikan. Selain itu, dengan adanya penjadwalan pembelajaran luring, tidak banyak siswa yang hadir di sekolah pada waktu bersamaan sehingga memudahkan tenaga guru untuk menanamkan kompetensi sikap dan nilai yang lebih efektif dan optimal. Lalu, siswa dapat melaksanakan tugas praktik yang secara langsung diawasi oleh guru dan dapat bersosialisasi di lingkungan satuan pendidikannya. Siswa akan dapat mengembangkan kognisi dan afeksi secara optimal.

Keempat, pemerintah harus bisa menjembatani adanya ketimpangan infrastruktur digital antara kota besar dan daerah dengan memperbanyak penyediaan platform aplikasi belajar daring secara gratis dengan akses internet yang diperluas kapasitas bandwith-nya, memberikan keleluasaan penggunaan dana BOS untuk pembelajaran jarak jauh, dan memperluas kerja sama dengan stasiun televisi nasional sebagai media untuk penyampaian materi pembelajaran bagi wilayah yang tidak terakses internet.

Kelima, pemerintah harus menggalakkan penyelenggaraan pelatihan daring untuk meningkatkan kompetensi tenaga guru dalam hal teknis dan konten pembelajaran daring. Dengan demikian guru tidak mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan pembelajaran secara digital atau daring.

Pada akhirnya, sistem pendidikan di negara yang kita cintai ini harus memiiki kesiapan untuk melakukan inovasi dan terobosan baru dalam pembelajaran jarak jauh baik untuk guru, siswa, maupun orang tua siswa. Adanya pandemi ini juga menuntut semua pihak untuk terus produktif dan kreatif serta meningkatkan kualitas diri dengan terus belajar dan berkolaborasi dengan segala perubahan yang ada, khususnya di bidang teknologi informasi.