Upaya Untuk Menginvestasikan Kecerdasan Anak Didik Di Masa Pandemi Covid-19
  • 1 Agustus 2021
  • 35166x Dilihat
  • Gumeulis

Upaya Untuk Menginvestasikan Kecerdasan Anak Didik Di Masa Pandemi Covid-19

Upaya Untuk Menginvestasikan Kecerdasan Anak Didik
Di Masa Pandemi Covid-19

Oleh : Hary Hermawan, S.Pd
Guru MAN 2 Kota Cirebon

 

Wajah baru pendidikan Indonesia berubah drastis sejak terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri terkait panduan pembelajaran di masa pandemi.
Pandemi ini  menghasilkan sebuah kebijakan physical distancing (menjaga jarak fisik) untuk meminimalisir penyebaran virus di tengah masyarakat dan  untuk memutus penyebaran wabah, memaksa perubahan dari pendidikan formal di bangku sekolah menjadi belajar dari rumah dengan sistem daring. Prinsip kebijakan di masa pandemi ini jelas mengutamakan kesehatan dan keselamatan peserta didik, tenaga pendidik, dan seluruh masyarakat secara umum.
Pemerintah tidak mau mengambil resiko penularan Covid-19 dengan memutuskan untuk mengubah sistem pembelajaran yang selama ini tatap muka menjadi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau pembelajaran daring, seluruh civitas akademika dituntut untuk beradaptasi dan mengembangkan inovasi-inovasi pembelajaran dalam menghadapi pandemi yang kita semua belum tahu kapan berakhirnya.
Sudah satu setengah tahun  lamanya pendidikan kita melalui proses pembelajaran daring, berbagai problematika tentu sudah sering kita dengar akibat moda pembelajaran yang masih terasa asing bagi dunia pendidikan di Indonesia. Peserta didik tentu saja menjadi subjek yang paling terdampak dengan adanya perubahan yang terjadi, tidak sedikit siswa yang merasa pembelajaran secara daring ini jauh dari kata efektif.
Demikian juga  hampir semua orangtua siswa pada saat ini, merasakan hal yang sama dituntut untuk lebih berperan dalam mendampingi anak mereka belajar dirumah, hal ini tentunya menimbulkan masalah baru, yaitu kesulitan orang tua dalam menjelaskan kembali materi-materi pelajaran yang diberikan guru kepada anak-anak mereka. Banyak orangtua harus mengakui bahwa menjelaskan berbagai materi pelajaran dan menemani anak-anak mengerjakan tugas-tugas sekolah tidak semudah yang dibayangkan, ternyata kerja keras para guru  selama ini sungguh patut diapresiasi karena merekalah ujung tombak dalam melaksanakan amanat konstitusi untuk  mencerdaskan kehidupan bangsa walaupun di tengah pembatasan sosial akibat pandemi.
Bila saya metaforkan, guru itu sebagai rahim kehidupan bangsa setelah seorang anak lahir dari rahim ibunya, pada rahim ibunya sejak dini seorang anak dikenalkan pada rasa kasih sayang dan kepekaan,  sedangkan pada rahim seorang guru, anak diajarkan bagaimana cara menghargai hidup ini, di situ ada value, ada konteks yang harus dipahami oleh seorang anak didik, ada kognisi, ada afeksi bahkan emosi. Jadi seorang guru terikat secara kontekstual dengan anak didiknya,  seorang guru selain harus mengetahui perkembangan otak anak didiknya juga harus mengetahui perkembangan batin anak didiknya.
Penyebaran virus Corona yang massif di berbagai negara, memaksa kita untuk melihat kenyataan bahwa dunia sedang berubah. Kita bisa melihat bagaimana perubahan-perubahan di bidang sosial, ekonomi, politik hingga pendidikan di tengah krisis akibat wabah ini. Perubahan itu mengharuskan kita untuk bersiap diri, merespon hal ini dengan sikap dan tindakan yang positip, sekaligus membuka diri untuk selalu belajar dengan hal-hal yang baru.
Sejak awal, paradigma pendidikan kita mengacu pada ide gagasan dari tokoh pendidikan kita, Ki Hajar Dewantoro, yaitu ing ngarso sung tulodho, ing madyo mbangun karsa, tut wuri handayani. (di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan).
Untuk itu guru diharapkan menjadi leading sector dalam upaya mencerdaskan bangsa ini, menginspirasi agar siswa mau melakukan perubahan konsep belajar mereka, guru harus tetap semangat untuk selalu menggali kemampuannya,  karena paradigma pendidikan kita memang sedang mengalami perubahan, dulu saat kita masih belajar, kita ingat bahwa definisi belajar adalah interaksi individu dengan lingkungan belajar, ada interaksi tatap muka antara guru yang menciptakan situasi belajar  dan siswa sebagai individu yang sedang belajar, tidak ada sekat yang memisahkan antara guru dan siswa untuk berinteraksi, guru akan dengan cepat memahami perkembangan otak dan batin setiap siswanya, namun  saat ini siswa bertemu dengan guru harus melalui penyekat gawai-gawai dihadapan mereka, mereka tidak bertatap muka secara langsung, hingga terkadang kemampuan  seorang anak didikpun tidak dapat dibaca oleh seorang guru, sistem kontrolpun kadang terabaikan bila siswa tidak didampingi oleh orang tua mereka masing-masing, namun ironisnya orang tua pun harus tetap memikirkan keberlangsungan hidup keluarga dan pekerjaannya di tengah krisis akibat pandemi.
Pada kenyataannya gawai-gawai yang ada di tangan mereka pun terkadang menjadi ancaman karena memiliki banyak fasilitas yang mereka butuhkan terutama pada sektor hiburan,  terkadang di suatu saat seorang siswa harus menggadaikan waktu belajarnya karena mereka asik untuk bermain game favoritnya.
Belum lagi permasalahan ketersediaan kuota, masalah jaringan, kemampuan orang tua atau kendala teknis siswa kurang memahami penggunaan aplikasi di gawai mereka, dan  menghadapi siswa yang masih malas merubah konsep sikap  mereka saat belajar daring, Itu yang  terjadi pada siswa.
Guru pun mengalami kondisi yang sama, karena alasan keterbatasan waktu, pada akhirnya (maaf)  orang akan membypass essensi menjadi sebuah narasi yang berlandaskan pada kondisi yang penuh sensasi, akibatnya untuk bicara kualitas kita tidak akan mampu untuk mengucapkannya, wajar saja karena Konsep belajar secara daring memang tidak pernah menjadi arus utama dalam wacana pendidikan nasional.
Pemberlakuan kebijakan physical distancing yang kemudian menjadi dasar pelaksanaan belajar dari rumah, dengan pemanfaatan teknologi informasi yang berlaku secara tiba-tiba, tidak jarang membuat guru dan siswa menjadi gugup termasuk pihak orang tua. Pembelajaran teknologi informasi memang sudah diberlakukan dalam beberapa tahun terakhir dalam sistem pendidikan di Indonesia. Namun, pembelajaran daring yang berlangsung sebagai efek kejutan dari pandemi Covid-19 membuat gugup banyak pihak, tidak hanya di tingkat  daerah , tapi juga di tingkat pusat  bahkan di tingkat global.
Dalam situasi yang seperti ini, guru dan pihak sekolah harus merespon dengan cepat kebijakan belajar daring yang  diterapkan kepada siswa, merekapun harus merubah semua sistem pembelajaran, baik silabus, maupun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk mengacu pada proses belajar mengajar yang tetap efektif dan menyenangkan, walaupun pada kenyataannya siswa masih terbata-bata dalam beradaptasi dengan tumpukan tugas selama belajar daring di rumah.
Kendala-kendala yang terjadi menjadi catatan penting dalam dunia pendidikan kita yang harus melakukan akselerasi untuk mengejar pembelajaran daring secara efektif, walaupun secara teknis dan sistem belum semuanya siap. Selama ini pembelajaran daring hanya sebagai konsep, sebagai perangkat teknis, belum sebagai cara berpikir atau sebagai paradigma pembelajaran. Padahal,  pembelajaran daring bukan metode untuk mengubah belajar tatap muka dengan aplikasi digital, bukan pula membebani siswa dengan tugas yang bertumpuk setiap hari. Pembelajaran secara daring harusnya mendorong siswa menjadi kreatif mengakses sebanyak mungkin sumber pengetahuan, menghasilkan karya, memperluas wawasan dan ujungnya membentuk siswa menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Kita berharap semua kendala yang ada dapat kita ubah menjadi sebuah tantangan kedepan, kita harus berani melangkah untuk menjadikan pembelajaran daring sebagai kesempatan mentransformasi pembelajaran dan pengetahuan, sebagai bentuk tanggung jawab kita  dalam melaksanakan amanat konstitusi UUD 1945 alinea ke 4 tentang tugas mencerdaskan kehidupan bangsa, karena keberhasilan pendidikan kita bukan semata  karena naiknya anggaran pendidikan namun lebih dari itu, yaitu menguji para pemimpin untuk tetap  aktif dalam melahirkan ide dan gagasan ke depan bagi pendidikan, menguji para guru untuk mengapresiasi dan menghargai pekerjaan dan menguji siswa untuk mau melakukan perubahan.
Sebagai penulis, saya selalu membayangkan pembelajaran tatap muka di kelas dapat diselenggarakan kembali tentunya dengan segala pembatasan dan mematuhi protokol kesehatan yang berlaku, sementara di luar kelas para Satgas Covid mengawasi jalannya kegiatan tersebut. Sulit rasanya bagi kita untuk membayangkan bilamana terjadi deflasi kecerdasan pada anak didik kita akibat dari dampak pandemi ini, karena mereka adalah para generasi penerus bangsa yang kelak akan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa ini dan akan menggantikan posisi kita.
Kita semua berharap agar pandemi ini segera berakhir, dan pendidikan kita dapat berjalan normal kembali seperti sedia kala.
Semoga Alloh selalu memberikan jalan kepada umatnya yang selalu berusaha dan kemudian berserah diri kepadaNya…
Aamiin Ya Robal’Alamin…