PJJ-CINTA SEGITIGA YANG SALING MERINDUKAN

PJJ-CINTA SEGITIGA YANG SALING MERINDUKAN

PJJ-CINTA SEGITIGA YANG SALING MERINDUKAN

By. Ginawati, S.Pd. I.

Satu hal yang tak pernah berubah adalah perubahan itu sendiri.

Hampir dua tahun kita semua yang masih hidup berjuang menghadapi pandemi Covid-19 dengan berbagai variannya. Pandemi Covid-19 yang menguasai seluruh dunia saat ini secara otomatis memaksa kita mengubah banyak hal, mulai dari gaya hidup hingga gaya mendidik. Gaya mendidik yang awalnya berpusat pada sebuah bangunan sekolah, universitas, kampus, tempat kursus atau apapun namanya itu dimana semua orang selaku pendidik dan anak didik berkumpul setiap hari pada jam-jam tertentu telah banyak berganti menjadi pembelajaran daring atau dalam jaringan Internet.

Membingungkan? Pasti. Menjengkelkan? Tentu. Membuat lelah? YA.

Beraneka ragam kendala yang kita temui bersama saat awal pembelajaran daring ini sebagian besar karena tidak tersedianya fasilitas internet yang memadai, sinyal byar pet, kuota habis hingga tak sanggup membeli kuota karena ketiadaan biaya serta tidak memiliki handphone berbasis operasi Android, karena maaf saja semua tugas dan video tidak disupport oleh HP tipe Symbian.

Tahun pertama PJJ, semua menjerit. Setuju? Mengapa saya katakan menjerit? Karena meski berusaha menerima, namun cinta segitiga guru, siswa dan orang tua siswa sebenarnya semua kebingungan, lantas kebingungan itu berubah menjadi kemarahan dan kejengkelan, kemudian menyumblim menjadi kepasrahan.

Apakah pembaca masih belum bisa meraba maksud paragraf di atas? Mari saya terangkan dengan singkat. Pandemi Covid-19 mengganas, pemerintah meniadakan pembelajaran tatap muka dan menggantinya dengan PJJ atau Pembelajaran Jarak Jauh melalui berbagai aplikasi seperti WA grup, e-learning, video tutorial, google classroom, zoom meeting dan lain sebagainya. Guru dipaksa belajar untuk mengajar dengan semua media itu, orang tua dipaksa untuk menyediakan perangkat dan kuota guna mendukung proses pembelajaran anak-anak mereka dan siswa dipaksa belajar membuka link, menyimak pembelajaran dan mengirim hasil belajar mereka dengan aplikasi yang telah ditentukan sebelumnya.

Keharusan ini tentu menimbulkan banyak kendala, kebingungan dan kemarahan karena berbagai alasan. Meski pemerintah telah berusaha membantu dengan membagikan kuota belajar gratis namun faktanya kendala di lapangan tetap banyak. Apalah artinya kuota bila HP androidnya tidak ada?

Meski pemerintah daerah yang memiliki stasiun TV lokal juga telah membantu dengan mengadakan PJJ bekerja sama dengan dinas terkait, ketersediaan HP berbasis android dan kuotanya tetap menjadi sebuah keharusan.

Semua kendala ini menimbulkan kekisruhan bagi cinta segitiga sekolah, siswa dan orang tua siswa. Kejengkelan orang tua yang merasa bertambah beban dengan harus menjadi guru segala bisa bagi anak-anaknya, kejengkelan guru karena anak muridnya tidak juga faham video tutorial, materi ajar dan tugas yang tak juga dikumpulkan serta kejengkelan siswa karena menganggap guru dan orang tua hanya menyuruh-nyuruh dan memberi tugas tanpa peduli perasaan dan kebingungan mereka menghadapi semua yang terjadi membuat cinta segitiga ini merasa sebagai objek pelengkap penderita yang terkadang saling menyalahkan namun merindukan satu sama lain.

Cinta segitiga yang terkadang saling menyalahkan namun merindukan satu sama lain.

Gak percaya?

“Pak, Bu, kapan sekolah masuk lagi? Saya pusing ngajarin anak-anak saya belajar. Bawaannya gak sabar dan emosi, baru kerasa kalo jadi guru itu nggak gampang.”

Begitulah pertanyaan plus curhatan sebagian besar orang tua kepada pihak sekolah.

“Saya capek bolak-balik jawab anak-anak yang nanya materi padahal tugasnya udah dikasih. Saya pegel mengingatkan anak-anak buat ngumpulin tugas. Saya kangen nerangin di kelas, ngeliat mata anak-anak yang bersinar kalo mereka akhirnya ngerti apa yang saya ajarin. Saya kangen ngobrol dan becanda sama anak-anak. Saya kangen curhatan mereka yang kadang random dan receh.”

Gurunya menulis di jurnal pribadi mereka atau saling ngobrol satu sama lain saat piket di sekolah.

Bagaimana siswanya? Netizen +62 yang luar biasa kreatif mengungkapkan kerinduan mereka dengan berbagai cara. Banyak yang memposting video tiktok bertema, ‘kamu yang sekolah daring gak akan ngerasain ini’, diposting jugalah aneka video pendek yang dibuat dengan aplikasi Capcut, Viva video atau Kine master tentang keseruan sekolah mulai dari ngerjain temen, becanda pas jam kosong hingga praktek pelajaran tertentu yang luar biasa menyenangkan.

Apakah pembaca juga merindukan semua hal yang hilang saat sekolah daring atau PJJ seperti saya?

Maka, saat kita sama-sama menghela napas karena tidak tahu kapan pemerintah memperbolehkan lagi pembelajaran tatap muka di sekolah. Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan bersama.

Saya menyebutnya SOFTEN.

S- untuk SMILE. Senyumlah pada semua perubahan dan tetap semangat.

O-untuk OPEN GESTURE. Bersikap terbuka terhadap semua perubahan positif, sesulit apapun itu karena mungkin kita hanya tidak terbiasa.

F-untuk FORWARD LEAN. Bersandarlah pada masa depan. Kita tidak bisa hidup di masa lalu, dan di masa kini pun kita sedang mempersiapkan siswa yang akan menjadi pemimpin di masa depan.

T-untuk TOUCH. Gunakan hati untuk menyikapi semua perubahan. Semua yang dilakukan dengan hati yang tulus akan sampai pada seseorang yang kita tuju, karena hati yang tulus akan menggerakkan jemari kita untuk sabar dan santun membalas setiap chat dari rekan guru, siswa maupun orang tua.

E-untuk EYE CONTACT. Selama PJJ kita tidak bisa bertemu siswa, betul? Namun kita tetap bisa berjumpa dengan mereka dalam setiap do’a yang kita panjatkan untuk kesehatan dan kemudahan pemahaman mereka untuk menerima setiap materi ajar yang kita berikan serta terbukanya hati untuk segera mengumpulkan tugas yang kita berikan, juga kesabaran bagi kita, gurunya, dan orang tuanya.

N-untuk NOD. Mengangguk. Mengangguklah pada semua perubahan selama itu positif, selama perubahan itu akan membuat kita menjadi manusia yang lebih baik, guru yang profesional dan orang tua yang penuh cinta bagi anak-anak kita.

Yakinlah bahwa semua yang terjadi di dunia ini biidznillah alias atas izin Allah, termasuk monster bernama pandemi Covid-19 yang mengharuskan kita melakukan PJJ ini, maka Allah hanya meminta kita menghadapinya dengan sabar dan sholat.

Sepertinya kita sudah sama-sama tahu, kita tidak pernah bisa mengatur apa yang terjadi di dunia ini termasuk berakhirnya pandemi Covid-19 dan kebijakan yang ditetapkan pemerintah untuk warga negaranya, namun kita selalu bisa mengatur perasaan dan sikap kita terhadap setiap perubahan yang terjadi dalam hidup kita. Kita bisa selalu melakukan yang terbaik yang kita bisa.

Mari, SOFTEN, teman-teman guru pembangun peradaban di seluruh Indonesia.

Patuhi selalu protokol kesehatan.

Majulah Indonesia. Harapan itu selalu ada.