Refleksi dan Ekspektasi
Refleksi dan Ekspektasi
oleh: Ruhiman, M.Pd.
Pada
umumnya, tak banyak yang berbeda dari keseharian manusia. Bangun tidur
kemudian melanjutkan aktivitas lainnya sebagai makhluk yang secara sadar
mesti menjaga hubungan baik dengan Sang Khalik, makhluk lainnya, juga
alam lingkungan. Ada rutinitas biasa dan ada pula yang mesti secara
intens dilakukan. Kira-kira begitu.
Hari berganti; muncul minggu;
berubah bulan; tahun baru dalam perhitungan. Bagi sebagian orang,
pergantian tahun identik dengan aktivitas yang secara turun-temurun
selalu dilakukan. Keyakinan, tradisi, berpengaruh terhadap hal ini.
Kesamaannya, ada harapan kehidupan yang lebih baik pada tahun yang akan
dilakoni, untuk segala hal.
Bagi umat Islam, dua istilah tahun
—Masehi dan Hijriah— selalu digunakan untuk penanggalan. Dasarnya
adalah peredaran makhluk Allah Swt.: matahari, bulan, dan bumi.
Aktivitas ketiga makhluk tersebut, juga sebagai patokan dalam
penentuan waktu pelaksanaan ibadah ritual: salat, puasa, dan zakat.
Optimistis
lewat doa dan aktivitas lainnya pada setiap pergantian tahun, sudah
jadi pemandangan umum. Tak ada yang melarang selama dalam batas-batas
wajar dan beretika. Namun demikian, perhatian terhadap situasi dan
kondisi sosial masyarakat perlu menjadi pertimbangan.
Ekspektasi
dan optimistis menghadapi kehidupan adalah sesuatu hal yang pantas
diejawantahkan lewat aktivitas bermakna selain doa. Hal demikian adalah
tugas setiap insan guna memenuhi setiap kebutuhan serta menghadapi
tantangan yang pasti ada dalam kehidupan ini. Pemenuhan atas segala
kebutuhan mencakupi jasmani dan ruhani.
Alur kehidupan setiap
manusia itu unik. Keberagaman kehidupan ini merupakan pola yang akan
terus berlanjut melalui perbedaan-perbedaan. Semisal, banyak orang yang
melakukan perayaan tahun baru, tetapi tak sedikit juga yang tak setuju
bahkan menolak kegiatan itu. Lumrah, itu sebagai suatu konsekuensi
kehidupan. Namun, tak elok rasanya jika perbedaan itu menimbulkan
konflik. Justru harus sebaliknya. Perbedaan adalah wahana untuk
mengedepankan pedoman sebagai dalih yang dapat diterima nalar atas apa
yang diyakini dan diperbuat.
Hari, minggu, bulan, dan tahun
adalah alur kehidupan. Alur itu terus maju dalam perubahan. Alur mundur
hanya menjadi domain pikiran. Sebentar atau lama, kepastian kita akan
pergantian kehidupan berikutnya adalah niscaya. Senang atau masygul akan
terus ada di setiap sisi. Sikap menghadapinya yang mungkin perlu
dibenahi lagi.
Waktu berlalu hanya sekumpulan perilaku yang
seyogyanya menjadi cermin bagi perbaikan. Masa yang akan dijalani adalah
harapan yang perlu dicapai dengan persiapan. Dua hal itu berbaur dalam
pola pemikiran yang selanjutnya akan menghasilkan orientasi seseorang.
Orientasi
timbul atas pengalaman. Bagaimana orang membangun orientasinya menuju
masa depan yang lebih baik tentu tak lepas dari keberanian memilih.
Orang yang mengoptimalkan akalnya melalui pembelajaran adalah mereka
yang berorientasi ke masa depan. Sangat mungkin menjadi pemilik masa
depan. Lain hal dengan mereka yang berorientasi pada pencapaian masa
lalu, mereka akan berhenti belajar.
Tahun 2023 Masehi baru kita
mulai. Bukan memulai dari hal baru tentunya, akan tetapi melanjutkan
kesiapan menjadi pemilik masa depan dengan pelbagai dinamika yang
melelahkan. Belajar adalah usaha selain doa yang menjadi senjata tepat
dan ampuh untuk menguatkan tekad dan perilaku menuju sasaran yang telah
lama kita bidik, yakni kemaslahatan. Bukan hanya untuk pribadi,
melainkan juga generasi selanjutnya.
Patut kiranya sebagai umat Islam, merenungi dan menjalankan firman Allah dalam Al-Qur'an Surat Al Hasyr ayat 18 berikut.
"Wahai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti
terhadap apa yang kamu kerjakan." *