Pembelajaran Daring (bukan) Tak Ada Rotan, Akar pun Jadi

Pembelajaran Daring (bukan) Tak Ada Rotan, Akar pun Jadi

Pembelajaran Daring (bukan) Tak Ada Rotan, Akar pun Jadi
oleh
Toto Taufikurohman

 

Disadari atau tidak pandemi Covid-19 telah memunculkan primadona baru yang bernama pembelajaran daring dalam konstelasi pendidikan. Sudah lama kita tak bersua dengannya sehingga kemunculannya begitu asing dan memesona. Sampai saat ini rasa-rasanya kita masih mencari ramuan pas atau takaran tepat untuk menyajikannya secara baik dan bermakna.

Asam-manis telah kita rasakan sepanjang melaksanakan pembelajaran daring tersebut. Lalu lintas jalan raya percakapan di dunia maya, seperti Whatsapp begitu padat; bikin bising dan bikin pusing. Kata-kata belum habis, kuota internet semakin menipis. Bahan ajar siap dibagikan, pintu elearning masih terkunci. Beragam rasa bercampur aduk secara sempurna: bingung, kesal, marah, sedih, dan rasa lainnya. Bahkan, kita pernah terperangkap dalam kubangan penugas (pemberi tugas). “Silakan pelajari halaman sekian, kerjakan halaman sekian, kirimkan hasilnya.” Kondisi ini berulang pertemuan demi pertemuan sehingga peserta didik memiliki kekayaan tugas yang luar biasa banyak.

Pada mulanya kita menganggap pembelajaran daring merupakan pengganti  pembelajaran tatap muka langsung di sekolah. Ternyata tidak benar. Bagaimana pun pembelajaran tatap muka langsung tidak tergantikan. Kita bisa mengenali kemengertian peserta didik akan materi yang kita berikan, misalnya dari gestur tubuh, raut muka, atau pun senyum manisnya. Kita mampu mengubah metode pembelajaran secara cepat jika kondisi peserta didik tidak memungkinkan mengikuti metode yang telah direncanakan. Mungkinkah hal seperti itu kita lakukan pada pembelajaran daring?

Lebih baik kita menyebut pembelajaran daring sebagai pelengkap pembelajaran tatap muka langsung. Jika pandemi Covid-19 telah menemukan titik akhir pemberhentian, kemudian peserta didik menemukan kembali dunianya yang hilang selama ini, yakni pembelajaran tatap muka langsung, kedua area pembelajaran tersebut bisa saling melengkapi.  Bejana pembelajaran menjadi lebih berwarna sehingga mampu menarik motivasi belajar anak.

Walakin, energi yang besar dan positif tetap harus menyala. Kita sekarang sedang bersentuhan dengan pembelajaran daring dan tak bisa lari darinya. Membuat pembelajaran daring tetap mampu menjaga mood belajar peserta didik adalah keniscayaan. Memang tidak mudah, tetapi tetap harus diperjuangkan dengan ikhtiar yang maksimal. Pembelajaran daring bukanlah “tak ada rotan, akar pun jadi.”

Beruntung, kini informasi terkait dengan strategi dan 3M (materi, metode, dan media pembelajaran) sangat deras menerpa kita. Aneka webinar dengan mudah bisa kita ikuti secara gratis dan sambil duduk santai di rumah.. Berbekal informasi tersebut, kita mampu memanfaatkan sejumlah aplikasi pembelajaran online. Sebut saja keluarga Google for Education (Google Classroom, Google Form, atau Google Cloud), Rumah Belajar, Quipper, Moodle, dan Edmodo. Atau, aplikasi pertemuan virtual, seperti Zoom Colud Meetings, Google Meet, Cisco Webex, Microsoft Teams, dan Jitsi Meet, yang bisa kita gunakan untuk pertemuan khusus dan melibatkan banyak peserta.

Alhasil, meskipun pembelajaran daring tidak akan mampu menggantikan pembelajaran luring, paling tidak kita sudah berbuat memberi sentuhan yang terbaik bagi kebermaknaan pembelajaran daring dengan mencoba tanpa putus segala apa yang telah kita kuasai. Di balik apa yang kita lakukan, selalu ada binar-binar mata indah yang berharap banyak akan kerja dan karya kita.