Refleksi dan Ekspektasi
  • BDK Bandung
  • 3 Januari 2023
  • 373x Dilihat
  • Berita

Refleksi dan Ekspektasi

Refleksi dan Ekspektasi

oleh: Ruhiman, M.Pd.

 

Pada umumnya, tak banyak yang berbeda dari keseharian manusia. Bangun tidur kemudian melanjutkan aktivitas lainnya sebagai makhluk yang secara sadar mesti menjaga hubungan baik dengan Sang Khalik, makhluk lainnya, juga alam lingkungan. Ada rutinitas biasa dan ada pula yang mesti secara intens dilakukan. Kira-kira begitu.

Hari berganti; muncul minggu; berubah bulan; tahun baru dalam perhitungan. Bagi sebagian orang, pergantian tahun identik dengan aktivitas yang secara turun-temurun selalu dilakukan. Keyakinan, tradisi, berpengaruh terhadap hal ini. Kesamaannya, ada harapan kehidupan yang lebih baik pada tahun yang akan dilakoni, untuk segala hal.

Bagi umat Islam, dua istilah tahun —Masehi dan Hijriah— selalu digunakan untuk penanggalan.  Dasarnya adalah peredaran makhluk Allah Swt.: matahari, bulan, dan bumi. Aktivitas ketiga makhluk  tersebut,  juga sebagai patokan dalam penentuan waktu pelaksanaan ibadah ritual: salat, puasa, dan zakat.

Optimistis lewat doa dan aktivitas lainnya pada setiap pergantian tahun, sudah jadi pemandangan umum. Tak ada yang melarang selama dalam batas-batas wajar dan beretika. Namun demikian, perhatian terhadap situasi dan kondisi sosial masyarakat perlu menjadi pertimbangan.

Ekspektasi dan optimistis menghadapi kehidupan adalah sesuatu hal yang pantas diejawantahkan lewat aktivitas bermakna selain doa. Hal demikian adalah tugas setiap insan guna memenuhi setiap kebutuhan serta menghadapi tantangan yang pasti ada dalam kehidupan ini. Pemenuhan atas segala kebutuhan mencakupi jasmani dan ruhani.

Alur kehidupan setiap manusia itu unik. Keberagaman kehidupan ini merupakan pola yang akan terus berlanjut melalui perbedaan-perbedaan. Semisal, banyak orang yang melakukan perayaan tahun baru, tetapi tak sedikit juga yang tak setuju bahkan menolak kegiatan itu. Lumrah, itu sebagai suatu konsekuensi kehidupan. Namun, tak elok rasanya jika perbedaan itu menimbulkan konflik. Justru harus sebaliknya. Perbedaan adalah wahana untuk mengedepankan pedoman sebagai dalih yang dapat diterima nalar atas apa yang diyakini dan diperbuat.

Hari, minggu, bulan, dan tahun adalah alur kehidupan. Alur itu terus maju dalam perubahan. Alur mundur hanya menjadi domain pikiran. Sebentar atau lama, kepastian kita akan pergantian kehidupan berikutnya adalah niscaya. Senang atau masygul akan terus ada di setiap sisi. Sikap menghadapinya yang mungkin perlu dibenahi lagi.

Waktu berlalu hanya sekumpulan perilaku yang seyogyanya menjadi cermin bagi perbaikan. Masa yang akan dijalani adalah harapan yang perlu dicapai dengan persiapan. Dua hal itu berbaur dalam pola pemikiran yang selanjutnya akan menghasilkan orientasi seseorang.

Orientasi timbul atas pengalaman. Bagaimana orang membangun orientasinya menuju masa depan yang lebih baik tentu tak lepas dari keberanian memilih. Orang yang mengoptimalkan akalnya melalui pembelajaran adalah mereka yang berorientasi ke masa depan. Sangat mungkin menjadi pemilik masa depan. Lain hal dengan mereka yang berorientasi pada pencapaian masa lalu, mereka akan berhenti belajar.

Tahun 2023 Masehi baru kita mulai. Bukan memulai dari hal baru tentunya, akan tetapi melanjutkan kesiapan menjadi pemilik masa depan dengan pelbagai dinamika yang melelahkan. Belajar adalah usaha selain doa yang menjadi senjata tepat dan ampuh untuk menguatkan tekad dan perilaku menuju sasaran yang telah lama kita bidik, yakni kemaslahatan. Bukan hanya untuk pribadi, melainkan juga generasi selanjutnya.

Patut kiranya sebagai umat Islam, merenungi dan menjalankan firman Allah dalam Al-Qur'an Surat Al Hasyr ayat 18 berikut.

"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan." *