Telisik 10: MOMEN MODERASI BERAGAMA MENYAMBUT G20 DI BALI
Oleh:
Dr. H. Mohamad Fauzan, S.Ag., M.Pd.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia akan menggelar momen berkumpulnya kelompok informal dari 19 negara dan Uni Eropa serta perwakilan dari IMF dan World Bank-dikenal dengan sebutan G20-ke 17 di Bali yang dijadwalkan berlangsung pada medio Oktober-November 2022 mendatang. Indonesia memegang presidensi G20 sejak 1 Desember 2021 pada Riyadh Summit 2020 yang diserahterimakan dari Italia pada 31 Oktober 2021 di Roma.
KTT G20 sebagai forum ekonomi utama memiliki peran penting dan posisi strategis mengingat secara kolektif mewakili dua per tiga atau sekira 65% dari jumlah penduduk dunia, mencakup 79% perdagangan global yang setidaknya meliputi 85% perekonomian dunia. (sumber: https://money.kompas.com/read/2022/02/11/164126226/mengenal-presidensi-g20-indonesia-dan-3-isu-prioritasnya?page=all, dikutip 15 Maret 2022).
Tema presidensi G20 “recover together recover stronger” menjadi sangat tepat dan relevan dalam konteks kekinian dengan tiga isu utama prioritas yang akan dibahas dan ditindaklanjuti dengan aksi nyata kolektif secara global yaitu kesehatan global, transisi energi berkelanjutan dan transformasi digital dan ekonomi.
Dr. Katherine Marshall sebagai wakil Presiden Forum Lintas Agama G20 pada webinar bertajuk “Pendidikan Agama dan Lintas Agama untuk Masyarakat Majemuk yang Damai” yang diselenggarakan Institut Leimena bersama The Sanneh Institute pada pertengahan Februari 2022 menyampaikan bahwa Indonesia memiliki kesempatan emas menggaungkan suara keragaman lintas agama ke dalam diskusi global sehingga momen ini menjadi spesial dan bermakna bagi sumbangsih Indonesia bagi kehidupan tatanan global. Indonesia bisa menjadi role model bagaimana mengimplementasikan hidup damai dan harmonis pasca kedaruratan Covid-19 untuk pendidikan terutama pendidikan keragaman dan kehidupan keberagamaan di Indonesia yang tidak lepas dari peran tokoh-tokoh agama di Indonesia.
Pemulihan pasca Covid-19 pada pembahasan di forum G20 sejatinya tidak hanya membicarakan tema-tema merekonstruksi ekonomi global semata, namun juga semua bidang kehidupan manusia termasuk bagaimana memulihkan trauma bangsa dunia dari pandemic dalam konteks kehidupan keberagamaan.