PANDEMI DAN AKHLAK MULIA

PANDEMI DAN AKHLAK MULIA

PANDEMI DAN AKHLAK MULIA

Oleh: Drs. Sukargo, M.M.

Dalam  perjalanan sepulang dari  kantor, seorang  ibu  dengan membopong anak kecilnya menyetop  mobil yang penulis kendarai sendiri, dan penulis mengizinkan mereka ikut karena perjalanan searah, terlebih mengatakan bersedia membayar, kemudian duduk bersebelahan dengan penulis. Tak lama kemudian  ibu  tersebut menawari  kacang  kulit , namun  penulis hanya  mengucapkan  terimakasih karena repot sambil  mengendarai mobil. Ibu terlihat  begitu   enaknya makan kacang kulit, sembari membuang kulitnya keluar lewat jendela kaca mobil tanpa rasa canggung dan bersalah.

Tiba-tiba , anak kecil dipangkuanya, dengan nada marah mengatakan : “Nek ! jangan buang sampah sembalangan !  sambil  menepuk paha  Ibunya yang  ternyata  adalah  neneknya,  dan  neneknyapun dengan spontan mengucapkan kata ma’af dan tidak akan mengulanginya lagi.

Sebagai  rasa bangga terhadap anak kecil tersebut, penulis menanyakan : anak kecil yang manis lagi cantik ?  siapa  yang  ngajari tidak  boleh buang sampah  sembarangan? Ibu gulu di TK, jawabnya dengan nada cadel dan rasa kesal karena ulah neneknya. Sudah kelas berapa? Tk kelas nol kecil.sambungnya.

Kisah  tersebut penulis alami  sebelum  wabah  pandemi covid-19  melanda negeri  kita tercinta, dan membuat penulis sadar bahwa pendidikan akhlak/etika perlu diajarkan sedini mungkin kepada anak-anak kita.

Pantaslah  Rasulullah  Muhammad SAW,  mengatakakan dalam sebuah haditsnya “Innamaa bu’itstu    li utammima makarimal akhlak” yang artinya : Tidak sekali-kali  aku diutus oleh Allah (kecuali) hanya satu untuk menyempurnakan akhlak, untuk membangun akhlakul karimah.

Di negara kita yang mayoritas muslim, sudahkah terwujud kesempurnaan akhlak?

Mari  kita instrospeksi diri kita  masing-masing, supaya dimasa  pandemi ini,  kejadian meninggalnya satu keluarga, ayah, ibu dan dua orang anaknya yang sedang melakukan ISOMAN di rumahnya,yang sedang  membuktikan ujud  akhlak  yang  mulia,  karena  tidak  ingin virus  yang di idapnya  menular kepada orang lain, tidak pernah terjadi lagi,  sekalipun betul, bahwa manusia masing-masing  sudah punya ajalnya dan ke empatnya meninggal karena sudah tiba ajalnya.

Disebutkan  dalam  Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional  No 20 Tahun 2003 pasal 3 , tujuan pendidikan   nasional adalah  mengembangkan  potensi peserta  didik  agar  menjadi  manusia yang beriman   dan   bertaqwa  kepada Tuhan Yang  Maha Esa,   berakhlak  mulia,  sehat,  berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Manusia yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia, selaras dengan apa yang dicita-citakan Rasulullah  SAW,  namun  yang sering terjadi dan kita lihat bersama saat  ini, masih banyak perilaku yang  jauh dari nilai-nilai akhlak mulia.

Lalu siapakah yang bersalah ? gurukah? orang tuakah? Pejabatkah? Atau  Pemerintahkah?

Seringkali  masing-masing  merasa  tidak pernah bersalah, menganggap  bahwa perbutanya sebagai sesuatu hal wajar dan lumrah.

Mari kita selalu panjatkan doa, agar pandemi segera berlalu, sehingga proses pembelajaran kembali normal  sebagaimana  sekitar dua tahun yang lalu, sebab  pendidikan akhlak tidak  mudah  diajarkan hanya dengan daring-daring melulu.

Semoga kita semakin sadar, bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sebentar, dan nabi mengatakan sebaik-baik  manusia  adalah  yang paling bermanfaat bagi manusia lainya,( khairunnaasi anfa’uhum linnaasi). Mohon maaf bila tulisan ini ada yang kurang berkenan, wallahu a’lam bish-shawabi.