Pandemi, Wabah Pembawa Berkah pada Pembentukan Karakter Jujur dan Mandiri melalui Pembelajaran Matematika

Pandemi, Wabah Pembawa Berkah pada Pembentukan Karakter Jujur dan Mandiri melalui Pembelajaran Matematika

Pandemi, Wabah Pembawa Berkah pada Pembentukan Karakter Jujur dan Mandiri melalui Pembelajaran Matematika

Penulis : Nirma Yuliani Kasdadi, S.Si

Keberhasilan dalam pendidikan sangat bergantung pada pelaksana pendidikan yaitu guru. Maka, program pembelajaran yang diberikan kepada siswa harus membina dan mengembangkan pendidikan karakter siswa. Dalam proses pembelajaran, guru diharapkan tidak hanya memberikan penjelasan materi dengan ceramah, akan tetapi yang paling penting adalah  membangun dan menanamkan nilai-nilai akhlak mulia sehingga diharapkan anak-anak didiknya menjadi anak yang mempunyai karakter. Karakter tersebut di antaranya adalah jujur dan mandiri.

Kejujuran adalah aspek moral yang memiliki nilai positif dan baik bagi kehidupan. Kejujuran juga bisa berarti melakukan sebuah pekerjaan dengan tulus dan sebaik mungkin, meskipun pekerjaan tersebut tidak diawasi oleh orang lain, seseorang tetap harus mengerjakannya dengan jujur.

Mengapa seseorang harus berperilaku jujur? Karena ada landasan haditsnya:

عَنْ اَبِى بَكْرٍ الصِّدِّيْقِ ر.ض. قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ, فَاِنَّهُ مَعَ البِرَّ وَهُمَا فِى الْجَنَّةِ, وَاِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ
فَاِنَّهُ مَعَ الْفُجُوْرِوَهُمَافِى النَّار.

“Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: Wajib atasmu berlaku jujur, karena jujur itu bersama kebaikan, dan keduanya di Surga. Dan jauhkanlah dirimu dari dusta, Karena dusta itu bersama kedurhakaan, dan keduanya di neraka”.

Sedangkan, mandiri adalah usaha sadar yang dilakukan untuk membentuk watak, akhlak, budi pekerti, dan mental seorang individu agar hidupnya tidak bergantung pada bantuan orang lain dalam menyelesaikan setiap tugas-tugasnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mandiri adalah keadaan dapat berdiri sendiri; tidak bergantung pada orang lain. Setiap anak pada suatu saat nanti tidak akan lepas dari kemandirian, maka dari itu sangat perlu ditanamkan karakter mandiri sejak dini.

Pendidikan karakter pembelajaran matematika dilakukan melalui pentahapan pemetaan nilai-nilai sampai dengan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan Silabus dan RPP yang telah dikembangkan. Integrasi nilai-nilai karakter umum ke dalam pembelajaran matematika hanya dapat dilakukan jika seorang guru memahami skema pengembangan karakter umum secara nasional dan hakikat pengembangan pendidikan matematika yang meliputi: hakikat matematika, hakikat siswa belajar matematika, strategi dan teknologi pembelajaran matematika, penilaian hasil pembelajaran matematika, dan skema pencapaian kompetensi belajar matematika.

Tiadalah keraguan bahwa matematika merupakan bidang keilmuan yang dianggap dan telah terbukti mempunyai peran dalam kehidupan manusia. Karena itu, pembelajaran matematika selalu menarik perhatian semua kalangan. Matematika dianggap sebagai salah satu dari sekian banyak ilmu dasar dianggap berperan besar dalam perkembangan teknologi dan peradaban. Kita  telah menyaksikan bahwa dewasa ini, tidak ada aspek kehidupan kita yang terbebas dari unsur dan peran matematika. Mulai dari transaksi jual beli di warung kecil hingga teknologi komputer  informatika.

Matematika didefinisikan sebagai kegiatan aktivitas siswa menemukan pola, melakukan investigasi, menyelesaikan masalah dan mengomunikasikan hasil-hasilnya. Dengan demikian, sifatnya lebih konkret. Maka, untuk memelajari matematika, guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk memeroleh dan menggunakan pengalaman melakukan kegiatan matematika menggunakan benda konkret.

Sementara Lim Chap Sam (2012) menguraikan bahwa pembelajaran matematika setidaknya dapat muncul tiga aspek nilai yaitu personal,  sosial, dan  epistemologis.

Nilai personal adalah nilai yang melekat dan berkembang pada diri subjek didik dalam pengalamannya mengikuti pembelajaran matematika. Nilai tersebut di antaranya jujur dan mandiri.

Nilai sosial dalam pembelajaran matematika berakar pada nilai budaya dan konteks kehidupan subjek didik dalam kesetimbangan memperoleh hak dan mewujudkan kewajiban dalam masyarakat luas dan masyarakat kelas pembelajaran juga sekolah. Contoh nilai sosial seperti kemampuan bekerja sama, bersikap adil, menghargai pendapat orang lain, dan toleransi.

Nilai epistemologis muncul dari implikasi logis skema pembelajaran dan interaksi komponennya. Nilai yang diperoleh dapat berupa bekerja secara sistematis, berpikir secara rasional, mengembangkan intuisi, kemampuan menyelesaikan masalah matematika, jujur, dan komitmen.

Pendidikan karakter dalam pembelajaran matematika di sekolah dapat diawali dengan mendefinisikan hakikat matematika sekolah. Ebbutt dan Straker (1995) mendefinisikan matematika sekolah sebagai: (1) kegiatan matematika merupakan kegiatan penelusuran pola dan hubungan, (2) kegiatan matematika memerlukan kreativitas, imajinasi, intuisi dan penemuan, (3) kegiatan dan hasil-hasil matematika perlu dikomunikasikan, (4) kegiatan problem solving merupakan bagian dari kegiatan matematika, (5) algoritma merupakan prosedur untuk memeroleh jawaban-jawaban persoalan matematika, dan (6) interaksi sosial diperlukan dalam kegiatan matematika.

Pendidikan karakter dalam pembelajaran matematika di sekolah dapat menekankan kepada hubungan antar manusia dan menghargai adanya perbedaan individu baik dalam kemampuan maupun pangalaman. Matematika dipandang sebagai kebenaran absolut dan pasti, akan tetapi peran individu sangat menonjol dalam pencapaiannya. Siswa dapat dipandang sebagai makhluk yang berkembang (progress). Karena itu, matematika dipandang secara lebih manusiawi yang antara lain dapat dianggap sebagai bahasa dan kreativitas manusia. Pendapat pribadi dihargai dan ditekankan. Siswa memunyai hak individu untuk melindungi dan mengembangkan diri dan pengalamannya sesuai dengan potensinya. Kemampuan mengerjakan soal matematika adalah bersifat individu. Teori belajar berdasarkan anggapan bahwa setiap siswa berbeda antara satu dengan lainnya dalam penguasaan matematika. Siswa dianggap mempunyai kesiapan mental dan kemampuan yang berbeda-beda dalam mempelajari matematika. Oleh karena itu, setiap individu memerlukan kesempatan, perlakuan, dan fasilitas yang berbeda-beda dalam mempelajari matematika.

Pendidikan karakter dalam pembelajaran matematika berimplikasi kepada fungsi guru sebagai fasilitator sebaik-baiknya agar siswa dapat mempelajari matematika secara optimal. Matematika dipandang bukan untuk diajarkan oleh guru, tetapi untuk dipelajari oleh siswa. Siswa ditempatkan sebagai titik pusat pembelajaran matematika. Guru bertugas menciptakan suasana, menyediakan fasilitas, dan sebagai manajer dari pada pengajar. Pembelajaran dilakukan dalam suasana kondusif, yaitu suasana yang tidak begitu formal. Siswa mengerjakan kegiatan matematika yang berbeda-beda dengan target yang berbeda-beda. Dengan demikian, guru dapat mengembangkan metode pembelajaran secara bervarisasi: ceramah, diskusi, pemberian tugas, seminar, dan sebagainya. Sumber belajar atau referensi merupakan titik sentral dalam pembelajaran matematika. Variasi sumber belajar atau referensi diperlukan termasuk buku-buku, jurnal, dan akses ke internet. Penilaian dilakukan dengan pendekatan asesmen,

Karakter jujur dan mandiri ini sangat bisa dilaksanakan di masa pandemi dan pembelajaran online seperti saat ini. Proses yang diberikan guru dapat melalui pertemuan daring zoom meeting, dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) atau modul yang disampaikan dan dikerjakan di rumah, dengan pembelajaran yang diakses di youtube, dan sebagainya. Dengan begitu, kemandirian siswa dituntut untuk selalu dikembangkan dalam proses belajar di rumah karena kini sumber belajar dapat diakses kapanpun dan di manapun.

Kejujuran juga dituntut dalam setiap evaluasi proses yang dilakukan tanpa pengawasan guru. Dari penjabaran-penjabaran ini, dapat diambil hikmah bahwa wabah pandemi ini membawa berkah dalam konteks pembetukan karakter mandiri dan jujur dalam belajar matematika.