Pendidikan dan Pengajaran Masa Pandemi

Pendidikan dan Pengajaran Masa Pandemi

Pendidikan dan Pengajaran Masa Pandemi
Oleh: Milati, S.Ag.

Wacana merdeka belajar dan belajar-bekerja di rumah yang pernah di canangkan oleh menteri pendidikan Nadiem Makarim sebelum datang virus yang mendunia, terbukti dengan adanya pandemi Covid 19. Pendidikan dan pengajaran anak dikembalikan secara langsung ataupun tidak kepada orang tua dan keluarga masing-masing. Bahwa tugas mendidik anak sesungguhnya yang utamanya adalah orang tua, keluarga, terutama ibu yang disebut 'madrasatul kubra...' (sekolah besar).

Sejak bulan mei 2020 Indonesia berturut-turut memberlakukan Lockdown, PSBB, PPKM, dan istilah apa lagi namanya, mewajibkan anak-anak usia sekolah untuk belajar di rumah masing-masing. Pembelajaran dari sekolah dilakukan melalui PJJ atau daring, dengan meminimalkan tatap muka secara langsung mencegah angka kasus yang lebih banyak lagi. Banyak orang tua yang merasa kesulitan mendampingi anak-anaknya sendiri dalam belajar, karena biasanya menyerahkan sepenuhnya kepada guru-guru di sekolah. Suara gurupun selama ini lebih didengar dan diterima anak-anak dari pada kata-kata orang tuanya sendiri. Maka pekerjaan rumah besar bagi orang tua dan keluarga di rumah adalah bagaimana dapat membelajarkan dan mendidik anak-anaknya sendiri dengan nyaman di rumah. 

Makna sesungguhnya adalah bahwa tugas mendidik dan mengajar anak-anak generasi mendatang adalah kewajiban orang tua dan keluarga di rumah, karena segala sesuatu yang lahir di luar rumah, berasal dari rumah. Mulai dari mental spiritual, etika-tatakrama, keberanian, komunikasi, tradisi, dan lain sebagainya. Jika boleh mengutip seperti yang pernah dituliskan oleh Dhorothy Law Nolte.

“Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.

Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri.

Jika anak dibesarkan dengan belajar, ia belajar menyesali diri.

Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.

Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.

Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.

Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan.

Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya.

Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

Bahwa pendidikan-pengajaran anak adalah bagaimana ia dididik dan diperlakukan oleh anggota keluarganya di rumah, mulai dari orang tua, adik kakak, dan keluarga yang lain. Pendidikan pertama di keluarga itulah akan sangat berpengaruh kepada sikap dan tindakan seorang anak hingga masa dewasanya.

Dengan bahasa lain, dapat juga disebut pendidikan home schooling atau sekolah rumah, inilah pendidikan terbaik dan sempurna, jika keluarga dapat mengantarkan anak-anaknya dengan baik menuju kesuksesan gemilang. Yaitu sekolah di rumah yang dibimbing oleh orang-orang dewasa. Waktunya lebih panjang sepanjang hari dan malam selama 24 jam. Pengajarannya fleksibel, kapan saja (jam berapa saja), jadwal materi pelajaran kondisional diatur sesuai kenyamanan anak. Hanya orang tua harus aktif dan terus membimbing anak-anaknya agar hasil yang didapat sesuai dengan harapan dan cita-cita bersama.

Sementara sekolah seperti ini sekarang hanya dimanfaatkan oleh beberapa orang tua atau anaknya yang sibuk, dan khawatir anak-anaknya tidak dapat belajar di sekolah biasa. Sementara para artis yang duduk di bangku sekolah, dengan kesibukan dan jam terbangnya yang padat. Sementara pendidikan dan pengajaranpun masih mereka butuhkan bekal dimasa yang akan datang. Maka home schoolinglah sebagai pilihan alternatifnya. Ternyata pendidikan home schooling ini dapat mengantarkan anak-anak menuju kesuksesan yang gemilang.

Maka pendidikan itu dapat digabungkan yang disebut Trilogi pendidikan. Yaitu pendidikan antara keluarga, sekolah dan lingkungan harus saling mendukung dan menyatu satu sama lain. Seperti pendidikan yang berpola asuh 24 jam yaitu boarding school atau pesantren. Guru-guru (asatidz), kiai, murabbi, mudabbir, dan sejenisnya berfungsi sebagai pembimbing dan pengganti orang tua dan keluarga di rumah.

Lingkungan pesantren yang pada umumnya masa pandemi ini steril bebas dari pengaruh luar. Terutama masa-masa PSBB dan PPKM. Mereka menjaga agar warga dan penghuninya terbebas dari kasus yang terkena virus Covid, atau nol- zero kasus. Walaupun ada beberapa boarding school yang terkena, tetapi masih tetap minimal dibanding dengan kasus di masyarakat pada umumnya. Pembelajaran-pendidikan pun  masih tetap berjalan sebagaimana mestinya. Seperti sekolah tatap muka dan shalat berjama'ah, tentu dengan menetapkan protokol kesehatan standar Nasional, bahkan internasional.

Masa pandemi selama satu tahun lebih menurut menteri pendidikan (Mei 2020) pendidikan Indonesia tertinggal 10 tahun lamanya, segala kendala harus dikejar dengan marathon agar dapat mengejar. Apalagi menurut pendiri ruang guru (Adamas Belva Syah Devara) pendidikan Indonesia tertinggal jauh dan butuh waktu selama 128 tahun mengejarnya. Untuk mengejar ketertinggalannya melalui skor PISA (Programme International Student Assessment) yang dihitung setiap tahun.

Jika kita membuka lembaran sejarah peradaban Islam era keemasan Abbasiyah (golden age). Kita dapat mengetahui latar belakang biografi para filosof muslim dan karya-karyanya yang tiada-tara saat itu. Bahwa mereka menempuh pendidikan pertama adalah dari rumah-rumah keluarga mereka, terutama pendidikan bahasa menghafal Al-Qur'an. Kemudian melanjutkan pendidikan di luar rumah, baik di madrasah-madrasah, halaqah, ataupun berguru kepada para ahli dibidangnya masing- masing.

Dengan modal utama hafal Al-Qur'an, menjadikan mereka para ilmuwan yang cerdas, kritis, analis, peneliti, guru-guru besar, ahli di berbagai bidang, multi talenta. Maka tidak heran mereka memiliki spesialis keahlian bukan hanya satu bidang saja, tetapi beberapa bidang keilmuan.

Sebagai bukti bahwa karya-karya para ilmuwan tersebut selalu ditulis dengan tinta emas dan tinta perak, masih fenomenal, banyak digunakan di barat hingga beberapa abad lamanya. Hingga para ilmuwan barat mempunyai komunitas penggemar dan mempunyai nama-nama panggilan khusus bagi para ilmuwan Abasiiyah hingga sekarang.

Sebut saja filsup pertama Al-Kindi, yang karyanya hingga berjumlah 270 buah diberbagai ilmu, seperti filsafat, geometri, medis, astrologi, politik, psikologi, musik, dan lain-lain. Betapa luas pengetahuan seorang tabib yang masyhur ini dapat terlihat dari karya-karyanya diberbagai bidang ilmu, seperti lautan yang luas tak bertepi.

Demikian juga   Ibnu Sina dengan karyanya As-Syifa (penyembuhan), An-Najat (keselamatan), Al-Qanun fit-tib (undang-undang kedokteran), dan lain-lain. Ibnu Sina di barat terkenal dengan sebutan Avicena, buku kodokterannya masih dipakai di barat hingga abad ke 17. Para pecinta Avicena (fan's Club) hingga mempunyai komunitas dan terorganisir.

Kesimpulan yang dapat diambil dari pendidikan dan pengajaran masa Covid 19 adalah  bahwa kewajiban orang tualah pendidik anak (siswa) mereka sesungguhnya. Orang tua juga sama- belajar dengan anak (long life education-pendidikan sepanjang hayat) agar dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan anak dan tidak ketinggalan.  Guru, sekolah, lingkungan masyarakat, dan lainnya hanya dapat membantu sebagai pendamping bukan utama.

Wallahu'alam...