Rumah Ibadah sebagai Penyemaian Semangat Beragama yang Moderat
BDK Bandung, 24 November 2023. Pelatihan penggerak moderasi beragama angkatan III digelar di Kemenag Kota Bogor. Pelatihan yang dihelat oleh BDK Bandung (21-26/11/2203) ini merupakan implementasi dari program legacy 2023. Diharapkan melalui program ini semakin mengokohkan komitmen dan keterlibatan tokoh agama untuk menghidupkan spirit moderasi beragama.
Di hadapan dua puluh lima orang para pemuka agama yang mewakili rumah ibadah lintas iman, Sekretaris Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Sesban), Arskal Salim menyatakan pentingnya menghadirkan keberagamaan yang moderat. Terkait hal itu ia berpendapat bahwa rumah ibadah dapat dan harus menjadi bagian dari ekosistem dalam pengarusutamaan moderasi beragama ini (24/11/2023). Dengan demikian, rumah ibadah pada gilirannya bukan hanya memberikan layanan keagamaan bagi pemeluknya dalam konteks penguatan spiritualitas saja melainkan juga menjadi laboratorium penyemaian penyebarluasan semangat keberagamaan yang moderat.
Arskal yang menyampaikan materi konsep moderasi beragama, menegaskan bahwa sejatinya tiap agama tentu mewartakan semangat kemoderatan ini dalam beragama. Namun demikian negara memandang penting untuk menyatakan diri kehadirannya dalam mengawal aksi moderasi beragama ini. Hal tersebut mengingat dari beberapa peristiwa lalu yang menghadirkan agama dengan wajah skriptualis dan fundamentalis yang pada gilirannya mempersempit wawasan beragama dan implementasinya di tengah kebhinnekaan seperti Indonesia.
"Pada September 2023, Presiden RI Joko Widodo telah mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama. Peraturan ini bertujuan memperkuat harmoni dan persatuan antar umat beragama di tanah air" Tegas Arskal.
Guru besar UIN Jakarta inipun menegaskan bahwa hadirnya perpres ini menguatkan kerangka kerja moderasi beragama yang sudah berjalan sejak tahun 2018 lalu. Landasan normatif ini pun meyakinkan semua pihak bahwa pengarusutamaan moderasi beragama bukan hanya menjadi tanggungjawab kementerian dan lembaga melainkan juga elemen masyarakat.
Arskal mengingatkan para peserta bahwa moderasi beragama dalam perspektif ini memiliki empat indikator utama. "Siapapun yang mendaku bangsa Indonesia dan beragama di wilayah hukum Indonesia harus meneguhkan komitmen Keberagamaannya dalam wadah kebangsaan. Komitmen terhadap bangsa ini sejatinya manifestasi dari semangat kesejarahan bahwa lahirnya bangsa ini dari rahim keragaman termasuk iman. Jadi, beragama harus diletakan dalam wadah kebangsaan, Indonesia sebagai rumah bersama."
"Selanjutnya, berangkat dari kesadaran kebhinekaan ini, maka siapapun kita perlu mengedepankan sikap toleran. Toleransi menjadi jembatan penghubung dalam meminimalisasi dampak hubungan mayoritas-minoritas. Jadi, mereka yang beragama (apapun agamanya) di Indonesia harus menjadikan toleransi sebagai jalan bersama dalam merawat keragaman." Imbuh Arskal.
Indikator ketiga adalah anti kekerasan. Beber Arskal. "Mereka yang telah menjadikan toleransi sebagai jalan bersama maka akan menghadirkan mekanisme penyelesaian persoalan melalui jalur hukum dan atau musyawarah. Pada dimensi ini agama yang penuh cinta kasih atau rahmatan lil 'alamin menemukan wujudnya."
Dengan demikian, sekaligus juga akan terpenuhi indikator keempat, yakni penghormatan terhadap tradisi. Menurut Arskal dimensi inipun suatu bentuk keterbukaan dan pengakuan atas adanya keyakinan lain selain agama agama yang ada.
Arskal berharap empat indikator moderasi beragama ini dapat terinternalisasikan dalam keseharian melalui perpanjangan tangan dari para pemuka agama. Para peserta pelatihan inipun bersemangat untuk menjadi role model dalam persemaian beragama yang moderat bagi para pemeluk agama binaannya, agar senafas dan sejalan dengan misi moderasi beragama. [Tika]