UNTUK RINDU YANG TAK BERTEPI, DI SUATU MASA PANDEMI
UNTUK RINDU YANG TAK BERTEPI, DI SUATU MASA PANDEMI
Oleh :
Ela Nurlaela, S.Pd.I., M.Pd.
Guru Matematika MAN 3 Majalengka
Tahun 2019 dunia gempar atas serangan virus bernama Coronavirus disease of 2019 atau covid-19. Alih - alih menyusuri jejak asal muasal virus, dunia sudah terlanjur dibuat tak berdaya oleh monster pembunuh massal ini. Suara jerit tangis terdengar di hampir seluruh penjuru dunia. Anak yang tiba-tiba harus manjadi yatim, piatu, atau bahkan yatim piatu, kehilangan sanak saudara menjadi trending topic di berbagai media masa baik online maupun offline. Miris sekali.
Berbagai bidang terdampak, berhasil dibuatnya porak poranda. Manusia diujung frustasi. Ekonomi, sosial, budaya, bahkan kehidupan beragama juga tak luput terkena imbasnya. Bidang Pendidikan yang menjadi tonggak pencetak generasi terbaik bangsa, dibuatnya tiarap tanpa ampun. Karena tidak hanya pabrik, pertokoan, atau perkantoran saja yang terpaksa tutup, bahkan sekolah/madrasah pun tidak dibenarkan untuk melakukan pembelajaran tatap muka demi meminimalisir penyebaran dan penularan covid-19.
Pendidikan yang di dalamnya terdapat aktivitas kegiatan belajar mengajar menjadi gagap dengan situasi dan kondisi yang terasa janggal. Karena sejatinya pendidikan bukan hanya soal transfer ilmu, tapi juga memberikan pembelajaran tentang hidup dan kehidupan melalui rasa patuh dalam sebuah keteladanan.
Merangkak walau kadang sedikit terseok, dunia pendidikan mulai berinovasi untuk memulihkan keadaan. Di Kementerian Agama, E-learning mulai diperkenalkan sebagai salah satu solusi melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Dengan E-learning guru tetap bisa mengajar dan peserta didik belajar. Perlahan tapi pasti kita sudah bisa menikmati dunia dengan kenormalan yang baru. Mengajar dengan meembuat bahan ajar berupa video yang diupload ke E-learning, peserta didik belajar dengan mengupload tugasnya ke E-learning sudah menjadi rutinitas yang dilakukan dengan sepenuh hati. Bukan tanpa kendala, tapi semua dijalani dengan harapan sebuah kehidupan lebih baik akan bisa dinikmati di masa depan. Karena menurut Aristoteles, pendidikan mempunyai akar yang pahit, tapi buahnya manis.
Dukungan dari pemerintah, sekolah/madrasah, orang tua dan guru menetukan keberhasilan pendidikan di suatu masa. Di masa pandemi ini, pemberian kuota belajar gratis dari pemerintah, pulsa dari sekolah/madrasah, fasilitas hp dari orang tua dan sumber/bahan ajar yang diberikan guru merupakan amunusi yang ampuh untuk tetap mempertahankan semangat dan memotivasi belajar peserta didik.
Berjalannya waktu, ada yang terasa berbeda saat menapaki jalanan di madrasah. Sunyi, sepi, ada desir rindu yang seolah tak bertepi untuk kehadiran mereka. Ya…mereka anak-anakku di madrasah.
Telah banyak yang direngut oleh covid-19, diantaranya budaya, etika, sopan dan santun yang tak lagi bisa dicontohkan dalam penerapannya di kehidupan akibat tak lagi bertatap muka. Sedikit begeser, rasa hormat yang dulu dicontohkan dari mulai pintu gerbang kini tak bisa lagi diperlihatkan sebagai sebuah teladan. Tidak bisa berjabat tangan, mencium tangan guru, saling mengucapkan salam, bertegur sapa. Semua diatur dengan protokol kesehatan yang ketat demi kemaslahatan seluruh umat.
Tidak bisa dipungkiri, mendidik tanpa teladan sama halnya dengan orang tua menyuruh anak untuk sholat tapi dia sendiri tidak sholat. Atau melarang peserta didik merokok tapi guru melakukannya sambil mengajar di depan kelas. Artinya, contoh yang real itu menjadi penting untuk keberhasilan pendidikan moral dan etika. Dan di masa pandemi, itu terkendala akibat tidak adanya kegiatan bertemu atau tatap muka langsung antara guru dan peserta didik. Sehingga, diakui atau tidak adanya pergeseran budaya dari peserta didik yang biasanya sopan, santun dan ramah, kini menjadi tak perduli atau cuek bahkan dengan tugas dan kewajiban mereka sebagai pelajar. Mereka lalai dengan tugasnya. Terlena karena berada di rumah saja seolah sedang libur sekolah. Walau banyak juga peserta didik yang tetap semangat untuk terus belajar dan mengikuti berbagai lomba yang dilakukan secara online yang datang silih berganti tiada henti.
Duhai anak-anakku, rindu hati ini seakan tak bertepi, pada kalian yang soleh dan solehah. Yang datang dengan senyum ramah menyapa, yang belajar dengan penuh ketekunan, yang kadang bermanja dengan segala keluh kesah tentang duniamu.
Hanya ikhtiar dan berdoa yang diwajibkan atas kita agar tetap bisa menatap masa depan yang lebih cerah dengan kesehatan yang mumpuni dan sisa usia yang berkah.
Allahumma sholli ‘ala Sayyidina Muhammadin tibbil qulubi wa dawa-iha wa ‘afiyatil abdani wa syifa-iha wa nuril abshori wa dhiya-iha wa’ala alihi wa shohbihi wa sallim.
Artinya: Ya Allah limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami, Nabi Muhammad SAW. Dokter hati dan obatnya. Obat untuk bahan dan penyembuhan. Cahaya batin dan sinarnya. Semoga keberkahan dan keselamatan dilimpahkan kepada keluarga dan sahabatnya.
Akhirnya kita semua hanya berharap agar pandemi ini segera berakhir dan kembali dapat menjalani kehidupan yang aman, damai, tentram, makmur dan sejahtera. Amin.