PROBLEMATIKA GURU DAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN DARING DI MASA PANDEMI COVID-19 DAN SOLUSINYA
PROBLEMATIKA GURU DAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN DARING DI MASA PANDEMI COVID-19 DAN SOLUSINYA
Oleh : Lilis Rodiawati
Wabah pandemi Corona Virus Deases yang awal ditemukannya Desember 2019 di Wuhan Cina yang lebih dikenal dengan wabah Covid_19, telah meluluhlantakan berbagai aspek kehidupan, baik aspek sosial, kesehatan, ekonomi, budaya, agama dan bahkan aspek pendidikan.
Pada aspek pendidikan, sistem pembelajaran yang pada situasi sebelum wabah Covid_19 menjadi pandemi di Indonesia dilaksanakan secara tatap muka diubah menjadi pembelajaran non tatap muka atau pembelajaran jarak jauh atau disebut juga pemberlajaran dalam jaringan (daring/online ) atau pembelajaran melalui media virtual .
Sistem pembelajaran daring/online bukan sistem pembelajaran terbaik, akan tetapi sistem tersebut dipilih karena situasi darurat dalam rangka mencegah terjadinya kerumunan sebagaimana hal itu terjadi dalam pembelajaran tatap muka.
Untuk kepentingan pembelajaran Daring tersebut kementrian pendidikan kebudayaan riset dan pengembangan teknologi mengeluarkan panduan belajar tersebut dalam bentuk Surat Edaran (SE) Sekretaris Jenderal Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu surat edaran Nomor 15 tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid_19). Unrtuk kepentingan yang sama Kementrian Agama juga melalui Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) membuat surat edaran Nomor B-1673.I/08/2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 Bagi Satuan Pendididkan Madrasah, Pesantren, Pendidikan Keagamaan Islam dan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam di Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid_19).
Problematika Pembelajaran Daring
Problem yang muncul berbarengan dengan sistem pembelajaran di masa pandemi. Pertama, pembelajaran online secara psikologis berdampak kepada kurangnya terjalin hubungan psikologis antar pendidik dengan peserta didik. Tingkat kedekatan antara guru dengan siswa berjalan secara mekanik, kurang melibatkan perasaan. Guru juga tidak bisa memantau atensi siswa terhadap materi yang diberikan, apakah siswa serius mengikuti pembelajaran atau sambil bermain-main.
Kedua, pembelajaran virtual juga banyak memunculkan bias, misalnya ketika guru sedang menerangkan lewat zoom, gomeet, webex meet, youtube streaming dll tiba-tiba signal hilang, atau tidak stabil, maka pembicaraan akan terputus atau kalaupun berjalan tapi tersendat-sendat sehingga memunculkan banyak gangguan baik dari sisi audio maupun visual. Apalagi kalau pembelajaran melalui google classroom,e-learning,wag dll pembelajaran bersifat komunikasi satu arah dari guru ke siswa, kurang memberikan kesempatan komunikasi siswa ke guru. Dampaknya, penerima pesan yakni siswa akan bias dalam menerima materi. Bagi siswa yang signal HP nya stabil, dia bisa menerima pembelajaran relatif baik, tapi bagi siswa yang berada di lokasi dengan signal kurang baik, bahkan tidak ada signal sama sekali, maka dia tidak bisa mengikuti pembelajaran. Bahkan yang paling tragis, masih ditemukan beberapa siswa yang belum mampu membeli HP Android. Atau HP nya punya tapi quota tidak ada, walaupun ada bantuan quota dari pemerintah, tapi pembagiannya belum merata.
Ketiga, karena pembelajaran online merupakan metode pembelajaran baru, dan dilaksanakan secara mendadak, maka baik siswa maupun guru belum mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang, semuanya dilakukan dengan persiapan seadanya, semuanya serba meraba-raba. Itu di awal pembelajaran online berjalan, dan di tahun ajaran 2021/2022 sepertinya persiapan guru dan siswa sudah mengalami peningkatan. Meskipun demikian pembelajaran online yang sampai sekarang sudah berjalan relatif lama yakni hampir 4 smester, tapi masa transisi dari pembelajaran tatap muka ke pembelajaran daring belum selesai, berbagai hambatan dan kesulitan masih tetap banyak, bahkan akhir-akhir ini muncul masalah baru yakni kelelahan dan kejenuhan baik di pihak guru maupun siswa.
Pembelajaran tatap muka kadang diselingi canda tawa, baik antara guru dengan siswa maupun antara sesama siswa, baik ketika proses pembelajaran berlangsung maupun ketika waktu istirahat. Ketika pembelajaran beralih ke pembelajaran online, maka canda tawa penghilang stres itu tidak ada lagi baik bagi guru maupun siswa. Pembelajaran relatif tegang, kurang relaks dan sulit menyisipkan candaan penghilang tress tadi. Akibatnya muncul kejenuhan dan kelelahan, guru dan siswa sama-sama loyo, kurang gairah dan kurang semangat dalam pembelajaran. Hal ini tentu saja akan berakibat pada pencapaian tujuan pembelajaran.
Solusi
Untuk mengatasi berbagai problem yang muncul tersebut perlu dicarikan solusinya. Pertama, untuk mengurangi merenggangnya hubungan psikologis antara peserta didik dengan pendidik, perlu diciptakan suasana yang lebih kekeluargaan antara guru dengan siswa. Misalnya dengan cara mengintensifkan komunikasi pribadi(japri) antara guru dengan siswa baik dalam waktu pembelajaran maupun di luar jam pembelajaran. Hal itu beresiko mengurangi jam istirahat guru dan pemborosan quota. Tapi itulah harga yang harus dibayar untuk mengurangi gap psikologis antara guru dengan siswa.
Kedua, untuk mengurangi bias pembelajaran daring yang diakibatkan oleh jaringan signal yang kurang baik, HP yang kurang kompatibel, quota yang kembang kempis. Solusinya adalah untuk siswa yang sama sekali tidak mampu membeli HP android, pemerintah melalui sekolah mau tidak mau, mampu tidak mampu harus menyiapkan dana untuk membelikan HP yang kompatibel, yang bisa digunakan dalam pembelajaran online. Bagi kalangan siswa yang tidak mampu, lebih baik tidak beli HP daripada tidak makan. Untuk masalah signal dan jaringan, operator selluler dan pemerintah juga harus turun tangan memperbaiki hal tersebut. Ini resiko kita bersama, resiko siswa, resiko guru, resiko pemerintah yang harus bahu membahu mengatasinya secara bersama-sama.
Ketiga, untuk mengatasi kelelahan dan kejenuhan yang menimpa guru dan siswa dalam proses pembelajaran daring, perlu sering-sering melakukan relaksasi. Relaksasi yang dimaksud adalah upaya menurunkan kelelahan, ketegangan dan kejenuhan akibat pembelajaran online dan juga akibat adanya pembatasan interaksi sosial antara warga masyarakat dalam upaya memutus mata rantai penyebaran wabah Covid _219. Relaksasi tersebut harus dilakukan masing-masing baik oleh guru maupun siswa dan dengan cara masing-masing pula. Misalnya berolah raga, sesekali refresing ke alam bebas, baik ke pegunungan, pantai, sungai atau kemana saja tetapi ke tempat yang tidak banyak kerumunan orang dengan mamatuhi protokol kesehatan. Atau juga bisa dengan menyalurkan hoby, tapi hoby yang bisa dilakukan sendiri bukan hoby yang membutuhkan kerja tim, dan berbagai kegiatan positif lainnya yang bersifat penyaluran hoby tetapi mengandung nilai edukasi. Itu hanya beberapa hal saja sebagai contoh upaya relaksasi pembelajaran di musim wabah Covid_19. Tentu saja masih banyak hal lain yang bisa dieksplor untuk kepentingan relaksasi tersebut.
Demikianlah uraian singkat terkait dengan problematika yang dialami guru dan siswa dalam pembelajaran daring serta solusi yang dapat penulis tawarkan. Semoga tulisan singkat ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi penulis sendiri.