Telisik 13: Bagaimana Bahasa dan Islam Memandang
Oleh:
Vidia Lantari Ayundhari, M.Pd.
Sebuah pepatah Inggris populer tentang waktu mengatakan "time is money". Money di sini sebenarnya tidak harus selalu diartikan sebagai materi (uang), namun apapun yang berharga. Waktu bahkan dapat mengungkap sebuah identitas perjalanan manusia. Begitu pula bagaimana aspek lain dalam kehidupan memandang itu: sejarah, budaya, bahasa, agama, dan lain sebagainya.
Dalam Bahasa Indonesia, bentuk perintang waktu mungkin tidak terlalu dipersoalkan. Sisipkan kata keterangan waktu berupa kata tunggal, frasa nominal, atau frasa proposisional dalam sebuah kalimat sebagai penanda kapan itu terjadi. Selesai. Pun kata keterangan waktu dalam Bahasa Indonesia tidak mengubah bentuk kata kerja dan susunan tata bahasa. Kata sekarang, malam-malam, sejak kemarin, Rabu, atau Januari dapat diletakan di awal, tengah, atau akhir kalimat walaupun biasanya berada di antara subjek dan predikat. Berbeda dengan Bahasa Inggris yang menyimbolkan sebuah kejadian atau peristiwa dengan atribut tenses (dulu, kini, nanti). Elemen kata kerja berubah “cukup” fundamental. Sebuah kebiasaan (happens regularly) berpenanda –s
atau –es. Namun jika waktu berubah lampau, maka penanda regular dan irregular verbs yang digunakan. Berbahasa boleh jadi dipengaruhi kebiasaan manusia dan komunitasnya, termasuk bagaimana mereka ‘membahasakan’ waktu.
Lalu, bagaimana Islam memandang waktu? Jika dikaitkan kembali dengan bahasa, Bahasa Al-Qur’an (Arab) juga sangat memerhatikan asal-usul kata yang berhubungan dengan waktu. Sedangkan di dalam QS. Al-Ashr (1-3), Islam jelas telah menempatkan waktu sebagai perkara penting dan mendasar. Manusia benar-benar dalam kerugian, apabila tidak memanfaatkan waktunya dengan baik. Terpenting adalah memanfaatkan waktu yang telah diberikan oleh Allah di dunia untuk berjalan di atas ketaatan-Nya. Semoga kita termasuk orang-orang yang menghargai waktu. Wallahua’lam bisshawab.